Kredit Foto: Rahmat Dwi Kurniawan
Rencana pensiun dini Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Cirebon I masih menunggu hasil review dari Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP). Hal ini disampaikan Direktur Jenderal Energi Baru, Terbarukan, dan Konservasi Energi (EBTKE) Kementerian ESDM, Eniya Listiani Dewi.
“Intinya nanti tunggu Keputusan Menteri (Kepmen), karena saat ini Permen-nya juga sudah ditandatangani. Setelah itu, kita menunggu review dari BPKP,” ujar Eniya di Kementerian ESDM, Senin (21/4/2025).
Dalam Peraturan Menteri (Permen) No. 10 Tahun 2025, pemerintah menetapkan sejumlah kriteria bagi PLTU yang bisa dipensiunkan dini. Kriteria tersebut mencakup kapasitas, usia, tingkat utilisasi, emisi gas rumah kaca (GRK), nilai tambah ekonomi, serta ketersediaan pendanaan dan teknologi, baik dari dalam maupun luar negeri. Keandalan sistem kelistrikan, dampak terhadap biaya pokok penyediaan (BPP) dan tarif tenaga listrik, serta prinsip transisi energi berkeadilan juga turut diperhitungkan.
Baca Juga: PLTU Cirebon I Pensiun Dini, Bahlil Kejar Green Loan ADB
Asian Development Bank (ADB) telah menyatakan minatnya untuk mendanai program pensiun dini PLTU Cirebon I, yang merupakan pembangkit milik Independent Power Producer (IPP). Pemerintah pun membuka peluang bagi lembaga pembiayaan lain untuk turut serta dalam mendukung pensiun dini pembangkit berikutnya.
”Yang dipilih ADB kan itu IPP (Independent Power Producer/PLTU Cirebon I). Betul. Kalau besok ada yang mendanai lagi untuk PLN, ya kita welcome,” tandas Eniya.
Ia menambahkan, pemerintah menyiapkan tiga pendekatan dalam kebijakan pensiun dini PLTU: peremajaan, alih fungsi pembangkit ke energi alternatif seperti biomassa, hidrogen, atau amonia (phase down), serta penghentian total operasi (phase out). Ketiganya akan disesuaikan dengan kondisi teknis dan keputusan PLN selaku operator.
Baca Juga: RUKN 2060 Terbit! Tapi Masih Ada Celah Pembangunan PLTU Baru
Sementara itu, Menteri ESDM Bahlil Lahadalia menyatakan bahwa keputusan pensiun dini PLTU Cirebon I merupakan tindak lanjut dari arahan Presiden Prabowo Subianto agar program transisi energi tetap dijalankan secara konsisten.
Namun, Bahlil menekankan bahwa transisi energi tak bisa dilakukan secara tergesa-gesa tanpa dukungan pendanaan dan teknologi yang memadai.
”Kami akan senang untuk melakukan penyesuaian cepat dengan memakai energi terbarukan kalau ada uang yang murah, ada dana yang murah, teknologi yang murah, oh kita akan cepat. Tapi kalau teknologinya mahal, uangnya lambat, nanti kita pikir-pikir lagi untuk bagaimana kita melakukan percepatan. Ini fair aja, karena Amerika juga berpikir mungkin nantilah kita memikirkan itu,” tutupnya.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Rahmat Dwi Kurniawan
Editor: Annisa Nurfitri
Tag Terkait:
Advertisement