- Home
- /
- Kabar Sawit
- /
- Hot Issue
Optimalisasi Aset Negara, Pemerintah Serahkan Lahan Sawit untuk Dikelola Profesional
Kredit Foto: Abdul Aziz
Pemerintah resmi menyerahkan pengelolaan lahan sawit hasil penertiban kawasan hutan seluas lebih dari 800 ribu hektar kepada PT Agrinas Palma Nusantara, anak usaha BUMN yang bergerak di sektor agribisnis.
Langkah ini menjadi bagian dari strategi nasional dalam optimalisasi pemanfaatan aset negara secara produktif dan berkelanjutan, sekaligus mendukung agenda pemberantasan praktik sawit ilegal.
Penunjukan PT Agrinas ini diharapkan menjadi motor transformasi tata kelola sumber daya alam yang lebih modern dan profesional. Pemerintah menilai, pelibatan BUMN dalam pengelolaan lahan pasca-penertiban memberi peluang peningkatan pendapatan negara sekaligus menjamin keberlanjutan.
Berdasarkan analisis Indonesian Audit Watch (IAW), lahan sawit seluas 833.413 hektar yang diserahkan ke PT Agrinas berpotensi menghasilkan pendapatan bruto mencapai Rp33 triliun per tahun. Dalam lima bulan pertama tahun ini saja, estimasi pendapatan mencapai hampir Rp12 triliun.
“Kalau dikelola profesional, negara bisa dapat ratusan miliar dari dividen,” kata Sekretaris Pendiri IAW, Iskandar Sitorus, Kamis (31/7/2025).
Namun, di tengah optimisme itu, kebijakan Pemerintah menuai sorotan tajam dari sejumlah pihak. Penyerahan aset negara dalam skala besar tersebut menyimpan persoalan serius terkait legalitas dan akuntabilitas tata kelola.
Baca Juga: Loncat 690%, Laba Perusahaan Sawit Haji Isam (PGUN) Tembus Rp83,53 Miliar di Semester I 2025
Selain itu, IAW mempertanyakan absennya proses lelang dan dasar hukum yang jelas dalam pengalihan aset ini. Berdasarkan peraturan perundangan, aset negara seharusnya dialihkan melalui proses lelang terbuka, serta memerlukan status hukum yang sah, seperti Hak Guna Usaha (HGU) dan izin pelepasan kawasan hutan.
Iskandar menyebut bahwa Perhutani seharusnya menjadi pihak yang lebih layak ditunjuk mengelola lahan hasil penertiban, mengingat pengalaman panjang dan sistem pengawasan ketat yang dimilikinya.
“Perhutani sudah kelola 2,4 juta hektare hutan selama puluhan tahun, dan kontribusinya jelas, mulai dari PNBP, dividen, hingga karbon kredit,” ujarnya.
IAW mendesak agar Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) segera melakukan audit investigatif, terutama terkait aliran dana, legalitas penguasaan lahan, dan potensi kerugian negara. Lembaga ini juga meminta Kejaksaan Agung membekukan seluruh aktivitas pengelolaan lahan hingga kejelasan hukum diperoleh.
Baca Juga: Peran Strategis Industri Sawit dalam Mendukung Ketahanan Pangan dan Energi Nasional
“Kita bukan anti-BUMN, tapi pengelolaan aset negara sebesar ini harus transparan. Jangan sampai niat baik Presiden dalam memberantas sawit ilegal malah dilumpuhkan oleh praktik tata kelola yang tidak sah,” pungkasnya.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Rahmat Saepulloh
Editor: Amry Nur Hidayat
Tag Terkait:
Advertisement