Kredit Foto: Rena Laila Wuri
Pemerintah menegaskan komitmen kuat untuk mempercepat transisi menuju ekonomi hijau melalui pengembangan teknologi carbon capture and storage (CCS). Sejumlah investor global kini mulai mengucurkan investasi besar ke proyek-proyek penyimpanan karbon di Indonesia.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan, tiga raksasa energi dunia—Jepang, BP, dan ExxonMobil—telah menyatakan komitmen investasi senilai USD 15 miliar untuk proyek CCS di Tanah Air.
“Untuk CCS, beberapa investor besar seperti Jepang, BP, dan ExxonMobil sudah berkomitmen dengan nilai investasi sekitar USD 15 miliar,” ujar Airlangga dalam doorstop usai CEO Forum, Senin (4/11).
Baca Juga: Proyek Abadi Masela Capai Tahap CCS, Siap Masuki Fase FEED Menuju Produksi 2030
Airlangga menjelaskan, CCS menjadi salah satu instrumen utama dalam upaya mencapai target Net Zero Emission (NZE) lebih cepat dari rencana awal. Pemerintah berkomitmen mempercepat target dari 2060 menjadi 2050, dengan mengandalkan kombinasi energi terbarukan dan teknologi penangkapan karbon.
"Pemerintah berkomitmen mempercepat target net zero emission dari 2060 menjadi lebih cepat 10 tahun, dengan fokus pada panel surya, hidro, panas bumi, serta pengembangan carbon capture and storage (CCS),” tegasnya.
Berdasarkan data Kementerian ESDM dan SKK Migas sejumlah proyek CCS kini sedang dalam tahap studi dan pengembangan.
BP Indonesia menggarap proyek CCS di fasilitas Tangguh LNG, Kalimantan Timur, dengan nilai investasi awal sekitar USD 3–5 miliar, ditargetkan beroperasi 2028.
Baca Juga: Revitalisasi Tangki LNG Arun Capai 81%, PGN Siapkan Lompatan Bisnis Gas Nasional
ExxonMobil menyiapkan carbon storage hub di kawasan Laut Natuna, memanfaatkan lapangan gas tua sebagai lokasi penyimpanan CO₂.
Dari Jepang, JOGMEC dan Mitsui bekerja sama dengan SKK Migas dalam studi kelayakan CCS di Rokan, Riau. Terdapat pula proyek perusahaan Jepang yakni Inpex siap mengembangkan pula CCS di Blok Masela.
Selain itu, laporan Warta Ekonomi mencatat bahwa total nilai investasi potensial untuk tiga proyek CCS utama di Indonesia dapat mencapai USD 38 miliar, dengan proyeksi operasional sekitar tahun 2030.
Kapasitas Penyimpanan 577 Gigaton, Bertahan 1.000 Tahun
Indonesia memiliki potensi penyimpanan karbon hingga 577,62 gigaton CO₂, yang terdiri dari 4,85 gigaton di reservoir minyak dan gas yang sudah habis, serta 572,77 gigaton di saline aquifer.
Menurut kajian Global CCS Institute dan Kementerian ESDM, kapasitas sebesar ini dapat menampung seluruh emisi domestik Indonesia selama 1.000 tahun jika dioptimalkan untuk penyimpanan nasional.
Baca Juga: bp dan Mitsubishi RI Kembangkan Metodologi CCUS di Bawah Skema JCM Jepang–Indonesia
Dengan kapasitas tersebut, Indonesia berpeluang menjadi hub CCS di Asia, melayani negara-negara industri seperti Jepang, Korea Selatan, dan Singapura yang membutuhkan penyimpanan lintas batas.
Regulasi dan Insentif Fiskal Diperkuat
Pemerintah menyiapkan kerangka regulasi untuk mempercepat proyek CCS, mencakup aspek kepemilikan karbon tersimpan, mekanisme perizinan lintas wilayah, dan skema perdagangan karbon.
Dari sisi fiskal, pelaku usaha yang berinvestasi di teknologi rendah karbon memperoleh super deduction tax hingga 300 persen, sebagaimana diatur dalam PMK 153/PMK.010/2022.
Pemerintah juga berencana memasukkan proyek CCS ke dalam Proyek Strategis Nasional (PSN) guna mempercepat realisasi investasi serta memberikan kepastian hukum bagi mitra internasional.
Kebutuhan Framework Industri
Direktur Eksekutif Indonesia CCS Center, Belladonna Troxylon Maulianda, menilai pengembangan CCS akan menjadi fondasi penting bagi strategi dekarbonisasi Indonesia, namun perlu didukung oleh kebijakan fiskal dan hukum yang lebih matang.
Baca Juga: Menuju COP30, Indonesia Perbarui Komitmen Emisi dan Perkuat Diplomasi Karbon
“Indonesia memiliki potensi penyimpanan karbon yang luar biasa besar, mencapai lebih dari 570 gigaton. Namun untuk menjadikannya hub CCS Asia, kita butuh framework industri yang jelas — mulai dari regulasi penyimpanan lintas batas, harga karbon, hingga skema pembagian risiko antara pemerintah dan swasta,” ujar Belladonna.
Ia menambahkan, total investasi yang saat ini sedang dalam pipeline mencapai USD 38 miliar, dan nilai itu bisa terus meningkat seiring penguatan komitmen global terhadap dekarbonisasi industri berat.
“Jika seluruh proyek ini terealisasi, Indonesia tidak hanya menjadi penyimpan karbon, tapi juga pusat teknologi CCS regional yang membuka lapangan kerja baru dan memperkuat ketahanan energi,” tambahnya.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Rahmat Dwi Kurniawan
Editor: Djati Waluyo
Tag Terkait:
Advertisement