Kredit Foto: Antara/Rivan Awal Lingga
INDEF mengatakan bahwa ketimpangan kekayaan di Indonesia kembali menjadi sorotan setelah laporan global menempatkan Indonesia pada posisi ke-6 dunia dengan kesenjangan tertinggi.
Berdasarkan data ini menunjukkan tantangan serius dalam pemerataan kesejahteraan di tengah pertumbuhan ekonomi.
Abdul Hakam Naja, Peneliti CSED INDEF, menyebutkan bahwa kesenjangan antara si kaya dan si miskin di Indonesia lebih cepat tumbuh dibandingkan negara lain.
“Laporan dari global inequality report tahun 2002 menyebutkan bahwa Indonesia adalah negara ke-6 dengan ketimpangan kekayaan tertinggi. Jadi begini, penghitungan purchasing itu adalah perhitungan dengan kemampuan belanja, sementara global inequality report ini adalah ketimpangan kekayaan. Kan bedanya, orang kaya punya duit berapa tapi konsumsinya atau belanjanya berapa, kan beda,” jelasnya dalam diskusi publik INDEF, Kamis (11/9/2025).
Baca Juga: Ternyata, Masih Ada 24 Juta Orang Hidup di Bawah Garis Kemiskinan
Lebih lanjut, Hakam menekankan bahwa fenomena ini terlihat jelas pada perbandingan pengeluaran.
“Tentu yang dibelanjakan tidak mungkin kalau untuk orang yang katanya kaya itu sebesar yang diperoleh. Ini yang sementara aku sempat menyebutkan dalam dokumen terakhir, kesenjangan antara terkaya dan termiskin di Indonesia tumbuh lebih cepat dibandingkan negara yang biasa,” ujarnya.
Sementara itu, data Indeks Gini juga memperlihatkan kondisi serupa. “Indeks Gini di Indonesia kita lihat nih ya, jadi perkotaan itu lebih tinggi. Tahun 2024 0,4, tahun 2025 0,39. Sementara yang di desa itu 0,38. Jadi ketimpangan di kota lebih tinggi meskipun jumlahnya lebih kecil,” kata Hakam.
Baca Juga: Prabowo Pasang Target Ambisius, Kemiskinan Ekstrem Mau Disapu Bersih
Dengan data tersebut, ia memaparkan bahwa di desa jumlah orang miskin banyak tetapi tidak terlalu timpang, mereka lebih dekat lah tingkat kesejahteraannya.
Ia menambahkan, tren ketimpangan sempat menurun pada 2024, tetapi belum cukup untuk mengatasi persoalan struktural.
“Ketimpangan dari tahun 2000 sampai tahun 2024 memang terjadi tren kenaikan, tapi kemudian ada kecenderungan penurunan di tahun 2024,” ujarnya.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Azka Elfriza
Editor: Annisa Nurfitri
Advertisement