Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Global Connections
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

Citi Soroti Pertumbuhan Kredit yang Masih Selektif, Demand Lemah Jadi Tantangan Utama Perbankan

Citi Soroti Pertumbuhan Kredit yang Masih Selektif, Demand Lemah Jadi Tantangan Utama Perbankan Kredit Foto: Sufri Yuliardi
Warta Ekonomi, Jakarta -

Citi Indonesia menilai pertumbuhan kredit perbankan nasional masih bersifat selektif di tengah lemahnya permintaan dan tekanan biaya dana (cost of fund) yang belum sepenuhnya mereda. 

Kondisi tersebut tercermin dari pertumbuhan kredit industri yang tercatat 7,7%, sementara dana pihak ketiga (DPK) tumbuh 8,4% hingga periode terbaru.

CEO Citi Indonesia, Batara Sianturi, menjelaskan bahwa dinamika permintaan kredit (loan demand) masih menjadi tantangan utama bagi perbankan, meskipun kondisi likuiditas secara keseluruhan berada dalam posisi yang memadai.

“Pertumbuhan kredit 7,7% dan dana pihak ketiga 8,4% menunjukkan perbankan masih berada dalam kondisi yang cukup solid. Namun permintaan kredit belum sepenuhnya pulih,” ujar Batara dalam paparan media, dikutip Rabu (19/11/2025).

Baca Juga: Citi Indonesia Optimistis Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Sentuh 5,3% di 2026

Batara menyampaikan bahwa transmisi penurunan suku bunga dari Bank Indonesia (BI) ke suku bunga kredit masih dalam proses. 

Dari total penurunan suku bunga BI sebesar 150 basis poin sejak tahun lalu, baru sekitar 18 basis poin yang tercermin ke penurunan suku bunga kredit—lebih baik dibandingkan 10 basis poin pada bulan sebelumnya, tetapi masih jauh dari target 45 basis poin.

“Transmisi sudah bergerak ke arah yang lebih baik, tetapi masih belum mencapai target pemerintah sebesar 30% dari total penurunan BI rate,” kata Batara.

Ia menambahkan bahwa penurunan suku bunga DPK biasanya terjadi lebih dulu sebelum penurunan suku bunga kredit, sehingga tekanan biaya dana masih menjadi faktor penahan agresivitas ekspansi bank.

Citi menegaskan likuiditas industri perbankan tetap sehat. Loan to Deposit Ratio (LDR) rupiah berada di level 91%, sementara LDR valas tercatat sekitar 73%. Bagi Citi sendiri, LDR valuta asing berada di posisi 63%, menandakan tidak adanya tekanan likuiditas dolar.

“Ketersediaan likuiditas baik rupiah maupun valas masih mencukupi. Tidak ada indikasi keketatan likuiditas di sektor perbankan,” tegas Batara.

Baca Juga: Laba Citi Indonesia Naik Rp2,3 Triliun pada Kuartal III 2025

Batara menilai mulai masuknya likuiditas dari investor multinasional menunjukkan tanda pemulihan, tetapi belum cukup mengangkat permintaan kredit secara luas. 

Dana yang masuk sebagian besar digunakan untuk investasi awal seperti pembelian tanah, capex, dan opex—terutama pada sektor teknologi dan data center.

“Ada sinyal pemulihan dari klien multinasional yang mulai membawa likuiditas ke Indonesia, tetapi dari sisi permintaan kredit secara industri belum mengalami lompatan signifikan,” ujarnya.

Menurut Citi, outlook permintaan kredit berpotensi membaik pada 2026 seiring penurunan suku bunga BI yang diekspektasikan berlanjut dan membaiknya kondisi global.

Namun, Batara menegaskan bahwa efektivitas pemulihan akan bergantung pada kemampuan transmisi suku bunga kredit serta perbaikan sentimen korporasi.

“Demand akan sangat menentukan. Likuiditas ada, pricing makin baik, tapi kita masih menunggu permintaan yang lebih kuat,” ucapnya.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Uswah Hasanah
Editor: Annisa Nurfitri

Advertisement

Bagikan Artikel: