RI Harus Punya Strategi Jelas di BRICS, dan Segera Isi Posisi Dubes yang Kosong
Kredit Foto: Biro Pers Sekretariat Presiden
Keputusan Indonesia untuk bergabung dalam kelompok ekonomi-politik BRICS menuai respons keras dari Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump. Dalam rapat kabinet di Gedung Putih, Trump mengancam akan mengenakan tarif 10% terhadap seluruh produk asal negara anggota BRICS.
Trump menuding kelompok yang kini beranggotakan 10 negara—termasuk Brasil, Rusia, India, China, Iran, dan Indonesia—telah merugikan Amerika Serikat serta melemahkan dominasi dolar AS. Ia juga memperingatkan bahwa negara-negara yang terus mengadopsi kebijakan anti-Amerika tidak akan bertahan lama dalam lanskap ekonomi global.
“BRICS adalah blok yang melemahkan dominasi ekonomi kita. Negara yang bergabung di sana tidak akan lama bertahan jika terus mengikuti agenda yang bertentangan dengan kepentingan AS,” ujar Trump dalam pernyataan resmi, dikutip Kamis (10/7/2025).
Baca Juga: Usai Indonesia Bergabung, Ekonomi BRICS Terus Bertambah
Ancaman tersebut muncul tak lama setelah Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) BRICS digelar di Rio de Janeiro pada 6–7 Juli 2025. Dalam pertemuan itu, Indonesia sebagai anggota baru mulai aktif membangun peran dalam forum ekonomi global multipolar tersebut.
Menanggapi dinamika itu, Peneliti Hubungan Internasional dari Centre for Strategic and International Studies (CSIS), Muhammad Habib Abiyan Dzakwan, mengingatkan agar pemerintah tidak terbawa euforia atas keanggotaan BRICS. Ia menilai Indonesia perlu memiliki agenda nasional yang jelas dan terukur dalam setiap keterlibatan di forum tersebut.
“Indonesia harus selektif dalam setiap partisipasi di BRICS dan punya agenda yang jelas. Jangan hanya ikut duduk tanpa arah,” ujarnya dalam diskusi publik bertajuk Merespons Kebijakan Tarif Trump: Mendayung di Antara Banyak Karang, Kamis (10/7/2025).
Menurut Habib, kepemimpinan Brasil dalam BRICS tahun ini bisa dimanfaatkan Indonesia untuk memperluas pasar, terutama di kawasan Amerika Latin. Namun potensi tersebut tidak akan maksimal tanpa strategi diplomasi yang konkret dan proaktif.
Baca Juga: BRICS Kompak Balik Kecam Ancaman Tambahan Tarif Trump, Indonesia Gimana?
Ia juga menekankan pentingnya pengisian posisi duta besar yang masih kosong di 24 negara agar upaya diplomasi ekonomi dan politik Indonesia berjalan lebih efektif.
“Dubes yang aktif bisa jadi garda depan untuk mengamankan kepentingan nasional dan membaca tren geopolitik global,” jelas Habib.
Selain kerja sama ekonomi, Habib menilai agenda BRICS seperti pemberantasan kemiskinan dan kelaparan sejalan dengan visi pembangunan Indonesia. Namun, agar berdampak nyata, keikutsertaan Indonesia dalam BRICS harus selaras dengan kebijakan luar negeri yang solid dan terintegrasi.
“Masuk ke BRICS memang bisa memperkuat posisi Indonesia dalam tatanan global baru yang lebih berimbang. Tapi tanpa strategi yang cermat, posisi Indonesia bisa saja justru terseret dalam tarik-menarik kekuatan besar dunia,” pungkasnya.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Uswah Hasanah
Editor: Annisa Nurfitri
Tag Terkait:
Advertisement