Kredit Foto: Istimewa
“Pasalnya, seperti dituliskan dalam studi dari seorang profesor di sebuah universitas di manca negara, sebagian dari TKA asal China tak jarang melakukan praktik ‘easy come easy go,’ yaitu datang dengan visa yang tak sesuai aturan izin kerja untuk bekerja di Indonesia, lalu pergi meninggalkan Indonesia ketika masa berlaku visa habis, dan kembali lagi ke Indonesia setelah beberapa waktu,” tutur Johanes.
Dalam penilaiannya, RRC sebenarnya dapat mencari solusi untuk mengurangi kehadiran TKA China ini, antara lain dengan memberi perhatian pada transfer teknologi dan pengetahuan.
“Alih-alih berkutat pada anggapan bahwa pekerja Indonesia kurang mumpuni dan memiliki kesulitan komunikasi dengan pihak China, RRC diharapkan meningkatkan komitmen untuk melakukan transfer teknologi dan transfer pengetahuan sehingga di masa mendatang terdapat pekerja-pekerja Indonesia yang memiliki kecakapan setara dengan TKA asal China dan dapat berkomunikasi dengan baik dengan rekan-rekan mereka asal RRC,” pungkasnya.
Baca Juga: Panasnya Perang Dagang AS-China, Indonesia Bisa Jadi Pemain Utama Rantai Pasok Dunia
Sementara itu, Staf Ahli Bidang Hubungan Antar Lembaga Kementerian Imigrasi dan Pemasyarakatan, Anggiat Napitupulu, mengungkapkan terjadi perubahan dalam hal perizinan sejak berlakunya Undang Undang Cipta Kerja. Menurutnya, perubahan tersebut antara lain berupa penyederhanaan perizinan TKA, serta visa dan izin tinggal yang dapat diperoleh dengan lebih cepat.
Sementara itu, Sub Koordinator Uji Kelayakan dan Pengesahan RPTKA Sektor Industri Kementerian Ketenagakerjaan, Ali Chaidar Zamani, menyampaikan bahwa berdasarkan pengesahan RPTKA yang telah diterbitkan, pada tahun 2024 saja, telah terdapat 101 ribu lebih RPTKA yang telah diterbitkan.
“Namun angka ini masih berupa perizinan di atas kerja, dan belum tentu merepresentasikan jumlah TKA asing yang memasuki Indonesia,” ujarnya. Zamani menjelaskan alasan yang seringkali disampaikan oleh perusahaan ketika mengajukan permohonan penggunaan TKA asal China. Yang terutama adalah karena proyek yang dikerjakan adalah proyek serah kunci (turn key project). Selain itu, pengoperasian mesin atau teknologi yang berbasis negara asal.
Meski demikian, menurutnya, penting untuk ditegaskan bahwa TKA yang datang tidak menggantikan tenaga kerja lokal, tetapi melengkapi kebutuhan sementara yang belum dapat dipenuhi dalam negeri.
Namun demikian, pemerhati ekonomi dari Universitas Paramadina, Muhammad Iksan, menyatakan bahwa kehadiran TKA asal RRC dalam beberapa waktu ke depan masih akan mewarnai masyarakat Indonesia.
Oleh karenanya, Iksan berpandangan agar pemerintah Indonesia mempertahankan upaya untuk mengurangi ekses atau dampak negatif dari kedatanganan TKA China tersebut. Antara lain dengan memperkuat pengawasan izin bekerja yang baru, disertai percepatan alih pengetahuan dan alih teknologi bagi perusahan penanaman modal asing asal RRC. “Dengan demikian dominasi penggunaan TKA asal RRC dapat dikurangi,” tutur Iksan.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Belinda Safitri
Tag Terkait:
Advertisement