Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Global Connections
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

CSIS Peringatkan Risiko Krisis Multidimensional, Desak Pemerintah Bangun Ulang Kepercayaan Publik

CSIS Peringatkan Risiko Krisis Multidimensional, Desak Pemerintah Bangun Ulang Kepercayaan Publik Kredit Foto: Istimewa
Warta Ekonomi, Jakarta -

Pusat Studi Strategis dan Internasional (CSIS) mengingatkan bahaya krisis multidimensional jika pemerintah terus mengabaikan akar permasalahan ekonomi dan sosial yang kini memicu gelombang protes. Krisis legitimasi fiskal, ketimpangan, dan beban hidup rakyat dinilai bisa menyeret Indonesia ke jurang serupa krisis 1997–1998.

“Sejarah mengajarkan, ketimpangan, kesulitan ekonomi, korupsi, dan lemahnya penegakan hukum dapat menimbulkan krisis multidimensional yang parah dan berkepanjangan. Jika masalah ini dibiarkan, risiko delegitimasi negara dan degradasi demokrasi akan meningkat,” kata Peneliti Senior Departemen Ekonomi Centre for Strategic and International Studies (CSIS), Deni Friawan, dalam media briefing, dikutip Sabtu (6/9/2025).

Deni menilai, gelombang demonstrasi di berbagai kota adalah akumulasi kekecewaan rakyat terhadap pemerintah yang dianggap abai dan boros dalam mengelola anggaran negara. Menurutnya, protes ini menjadi peringatan keras bagi pemerintahan Presiden Prabowo Subianto untuk segera melakukan pembenahan serius.

Sebagai solusi, Deni menekankan perlunya pemerintah membangun ulang kepercayaan publik melalui reformasi fiskal dan sikap keteladanan.

“Hentikan pemborosan anggaran, akhiri praktik rente politik, dan jangan menutup mata terhadap kondisi ekonomi yang memburuk,” tegasnya.

Baca Juga: Airlangga Pastikan Industri Padat Karya dan UMKM Jadi Fokus Ekonomi

Ia juga mendorong peningkatan akuntabilitas dan transparansi belanja negara serta layanan publik. Menurutnya, tuntutan masyarakat sipil yang selama ini disuarakan sejalan dengan kebutuhan reformasi mendesak.

“Sebagian besar tuntutan itu nyata dan memang perlu segera dijalankan,” ujarnya.

Selain itu, pemerintah didesak lebih terbuka terhadap dialog, bukan hanya dengan buruh, tetapi juga pelaku usaha.

“Tidak ada pertentangan mendasar antara buruh dan pengusaha. Kalau kita hanya mengancam pengusaha, itu justru memperburuk situasi bagi semua pihak,” kata Deni.

Ia menambahkan, pembenahan iklim usaha dan peninjauan ulang program prioritas yang tidak efektif harus menjadi agenda utama.

“Reformasi fiskal, dialog yang inklusif, dan keberpihakan pada rakyat adalah kunci untuk menghindari krisis multidimensional,” pungkasnya.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Uswah Hasanah
Editor: Amry Nur Hidayat

Advertisement

Bagikan Artikel: