Penyaluran TKD sebagai Kunci Likuiditas APBD
Oleh: Muchamad Rifai, Pejabat Pengawas pada Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara (KPPN) Medan I

Transfer ke Daerah (TKD) adalah mekanisme penting dari Pemerintah Pusat untuk mendistribusikan sumber daya keuangan kepada pemerintah daerah, mendukung urusan pemerintahan dan pembangunan regional.
Bagi pemerintah daerah, kepastian dan ketepatan waktu penyaluran TKD sangat penting dalam perencanaan dan pelaksanaan anggaran tahunan, memastikan ketersediaan dana dan menjaga stabilitas fiskal.
TKD terdiri dari berbagai jenis, seperti dana bagi hasil (DBH), Dana Alokasi Umum (DAU), Dana Alokasi Khusus (DAK), Dana Otonomi Khusus, Dana Keistimewaan, dan Dana Desa. Penyaluran TKD dapat dilakukan secara sekaligus atau bertahap, dan setiap jenis memiliki jadwal penyaluran yang berbeda.
Selain penyaluran ke rekening kas daerah, ada juga penyaluran non-tunai melalui fasilitas Treasury Deposit Facility (TDF), yang memiliki masa tunggu tiga bulan sebelum dana dapat sepenuhnya digunakan, kecuali untuk kebutuhan mendesak seperti bencana alam. TDF digunakan karena masih banyak saldo kas tunai di rekening kas daerah.
Saat ini, TKD masih menjadi komponen terbesar dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD), yang secara langsung mencerminkan tingkat kemandirian keuangan pemerintah daerah.
Penyaluran TKD yang tepat waktu sangat krusial untuk menjaga stabilitas keuangan daerah. Semakin cepat pemerintah daerah menyampaikan dokumen persyaratan TKD secara lengkap dan akurat, semakin besar kemungkinan TKD dapat dicairkan tepat waktu.
Pencairan TKD yang tepat waktu akan meningkatkan likuiditas APBD, memberikan fleksibilitas bagi pemerintah daerah dalam membiayai program pembangunan dan memenuhi kewajiban operasional. Sebaliknya, keterlambatan pencairan TKD, yang sering disebabkan oleh keterlambatan atau ketidaklengkapan dokumen, dapat mengganggu perencanaan kas daerah dan menghambat pelaksanaan program prioritas.
Setiap jenis TKD memiliki karakteristik dan estimasi waktu penyaluran yang berbeda sesuai ketentuan. DAU, misalnya, ada yang disalurkan rutin setiap bulan, sementara DAK Fisik penyalurannya bergantung pada kemajuan kegiatan dan kemampuan pemerintah daerah dalam merencanakan, melaksanakan, dan melaporkan kemajuan kegiatan yang didanai.
Penyaluran DAK Fisik sekaligus dapat dilaksanakan paling cepat April hingga Desember 2025, sedangkan penyaluran bertahap Tahap I paling lambat 22 Juli 2025, dan Tahap II paling cepat Agustus hingga akhir tahun, dengan syarat kelengkapan dokumen. Ketidaklengkapan syarat penyaluran satu tahap akan berakibat pada tidak disalurkannya tahap berikutnya.
Baca Juga: Dorong Sektor Pariwisata, AirAsia Buka Rute Medan–Phuket
Di Sumatera Utara, total alokasi TKD tahun 2025 sebesar Rp 44,26 triliun. Hingga pertengahan Juni, realisasi penyaluran mencapai Rp 18,15 triliun (41%). Realisasi terbesar berasal dari DAU (Rp 11,95 triliun atau 45%), diikuti Dana Desa (Rp 2,34 triliun atau 51,15%), dan BOSP (Rp 1,74 triliun atau 51,27%).
Namun, realisasi terkecil adalah DAK Fisik, yaitu hanya Rp 4,88 miliar (0,25% dari alokasi pagu). Data ini menunjukkan bahwa penyaluran TKD tidak merata untuk setiap jenisnya, dan kesiapan pemerintah daerah dalam memenuhi dokumen syarat salur juga berbeda.
Sebagai contoh, untuk penyaluran tahap pertama DBH Pajak, hanya 18 dari 34 pemerintah daerah di Sumatera Utara yang memenuhi syarat salur, dan pada tahap II di bulan April, hanya 24 pemerintah daerah yang memenuhi syarat. Lebih lanjut, hingga saat ini belum ada pemerintah daerah yang menyampaikan dokumen syarat salur untuk DAU Dukungan Penggajian PPPK Daerah dan DAU Dukungan Bidang Pekerjaan Umum.
Contoh lainnya adalah untuk DAU Dukungan Pembangunan Sarana dan Prasarana serta Pemberdayaan Masyarakat di Kelurahan, jumlah pemerintah daerah yang memenuhi persyaratan dari Maret hingga Juni berturut-turut hanya 3, 4, 7, dan 7 pemerintah daerah. Kondisi serupa juga terlihat pada DAU Dukungan Bidang Pendidikan. Berbagai contoh ini menunjukkan bahwa banyak pemerintah daerah belum memberikan perhatian serius terhadap pemenuhan dokumen syarat salur.
Beberapa faktor yang memengaruhi kelancaran penyampaian dokumen syarat salur antara lain alokasi berbasis kinerja, terutama untuk DAK Nonfisik dan Fisik, di mana kegagalan pemenuhan kinerja dapat menyebabkan penundaan atau pengurangan dana.
Kepatuhan terhadap peraturan dan persyaratan pelaporan, seperti PP Nomor 37 Tahun 2023 dan berbagai PMK, juga sangat penting, karena keterlambatan atau ketidakakuratan pelaporan dapat menunda penyaluran berikutnya. Kewajiban mengalokasikan anggaran wajib juga berpengaruh, di mana ketidakpatuhan dapat menunda atau menahan penyaluran komponen TKD lainnya seperti DAU dan DBH.
Baca Juga: Masalah Kekurangan Dokter dan Perawat di Pirngadi, Ini Kata Wakil Wali Kota Medan
Penggunaan fasilitas TDF juga memaksa pemerintah daerah menggunakan dana simpanannya di rekening kas daerah. Terakhir, kesiapan proyek untuk DAK Fisik sangat berkaitan langsung dengan kemajuan proyek infrastruktur; keterlambatan dalam perencanaan atau konstruksi akan berdampak langsung pada penyaluran DAK.
Oleh karena itu, pemerintah daerah perlu memberikan perhatian serius terhadap manajemen dokumen dan koordinasi antar unit kerja terkait untuk memastikan semua persyaratan penyaluran TKD terpenuhi dengan cepat dan tepat. Hal ini tidak hanya akan memperkuat likuiditas keuangan daerah, tetapi juga mendukung kemandirian fiskal pemerintah daerah dalam jangka panjang.
Dengan likuiditas APBD yang baik, pemerintah daerah akan lebih leluasa mengalokasikan sumber daya untuk meningkatkan pelayanan publik dan mendorong pertumbuhan ekonomi lokal.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Amry Nur Hidayat
Tag Terkait:
Advertisement