BPK Soroti Tata Kelola PSN, Dorong Penguatan Transparansi dan Sinergi Pembangunan Nasional
Kredit Foto: Antara/Indrianto Eko Suwarso
Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) kembali menyoroti tren berulang dalam tata kelola Proyek Strategis Nasional (PSN) yang dinilai masih menyisakan berbagai kelemahan, mulai dari perencanaan hingga pelaksanaan di lapangan.
Menyikapi hal tersebut, Sekretaris Pendiri Indonesian Audit Watch (IAW), Iskandar Sitorus, menyerukan perlunya langkah korektif untuk memperkuat transparansi, akuntabilitas, dan kesesuaian regulasi dalam setiap program pembangunan nasional.
Iskandar menilai, sejumlah temuan BPK menunjukkan bahwa sebagian proyek besar pemerintah belum sepenuhnya sejalan dengan prinsip perencanaan yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional.
Menurutnya, kasus penetapan proyek Rempang Eco-City sebagai PSN menjadi contoh konkret pentingnya pengawasan yang lebih ketat terhadap kebijakan lintas kementerian.
“BPK mencatat dalam Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester (IHPS) I Tahun 2023, ada lebih dari 9.000 temuan senilai Rp18,19 triliun. Ini menunjukkan bahwa tantangan akuntabilitas masih besar, terutama dalam proyek-proyek strategis,” ujar Iskandar, Jumat (7/11/2025).
IAW menyoroti bahwa sebagian proyek strategis nasional belum memiliki Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) yang memadai, dan sebagian lainnya mengalami pembengkakan biaya tanpa tindak lanjut yang tuntas.
Baca Juga: BPKP: Auditor Internal Harus Adaptif di Era Digital Governance
Iskandar menilai kondisi tersebut perlu disikapi dengan penguatan peran lembaga perencana seperti Bappenas serta sinergi dengan DPR untuk memastikan arah pembangunan sesuai dengan RPJMN yang telah disahkan melalui Peraturan Presiden.
“Setiap proyek strategis seharusnya bersumber dari RPJMN, bukan sebaliknya. Jika peraturan menteri bisa menetapkan proyek baru tanpa dasar perencanaan nasional yang jelas, maka tata kelola bisa kehilangan arah,” jelasnya.
Lebih lanjut, Iskandar menegaskan pentingnya memperhatikan hierarki peraturan perundang-undangan agar tidak terjadi tumpang tindih kewenangan antar lembaga. Ia menilai, harmonisasi kebijakan menjadi kunci untuk mencegah penyimpangan administrasi yang dapat menimbulkan kerugian publik di kemudian hari.
Sebagai langkah korektif, Indonesian Audit Watch (IAW) mengusulkan moratorium penetapan proyek strategis baru hingga dilakukan revisi terhadap Peraturan Pemerintah Nomor 56 Tahun 2018 yang menjadi dasar kewenangan penetapan PSN.
Selain itu, IAW juga mendorong BPK, Ombudsman, dan KPK melakukan audit forensik terhadap proyek-proyek yang berpotensi menimbulkan dampak sosial dan lingkungan signifikan, termasuk proyek Rempang Eco-City.
“Perbaikan tata kelola bukan untuk menyalahkan siapa pun, tetapi agar arah pembangunan nasional tetap sejalan dengan konstitusi dan prinsip keadilan bagi masyarakat,” tegasnya.
Iskandar juga mengingatkan bahwa laporan BPK selama dua dekade terakhir menunjukkan pentingnya pembenahan sistemik. Ia menilai, ketika lembaga perencana, pengawas, dan pelaksana pembangunan dapat bekerja secara selaras dan transparan, maka manfaat proyek strategis nasional dapat dirasakan lebih luas oleh rakyat.
“Negara perlu belajar dari setiap temuan BPK. Keterbukaan, partisipasi publik, dan kepatuhan pada peraturan adalah kunci agar pembangunan tidak hanya besar di atas kertas, tetapi juga berdampak nyata bagi kesejahteraan,” pungkasnya.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Rahmat Saepulloh
Editor: Amry Nur Hidayat
Advertisement