Kredit Foto: Istimewa
Indonesia masih memegang predikat sebagai negara dengan cadangan nikel terbesar dunia. Namun, jika produksi terus berjalan pada tingkat saat ini, cadangan bijih nikel diperkirakan hanya bertahan hingga 34 tahun ke depan.
Berdasarkan Neraca Sumber Daya dan Cadangan Mineral dan Batu Bara Indonesia 2025 yang dirilis Badan Geologi Kementerian ESDM per Desember 2024, total cadangan bijih nikel tercatat 5,913 miliar ton. Jumlah itu terdiri dari cadangan terkira 3,818 miliar ton dan cadangan terbukti 2,095 miliar ton. Dengan asumsi produksi 173 juta ton per tahun seperti pada 2024, sisa umur cadangan diperkirakan sampai 34 tahun.
Direktur Eksekutif ReforMiner Institute, Komaidi Notonegoro, menilai prospek industri nikel Indonesia tetap cerah seiring program hilirisasi dan meningkatnya kebutuhan untuk industri kendaraan listrik atau electric vehicle (EV).
Baca Juga: Nikel Dongkrak Laba Antam Capai Rp5,14 Triliun per Juni 2025
“Kita memang menguasai sebagian cadangan nikel dunia dengan industri EV yang membutuhkan baterai sebagian besar komponennya dari nikel, saya kira prospeknya cukup baik,” ujar Komaidi, saat dihubungi, Ahad (21/9/2025).
Meski begitu, Komaidi mengingatkan perlunya kesadaran dalam memanfaatkan momentum tersebut tanpa mengesampingkan aspek lingkungan. Ia menyebut teknologi baterai EV juga berkembang dengan alternatif material lain, sehingga konsumsi nikel ke depan mungkin tidak sebesar saat ini.
“Awareness dari kita perlu untuk memanfaatkan peluang, tetapi juga menjaga kaidah penambangan yang tepat,” ujarnya.
Baca Juga: Kolaborasi SWF Indonesia di Sektor Strategis Seperti Hilirisasi Nikel dan Baterai EV
Sejumlah perusahaan tambang nikel disebut telah mengedepankan praktik berkelanjutan. PT Gag Nikel, misalnya, memperoleh penghargaan Program Penilaian Kinerja Perusahaan (Proper) hijau berkat kepatuhan tata kelola lingkungan dan pemberdayaan masyarakat. Tambang di Pulau Gag, yang berjarak 30–40 kilometer dari destinasi wisata Raja Ampat, beroperasi di luar kawasan sensitif ekologis.
PT Vale Indonesia Tbk (INCO) juga menjadi pemain lama di pasar global lewat produksi nikel matte untuk baja tahan karat dan bahan dasar baterai. Dengan wilayah tambang di Sulawesi Selatan, Sulawesi Tengah, dan Sulawesi Tenggara, Vale dikenal konsisten menerapkan praktik pertambangan berkelanjutan.
Sementara itu, PT Trimegah Bangun Persada Tbk (NCKL) atau Harita Nickel mengoperasikan pertambangan dan pemrosesan nikel terintegrasi di Pulau Obi, Maluku Utara. Perusahaan ini memiliki fasilitas smelter saprolit dengan teknologi Rotary Kiln Electric Furnace (RKEF) sejak 2017, serta refinery nikel limonit dengan teknologi High Pressure Acid Leaching (HPAL) sejak 2021, untuk mendukung program hilirisasi pemerintah.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Annisa Nurfitri
Editor: Annisa Nurfitri
Advertisement