Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Global Connections
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

Menyoal Kapal Tandu di Bawah Jembatan Siak, dari Perubahan Perbup hingga Kejanggalan Uang Pembagian

Menyoal Kapal Tandu di Bawah Jembatan Siak, dari Perubahan Perbup hingga Kejanggalan Uang Pembagian Kredit Foto: Sahril Ramadana
Warta Ekonomi, Siak -

Peraturan Bupati (Perbup) Siak Nomor 100 Tahun 2023 tentang pengaturan dan pengawasan angkutan kapal yang melintas di bawah Jembatan Tengku Agung Sultanah Latifah (TASL) bakal berusia dua tahun. 

Regulasi ini awalnya dibuat agar kapal-kapal pengangkut barang yang melintas di bawah jembatan TASL bisa memberikan sumbangsih bagi daerah Kabupaten Siak, Provinsi Riau. 

Sebab, selama ini kapal-kapal pengangkut barang yang melintas di bawah jembatan TASL hanya menjadi tontonan. Karena itu regulasi tersebut dibuat agar industri yang berdiri sehiliran Sungai Siak betul-betul bisa dirasakan manfaatnya oleh daerah. 

Kapal lewat khususnya pengangkut barang seperti container sejatinya harus dipandu yang merupakan tugas dari Kementrian Perhubungan melalui Kantor Syahbandar dan Otoritas Pelabuhan (KSOP).

Khusus Sungai Siak, lalu lintas dan pandu tunda kapal di bawah kewenangan dua KSOP. Dari muara Sungai Siak sampai Jembatan Teluk Mesjid Sungai Apit kewenangan KSOP Tanjung Buton, sementara dari Jembatan Teluk Mesjid sampai Kota Pekanbaru kewenangan KSOP Pekanbaru.

"Nah sesuai aturan, Kementrian Perhubungan dalam hal ini KSOP menunjuk operator. Operatornya dalam hal ini Badan Usaha Pelabuhan (BUP) yakni PT Pelindo. Jadi, setiap kapal yang dipandu tunda harus membayar sejumlah uang yang pada akhirnya menjadi pendapatan negara dalam bentuk Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP)," kata narasumber Warta Ekonomi yang enggan dituliskan namanya pada Kamis, 28 Agustus 2025.

Hal yang dibuat Pemerintah Daerah Siak ini mencontohkan pandu tunda di Sungai Musi, khususnya yang melewati jembatan Ampera di Kota Palembang dengan Perwako Nomor 79 Tahun 2016 tentang Wajib Penundaan/Pandu bagi Kapal/Tongkang yang Melintasi di Bawah Jembatan Ampera.

Baca Juga: Kapolda Riau Tinjau Pembangunan Bank Pohon di Rumbai, Dorong Gerakan Penghijauan

Kota Palembang mendapatkan cuan setiap kapal yang melewati kolong Jembatan Ampera. Agar pengelolaan uang tersebut transparan, Pemko Palembang menunjuk Badan Usaha Pelabuhan (BUP).

"Nah, Pemkab Siak pun melakukan hal yang sama dengan menerbitkan Perbup Nomor 100 Tahun 2023," ujar sumber tersebut. 

Pada Pasal 4 Perbup Nomor 100 Tahun 2023 itu dibunyikan, untuk pemanduan dan penundaan kapal yang lewat di bawah jembatan TASL, Pemda Siak menunjuk BUMD, dan BUMD akan melakukan kerja sama dengan badan usaha yang memiliki izin untuk pemanduan dan penundaan kapal.

Namun, pada tahun 2024 Pemda Siak tiba-tiba melakukan revisi terhadap Perbup Nomor 100 Tahun 2003 tersebut menjadi Perbup Siak Nomor 87 Tahun 2024 tentang pengaturan dan pengawasan angkutan kapal yang melintas di bawah jembatan TASL.

Anehnya, tidak ada lagi dibunyikan Pemda Siak menunjuk BUMD untuk melakukan pemanduan dan penundaan kapal seperti yang dibunyikan pada Perbup No 100 Tahun 2023.

Di Perbup No 87 itu, tepatnya pada Pasal 5 hanya dibunyikan pelaksanaan pemanduan dan penundaan kapal dilaksanakan oleh KSOP atau Badan Usaha Pelabuhan (BUP), yang mendapat pelimpahan dari instansi yang berwenang, dan BUP yang mendapat pelimpahan tersebut dapat bekerja sama dengan BUP milik pemerintah daerah.

Dari hasil penelusuran, ternyata BUP yang mendapat pelimpahan tersebut adalah PT Pelindo Jasa Maritim (PJM) yang merupakan BUP sub holding PT Pelindo.

Sementara untuk memuluskan rencana Perbup Siak No 87 Tahun 2024, maka Pemkab Siak menunjuk PT Samudera Siak (SS) bekerja sama dengan PT PJM.

Namun anehnya, dalam perjanjian antara PT PJM dengan PT SS, pembagian hasil pendu kapal 70% untuk PT PJM, dan 30% untuk PT SS.

Anehnya lagi, dengan jatah hanya 30%, PT SS bekerja sama lagi dengan BUP PT Siak Cargo Samudra (SCS). Dimana dalam perjanjian kedua belah pihak terdapat pembagian keuntungan setelah dikeluarkan biaya lainnya PT SCM 70% dan PT SS hanya 30%.

"Kan aneh, sudahlah PT SS hanya mendapatkan 30% dari PT PJM, terus dari 30% itu, dibagi lagi 70% lagi ke PT SCS. Katanya PT SCS ini BUP. Tapi entah lah. Maksudnya begini, kenapa pula PT SS kerja sama lagi dengan BUP lain. Kan PT SS juga BUP. Yang bikin aneh lagi, pembagian yang didapat PT SS hanya 30% pula. Kan aneh," ujar sumber tersebut sambil geleng-geleng kepala.

Melihat fenomena ini, tentu muncul beberapa pertanyaan dari persoalan tersebut. Pertama kenapa tiba-tiba BUMD tidak lagi dilibatkan, kedua BUP yang ditunjuk oleh Pemda Siak untuk bekerja sama dengan BUP yang diberi pelimpahan oleh KSOP bukanlah BUP milik Pemkab Siak tetapi anak perusahaan BUMD Siak yaitu PT Sarana Pembangunan Siak (SPS) dan PT Siak Pertambangan Energi (SPE).

Ketiga, apa dasar pembagian antara PT PJM dengan PT. SS 70:30, keempat kenapa PT SS harus bekerja sama lagi dengan PT SCS dimana PT SCS dari data Kemenkumham bukanlah BUP. Lewat KBLI Nomor 52291, PT SCS merupakan perusahaan jasa pengurusan transportasi bergerak di bidang usaha pengiriman dan atau pengepakan barang dalam volume besar, melalui angkutan kereta api, angkutan darat, angkutan laut maupun angkutan udara. Kelima apa dasar pembagian antara PT SCM dengan PT SS itu 70:30.

"Hal yang paling perlu dilihat atau ditelaah apakah Kabupaten Siak mendapat benefit dari jasa pandu tersebut, kalau dari deviden PT SS jelas masih jauh, karena deviden PT SS masuk dulu sebagai pendapatan BUMD (PT. SPS dan PT. SPE), baru deviden BUMD ini yg masuk ke Pemda. Kalau PT SS-nya rugi bagaimana?, apalagi PT SS hanya mendapatkan 30% dari jasa pandu dan tunda. Itu pun dibagi lagi dan PT SS mendapatkan jatah paling kecil pula. Kalau dilihat dari fenomena yang ada, besar kemungkinan dan kepentingan beberapa pihak dalam hal ini. PT SS dan Dinas Perhubungan Siak sebagai leading sektor mestinya terbuka terkait permasalahan tersebut," jelasnya. 

Terpisah, mantan Manager Publik Relesion PT SS, Rolis Muchtar SH pun sempat terkejut mendengar adanya kerja sama terkait kapal tandu yang melintas di bawah Jembatan TASL.

Sebab, kata Rolis, selama ini Direktur hingga pihak-pihak terkait termasuk Dinas Perhubungan Siak tidak transparan soal kapal tandu tersebut. Menurutnya karena itu salah satu penyebab bangkrutnya PT SS.

Baca Juga: Kapolda Riau Sampaikan Belasungkawa atas Tragedi Ojol di Jakarta

"Saya saja sebagai manager tidak pernah dikasih tahu. Maka saya terkejut ada kerja sama soal itu," ujar Rolis kepada Warta Ekonomi, Jumat (29/8).

"Nah, kalau ternyata ada kerja sama kapal tandu, kenapa Jembatan Kaca Siak yang berdiri di tepi Sungai Siak dua kali ditabrak oleh kapal yang melintas. Kan aneh ni," tambahnya. 

Namun lebih jauh Rolis menjelaskan bahwa penyebab bangkrutnya PT SS disebabkan karena salah kelola. Semua kegiatan tanpa kajian mendasar hingga menyebabkan kerugian besar. 

"Pengelolaanya tidak berdasarkan kajian , tak pakai ratio, konsultan dan sebagainya. Sehingga PT SS mengalami kerugian yang sangat besar. Buktinya kapal tandu di bawah Jembatan TASL. Begitu juga penyediaan tunda pandu di Kawasan Industri Tanjung Buton," pungkasnya. 

Untuk diketahui, sebelumnya Direktur PT SS Juprizal diberhentikan secara tidak hormat. Direktur yang baru ditunjuk oleh pemegang saham PT SPS dan PT SPE yakni Dr Muksin yang merupakan pilihan Bupati Siak Afni Zulkifli.

Namun santer kabar Dr Muksin tiba-tiba mengundurkan diri sebelum dilantik. Penggantinya ditunjuk Supardi yang tinggal di Bekasi, Jawa Barat. Supardi merupakan pensiunan staf di Pelindo. Kabarnya Supardi merupakan orang dekat Kepala Dinas Perhubungan Siak Junaidi. 

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Sahril Ramadana
Editor: Amry Nur Hidayat

Advertisement

Bagikan Artikel: