Kredit Foto: Lestari Ningsih
Direktur Center of Economic and Law Studies (CELIOS) Bhima Yudhistira menilai klaim Presiden Prabowo Subianto mengenai tingkat pengangguran nasional terendah sejak krisis 1998 perlu dilihat lebih mendalam. Menurutnya, kualitas investasi yang menyerap tenaga kerja justru mengalami penurunan dalam satu dekade terakhir.
“Setiap Rp1 triliun investasi pada 2025 menyerap tenaga kerja lebih sedikit dibandingkan 2015. Jadi, klaim penurunan pengangguran belum bisa dianggap keberhasilan jika tidak dibarengi perbaikan kualitas investasi,” kata Bhima kepada Warta Ekonomi, Jumat (15/8/2025).
Prabowo sebelumnya menyampaikan tingkat pengangguran terbuka (TPT) Februari 2025 turun menjadi 4,76 persen dari 4,82 persen tahun sebelumnya. Dalam pidato kenegaraan di Gedung DPR/MPR, ia mengaitkan capaian tersebut dengan pembentukan Danantara, Badan Pengelola Investasi yang mengelola aset lebih dari USD 1 triliun untuk membuka jutaan lapangan kerja, terutama di sektor hilirisasi.
Baca Juga: Program Kopdes Jalan, Celios Soroti Celah Koperasi Fiktif
Namun, Bhima menilai hubungan antara penurunan TPT dan keberadaan Danantara belum relevan.
“Danantara masih dalam fase transisi dan penawaran proyek. Bahkan, beberapa proyek strategis seperti hilirisasi pertanian dan pembukaan sawah baru terhambat, salah satunya karena masalah pendanaan di Danantara,” ujarnya.
Ia juga menyoroti masalah tata kelola Danantara, mulai dari transparansi seleksi proyek hingga rendahnya partisipasi publik.
“Tidak jelas apakah pemilihan proyek berdasarkan serapan kerja, ketersediaan pembiayaan, atau keberlanjutan. Jika Danantara salah memilih proyek yang minim serapan tenaga kerja, dampaknya akan signifikan terhadap APBN,” kata Bhima.
Baca Juga: Prabowo Sebut Program Pemerintah Ciptakan Jutaan Lapangan Kerja
Sebagai informasi, Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat jumlah pengangguran terbuka pada Februari 2025 mencapai 7,28 juta orang, naik 83 ribu orang dibanding tahun lalu. Meski demikian, penurunan TPT terjadi karena jumlah angkatan kerja bertambah 3,67 juta orang menjadi 153,05 juta orang.
Sebagai perbandingan, pada puncak krisis 1998, jumlah pengangguran diperkirakan mencapai 13,4 juta orang. Saat itu, data Departemen Tenaga Kerja (Depnaker) mencatat 133.459 pekerja terkena PHK dari 676 perusahaan, di luar tambahan pengangguran akibat krisis.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Uswah Hasanah
Editor: Annisa Nurfitri
Tag Terkait:
Advertisement