Kredit Foto: Istimewa
EY-Parthenon baru-baru ini merilis survei terbarunya yang menunjukkan bahwa adopsi stablecoin dalam kalangan korporasi dan institusi keuangan semakin meningkat. Hal tersebut didorong kejelasan regulasi serta potensi penghematan biaya transfer global akibat regulasi dari stablecoin di Amerika Serikat (AS).
Dilansir Senin (22/9), EY-Parthenon mengatakan survei terbarunya menunjukkan tiga belas persen perusahaan telah menggunakan stablecoin, terutama untuk pembayaran lintas negara.
Baca Juga: Bank Italia Desak Uni Eropa Perjelas Aturan Stablecoin
Dari mereka yang belum mengadopsi, sebanyak lima puluh empat persen menyatakan siap menggunakan stablecoin dalam enam hingga dua belas bulan mendatang.
GENIUS Act juga menjadi sorotan karena dinilai sebagai titik balik penting dalam ekosistem stablecoin. Aturan tersebut menetapkan ketentuan cadangan (reserve requirements) serta proses persetujuan bagi penerbit stablecoin berbasis dolar dari AS. 350 eksekutif yang disurvei menilai kepastian hukum ini mengurangi ketidakpastian terkait likuiditas, perlakuan pajak, dan layanan kustodian.
Selain regulasi, efisiensi biaya menjadi pendorong utama. Sebanyak empat puluh satu persen pengguna stablecoin melaporkan penghematan minimal sepuluh persen dari biaya transaksi internasional.
Lebih jauh, responden memandang stablecoin akan menjadi bagian permanen dalam sistem keuangan global. Stablecoin diperkirakan dapat memfasilitasi hingga sepuluh persen pembayaran lintas negara di 2030.
Baca Juga: Dongkrak Ekosistem Kripto, Australia Hadirkan Kebijakan Ramah Stablecoin
Meski demikian, adopsi masih menghadapi hambatan infrastruktur. Hanya depalan persen bisnis yang saat ini menerima pembayaran langsung dalam bentuk stablecoin, dan banyak perusahaan berencana menggandeng mitra perbankan maupun fintech untuk integrasi.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Aldi Ginastiar
Tag Terkait:
Advertisement