Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

Komdigi Hadirkan Literasi Digital untuk Ibu-Ibu, Biar Naik Kelas Jadi 'Menteri Keuangan'

Komdigi Hadirkan Literasi Digital untuk Ibu-Ibu, Biar Naik Kelas Jadi 'Menteri Keuangan' Kredit Foto: Komdigi
Warta Ekonomi, Jakarta -

Di banyak rumah tangga Indonesia, para ibu sering dijuluki sebagai "menteri keuangan". Namun, realitasnya, banyak yang masih berperan sebatas kasir—mengelola belanja harian, membayar tagihan, hingga mencatat pengeluaran rumah tangga. Padahal, potensi mereka jauh lebih besar jika dibekali literasi digital dan pengetahuan keuangan yang memadai.

“Ada yang bilang para ibu itu menteri keuangan di rumah. Tapi kenyataannya, di banyak keluarga, ibu-ibu hanya jadi kasir,” ujar Annisa Stevani, seorang Certified Financial Planner, dalam diskusi “Strategi Perempuan Indonesia Memanfaatkan Digitalisasi untuk Efisiensi” yang digelar Kementerian Komunikasi dan Digital, Rabu (7/5/2025).

Salah satu tantangan besar yang dihadapi perempuan dalam mengelola keuangan adalah soal "utang sosial". Tak jarang, karena sungkan menolak, mereka mudah memberikan pinjaman kepada saudara atau kerabat, meski kondisi keuangan keluarga sendiri belum aman.

Baca Juga: 143 Juta Orang Aktif di Medsos, Komdigi: Dunia Digital Tak Selalu Ramah

“Kadang karena enggak enak, apalagi kalau yang minta ipar sendiri, ibu-ibu jadi ATM berjalan. Padahal sebelum bantu orang lain, pastikan dulu kebutuhan rumah tangga sendiri sudah terpenuhi,” tegas Annisa.

Perempuan juga kerap menghadapi beban ganda: tidak hanya harus mengatur keuangan, tapi juga memastikan uang belanja dari suami cukup untuk semua kebutuhan. Di tengah tantangan itu, literasi digital bisa menjadi alat bantu penting.

“Beda dengan bapak-bapak yang tinggal transfer dan beres. Perempuan harus mikirin semuanya. Makanya, literasi digital itu bukan tambahan, tapi keharusan,” jelasnya.

Sayangnya, masih banyak perempuan yang belum melek digital, padahal 60% pelaku UMKM di Indonesia adalah perempuan. Potensi besar ini belum maksimal karena rendahnya pemahaman terhadap teknologi dan keuangan digital. Banyak yang masih takut untuk mulai investasi karena khawatir uang hilang—padahal kini tersedia banyak aplikasi yang legal dan diawasi oleh OJK dan BAPPEBTI.

Baca Juga: Usai Lebaran, Minat Menabung Masyarakat Kembali Naik

“Sekarang nabung dollar buat umrah bisa lewat aplikasi. Mau beli emas, jualan, sampai bikin invoice juga bisa dari HP. Tapi hati-hati, jangan ikut-ikutan investasi cuma karena FOMO. Harus tahu ilmunya dulu,” ujar Annisa.

Selain untuk mengatur keuangan, digitalisasi juga membuka peluang usaha. Namun, tak sedikit perempuan yang ragu memulai bisnis karena takut dicap “butuh uang” atau “turun kelas”. Padahal, memulai usaha adalah soal kemandirian, bukan gengsi.

“Zaman sekarang, jualan enggak butuh toko fisik. Cukup HP dan kemauan. Bahkan produk digital seperti worksheet anak bisa jadi ladang cuan. Modalnya cuma ide dan waktu,” katanya.

Annisa menekankan bahwa digitalisasi bukan musuh, melainkan alat bantu yang jika dimanfaatkan dengan benar, bisa memberdayakan perempuan. Ibu-ibu bukan hanya bisa mengatur uang dengan lebih bijak, tapi juga ikut menghasilkan.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Ida Umy Rasyidah
Editor: Annisa Nurfitri

Advertisement

Bagikan Artikel: