Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Global Connections
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

CIPS Sarankan Pemerintah Tunda Perluasan MBG HIngga Regulasi Jelas

CIPS Sarankan Pemerintah Tunda Perluasan MBG HIngga Regulasi Jelas Kredit Foto: Rahmat Saepulloh
Warta Ekonomi, Jakarta -

Pusat kajian kebijakan publik menilai lemahnya tata kelola Program Makan Bergizi Gratis (MBG) berpotensi memunculkan inefisiensi dan pemborosan penggunaan anggaran negara.

Diketahui bahwa pemerintah bahkan melakukan evaluasi mendesak secara menyeluruh demi bisa memperluas cakupan dan menambah alokasi program.

Jimmy Daniel Berlianto, Peneliti dan Analis Kebijakan Center for Indonesian Policy Studies (CIPS, menjelaskan bahwa akar persoalan pelaksanaan MBG terletak pada belum adanya kerangka regulasi yang jelas.

“Tantangan tata kelola Program MBG muncul karena belum adanya kerangka regulasi yang jelas. Pemerintah perlu melakukan evaluasi menyeluruh dan segera menyiapkan dasar aturan yang kuat agar program berjalan efektif dan akuntabel,” ujarnya dalam keterangan tertulis, Kamis (30/10/2025).

Baca Juga: Dampak MBG Baru Akan Terasa Setelah Setahun, Ini Penjelasan Ahli Gizi

Hingga saat ini, Program MBG belum memiliki payung hukum dalam bentuk Undang-Undang (UU) maupun Peraturan Presiden (Perpres).

Dengan ketiadaan dasar hukum tersebut menimbulkan ketidakpastian dalam pembagian peran antar lembaga. Akibatnya, koordinasi dan pengawasan menjadi lemah, termasuk dalam penanganan kasus keracunan makanan yang terjadi di sejumlah daerah.

“Kasus keracunan, misalnya, baru mendorong Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) untuk terlibat lebih aktif dalam pelaksanaan program,” ungkap Jimmy.

Ia menambahkan, regulasi yang kuat dibutuhkan untuk memperjelas kewenangan antar instansi terkait seperti Badan Gizi Nasional (BGN) dan Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah (Kemendikdasmen), agar koordinasi berjalan efektif dan akuntabel.

Saat ini, dokumen teknis seperti petunjuk pelaksanaan dan pedoman masih merujuk pada aturan umum terkait pangan dan gizi, sehingga belum dapat dijadikan acuan khusus dalam tata kelola MBG.

Baca Juga: Luhut Tak Mau Program MBG Berhenti, Bakal Jalan Terus dan Dibenahi

Jimmy menegaskan, dengan target menjangkau 82,9 juta penerima manfaat hingga akhir 2025 dan penyelesaian program pada Maret 2026, tanpa perbaikan tata kelola, risiko pemborosan anggaran akan semakin besar. 

“Pelaksanaan Program MBG tanpa perbaikan tata kelola hanya akan memperbesar skala masalah yang sudah ada, seperti keracunan, gizi tidak terstandar, dan keterlambatan di daerah 3T,” katanya.

CIPS pun merekomendasikan agar pemerintah menunda perluasan program sebelum evaluasi menyeluruh dilakukan.

Pemerintah juga diminta melibatkan pemangku kepentingan daerah sebagai aktor inti serta menjadikan sekolah sebagai pusat pengelolaan program agar pelaksanaan lebih efisien dan sesuai kebutuhan lokal.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Azka Elfriza
Editor: Annisa Nurfitri

Advertisement

Bagikan Artikel: