Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Global Connections
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

Perjuangan Perlindungan Anak Masih Panjang, 51 Persen Remaja Alami Kekerasan

Perjuangan Perlindungan Anak Masih Panjang, 51 Persen Remaja Alami Kekerasan Kredit Foto: Wafiyyah Amalyris K
Warta Ekonomi, Jakarta -

Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA), Arifah Fauzi, mengungkapkan perjuangan dalam perlindungan anak di Indonesia masih panjang.

Berdasarkan Survei Nasional Pengalaman Hidup Anak dan Remaja (SNPHAR) tahun 2024, terctat sebanyak  51 persen anak usia 13–17 tahun mengalami kekerasan.

Baca Juga: Program Kampung Main Dorong Generasi Muda Jaga Pelestarian Desa Wisata

Dirinya meyakini peran strategis organisasi masyarakat Fatayat NU dapat berperan aktif mencegah anak-anak Indonesia menjadi korban kekerasan.

Sehingga Menteri PPPA mendorong penguatan peran Fatayat NU yang memiliki 21.000 ranting di Indonesia dalam perlindungan anak di tengah banyaknya kasus yang terjadi.

Menteri PPPA menyampaikannya saat membuka Pelatihan Kepemimpinan Nasional Fatayat NU yang mengusung tema “Perempuan Tangguh: Mewujudkan Kepemimpinan Transformatif dan Inovasi Berkelanjutan”, pada Jumat (27/6/2025).

"Fatayat NU telah membuktikan dirinya sebagai madrasah kepemimpinan perempuan yang unggul dan berakar di masyarakat. Di tengah tantangan sosial yang kompleks, kita butuh kepemimpinan perempuan yang transformatif dan peduli pada masa depan anak di Indonesia. Perjuangan kita masih panjang apalagi jika kita melihat Survei Nasional Pengalaman Hidup Anak dan Remaja (SNPHAR) tahun 2024 yang menunjukkan sekitar 51 persen anak usia 13–17 tahun mengalami kekerasan, dengan kekerasan emosional menjadi yang paling dominan. Oleh karena itu, kami terus mendorong penguatan peran organisasi masyarakat seperti Fatayat NU untuk menjawab tantangan tersebut di akar rumput," tutur Menteri PPPA, dikutip dari siaran pers Kementerian PPPA, Selasa (1/7).

Menteri PPPA juga menyoroti berbagai tantangan serius yang dihadapi perempuan di Indonesia. Berdasarkan Survei Pengalaman Hidup Perempuan Nasional (SPHPN) 2024, sekitar 1 dari 4 perempuan pernah mengalami kekerasan fisik dan/atau seksual sepanjang hidupnya. Apresiasi diberikan atas komitmen Fatayat NU dalam mencetak pemimpin perempuan muda yang berdaya dan berpihak pada kelompok rentan termasuk kelompok perempuan rentan. Dengan jaringan lebih dari 21.000 ranting di seluruh Indonesia dan 18 Pimpinan Cabang Istimewa di luar negeri, Fatayat NU dianggap sebagai kekuatan sosial yang nyata dalam mendorong perubahan dan mitra penting dalam menjembatani kebijakan publik dengan kebutuhan nyata masyarakat.

“Fatayat NU memiliki kapasitas sebagai think tank sekaligus komunikator antara kebijakan pemerintah dan kebutuhan masyarakat. Mereka hadir di desa, di kota, bahkan hingga luar negeri, menjadikan mereka ujung tombak dalam transformasi sosial kita. Kami percaya kepemimpinan perempuan dan perlindungan anak adalah fondasi penting menuju Indonesia Emas 2045. Dengan memperkuat sinergi dan kolaborasi, upaya menciptakan masa depan yang adil, aman, dan setara bagi seluruh anak bangsa dapat terwujud,” jelas Menteri PPPA.

Sebagai bagian dari upaya strategis untuk menjawab tantangan yang dihadapi perempuan dan anak, Kemen PPPA telah merancang tiga program prioritas untuk periode 2024–2029. Salah satu program utama adalah Pengembangan Ruang Bersama Indonesia (RBI) yang merupakan penguatan dan perluasan dari inisiatif sebelumnya, yakni Desa Ramah Perempuan dan Peduli Anak (DRPPA). RBI didesain sebagai gerakan kolaboratif yang melibatkan pemerintah, organisasi masyarakat, dunia usaha, dan masyarakat luas untuk menciptakan lingkungan yang aman, inklusif, dan memberdayakan perempuan serta melindungi anak-anak.

Selain RBI, Kemen PPPA juga mengembangkan perluasan fungsi Call Center SAPA 129 agar lebih responsif dan mudah diakses oleh masyarakat luas, sehingga korban kekerasan atau pihak yang membutuhkan bantuan segera mendapatkan penanganan yang cepat dan tepat. Dukungan terhadap pemenuhan hak-hak perempuan dan anak juga diperkuat melalui penguatan satu data perempuan dan anak berbasis desa, guna mendukung perencanaan dan pengambilan kebijakan yang lebih akurat, terarah, dan berbasis bukti nyata dari lapangan.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Ulya Hajar Dzakiah Yahya
Editor: Ulya Hajar Dzakiah Yahya

Advertisement

Bagikan Artikel: