Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Global Connections
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

INDEF Kritik Fokus Pemerintah pada Ekspansi Fiskal

INDEF Kritik Fokus Pemerintah pada Ekspansi Fiskal Kredit Foto: Antara/Arnas Padda
Warta Ekonomi, Jakarta -

INDEF  menilai pemerintah terlalu menitikberatkan pada ekspansi fiskal untuk mengatasi stagnasi ekonomi, padahal hambatan utama justru berada di sektor riil. 

Direktur INDEF, Eisha Maghfiruha Rachbini, PhD, menegaskan bahwa kebijakan fiskal semata tidak menyelesaikan persoalan struktural di lapangan.

Menurut Eisha, sektor riil masih dibebani masalah kebijakan dan lingkungan bisnis yang belum kondusif, serta rendahnya kepercayaan pelaku usaha. 

"Permasalahan utama bukan pada masalah fiskal, tetapi pada sektor riil yang masih sangat berat dengan masalah kebijakan dan lingkungan bisnis yang belum kondusif," ujarnya dalam keterangan, Senin (29/9/2025).

Baca Juga: Stimulus Fiskal dan Belanja Pemerintah Diharapkan Dorong Ekonomi Kuartal IV

Data menunjukkan lemahnya sektor riil sepanjang semester I 2025. Penjualan kendaraan turun signifikan, baik wholesale sebesar 8,6% maupun retail 9,5%. PMI manufaktur tercatat berada di zona kontraksi sepanjang Triwulan II 2025. 

Selain itu, investasi asing langsung (FDI) turun dari Rp217,3 triliun menjadi Rp202,2 triliun akibat ketegangan geopolitik dan proteksionisme global.

Permintaan domestik pun melemah. Konsumsi rumah tangga melambat, inflasi meningkat menjadi 2,37% pada Januari–Juli 2025 dibanding 1,07% pada periode sama tahun sebelumnya, serta PHK naik 32% pada semester I 2025. Indeks Keyakinan Konsumen juga tercatat menurun dari 121,1 pada Maret menjadi 117,8 pada Juni 2025.

Eisha menambahkan, penempatan dana pemerintah di perbankan hanya memindahkan likuiditas tanpa mendorong kredit sektor riil. Padahal, likuiditas perbankan masih cukup longgar, dengan rasio LDR 87% di bawah ambang batas aman OJK 94%. Pertumbuhan kredit Juli 2025 sebesar 6,7% hampir seimbang dengan pertumbuhan DPK 6,6%, sementara rasio AL/DPK berada di kisaran 27%.

"Masalah utama perbankan bukan terletak pada keterbatasan likuiditas," tegas Eisha. 

Baca Juga: Ekonom Proyeksi BI Rate Turun, Sejalan dengan Stimulus Fiskal Pemerintah

Ia menilai lemahnya permintaan kredit justru menggambarkan ketidakpastian dunia usaha. Banyak pelaku usaha lebih memilih menahan ekspansi ketimbang memanfaatkan pinjaman, terlihat dari pertumbuhan undisbursed loan yang mencapai 9,51% pada Juni 2025.

Ia menekankan, injeksi likuiditas yang berlebihan tanpa reformasi struktural akan memperlebar jarak antara sektor moneter dan riil. 

Menurutnya, strategi yang lebih efektif adalah mendorong daya beli rumah tangga, memperbaiki kepercayaan konsumen, serta memperkuat iklim investasi. 

"Kebijakan fiskal saja tidak menjawab dan menyelesaikan hambatan dalam mendorong pertumbuhan ekonomi sektor riil," pungkasnya.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Azka Elfriza
Editor: Annisa Nurfitri

Advertisement

Bagikan Artikel: