Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

Dinilai Cacat Prosedur dan Ancam Industri, Tekanan Deregulasi PP 28/2024 Kian Menguat

Dinilai Cacat Prosedur dan Ancam Industri, Tekanan Deregulasi PP 28/2024 Kian Menguat Kredit Foto: Antara/Adeng Bustomi
Warta Ekonomi, Jakarta -

Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2024 tentang Kesehatan terus menuai polemik dan penolakan dari banyak pihak. Pasal-pasal yang mengatur industri makanan, minuman, dan tembakau ini dinilai cacat prosedur. Tekanan untuk menderegulasi aturan tersebut semakin menguat.

Wakil Menteri Hukum dan HAM (Wamenkumham), Edward Omar Sharif Hiariej, menyoroti potensi cacat formil dalam penyusunan kebijakan tersebut. Jika PP 28/2024 terbukti disusun tanpa partisipasi publik yang bermakna (meaningful participation), maka secara hukum peraturan itu bisa dibatalkan. 

"Kalau misalnya terbukti PP 28/2024 dibuat tanpa ada partisipasi, ya berarti secara prosedur cacat. Berarti dibatalkan, secara formilnya tidak terpenuhi. Cacat. Itu kita belum bicara substansi loh," ujar pria yang disapa Eddy Hiariej tersebut.

Eddy turut menyoroti salah satu pasal dalam PP 28/2024 tentang larangan penjualan rokok dalam radius 200 meter dari satuan pendidikan dan tempat bermain anak. Aturan ini dinilai tidak jelas karena definisi "satuan pendidikan" yang dianggap terlalu luas dan multitafsir.

Menurutnya, penerapan aturan ini harus dilakukan secara hati-hati. Pasalnya satuan pendidikan bisa diartikan dengan banyak sekali sekali definisi, sebab menyangkut institusi pendidikan formal maupun informal.

 Baca Juga: Hengjaya Mineralindo Soroti Pentingnya Apresiasi ESG dalam Industri Nikel

Lebih lanjut, ia meminta agar pihak-pihak yang merasa dirugikan dari penerapan aturan tersebut untuk mengajukan uji materil (judicial review) ke Mahkamah Agung (MA), baik secara materil maupun formil. Secara substansi, PP 28/2024 bisa dibatalkan jika terbukti bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi.

Sementara itu, Ketua Umum Federasi Serikat Pekerja Rokok Tembakau Makanan Minuman Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (FSP RTMM-SPSI), Sudarto AS, menyampaikan keresahan mendalam terkait penerapan PP 28/2024. Pihaknya pun telah mengirimkan surat ke Presiden Prabowo dan menuntut pembatalan pasal-pasal terkait makanan minuman dan tembakau dalam PP 28/2024.

Dalam surat tersebut, FSP RTMM-SPSI menekankan pentingnya deregulasi dan revitalisasi industri padat karya untuk melindungi industri makanan, minuman, dan tembakau di tengah tekanan ekonomi.  "Perlu dilakukan deregulasi dan revitalisasi, khususnya industri padat karya," tegasnya.

Menurutnya, kebijakan dalam PP 28/2024 memuat banyak aturan kontroversial yang mengancam hilangnya ratusan ribu lapangan pekerjaan di industri hasil tembakau (IHT) maupun industri makanan dan minuman. "Inti pokoknya untuk makanan dan minuman terkait pasal yg mengatur MBDK, untuk IHT ada larangan penjualan rokok dalam radius 200 meter, larangan pemajangan iklan rokok dalam radius 500 meter, kemasan polos tanpa identitas merek (pada Rancangan Peraturan Menteri Kesehatan). Apa mitigasinya? Bagaimana peran partisipasinya? Pengendalian bukan pelarangan, apalagi mematikan, belum atau tidak ada lapangan kerja pengganti," serunya.

FSP RTMM-SPSI mendukung upaya pemerintah dalam gerakan masyarakat sehat (GERMAS). Hanya saja, Sudarto menyebut bahwa langkah-langkah regulasi yang diambil pemerintah harus direncanakan secara matang dan melalui tahapan-tahapan yang mempertimbangkan dampak terhadap industri dan tenaga kerja.

“Oleh karena itu diperlukan dialog yang konstruktif dan komprehensif untuk mencari solusi adil dan berkelanjutan bagi semua pihak,” pungkasnya.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Amry Nur Hidayat

Tag Terkait:

Advertisement

Bagikan Artikel: