Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Global Connections
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

Kemenperin Siapkan Skema Insentif untuk Perluas Mobil Hybrid

Kemenperin Siapkan Skema Insentif untuk Perluas Mobil Hybrid Kredit Foto: Istimewa
Warta Ekonomi, Jakarta -

Kementerian Perindustrian (Kemenperin) tengah menyiapkan usulan kebijakan insentif baru bagi industri otomotif nasional yang dinilai memiliki multiplier effect besar terhadap perekonomian. Insentif tersebut diarahkan untuk mendorong peningkatan produksi lokal kendaraan hybrid electric vehicle (HEV), seiring makin luasnya basis industri yang telah berinvestasi dan mencapai tingkat komponen dalam negeri (TKDN) tinggi. Langkah ini diambil sebagai respons atas ketimpangan struktur insentif antara kendaraan hybrid dan battery electric vehicle (BEV), yang dinilai memengaruhi perkembangan industri otomotif ramah lingkungan di Indonesia.

Saat ini, kendaraan hybrid hanya menikmati insentif PPnBM sebesar 3% yang akan berakhir pada akhir tahun. Nilai tersebut jauh lebih kecil dibandingkan BEV produksi lokal yang memperoleh PPN ditanggung pemerintah (DTP) 10%, PPnBM 0%, serta bebas PKB dan BBNKB sehingga hanya membayar pajak sekitar 2% apabila memenuhi TKDN tertentu. Bahkan BEV impor skema uji pasar memperoleh keringanan bea masuk 50% hingga akhir 2025. Ketimpangan ini dinilai sejumlah pengamat perlu ditata ulang untuk menjaga daya saing industri dan memulihkan permintaan domestik yang turun 10,6% per Oktober 2025.

Baca Juga: TRON Gandeng NBRI Perkuat Ekosistem EV Lewat Riset dan Digitalisasi Baterai

Peneliti senior LPEM FEB UI, Riyanto, menyebut insentif untuk kendaraan hybrid belum setara dengan kontribusinya terhadap pengurangan emisi dan peningkatan efisiensi energi. “Segmen ini perlu diberikan kebijakan yang lebih fair dengan basis reduksi emisi dan TKDN. Insentif untuk HEV saat ini belum fair,” ujarnya. Ia menilai revisi kebijakan yang lebih seimbang penting dilakukan mengingat kapasitas produksi lokal kendaraan hybrid terus bertambah.

Dorongan terhadap insentif kendaraan hybrid juga menjadi relevan karena semakin banyak produsen yang telah memproduksi model hybrid di dalam negeri (lokal). Honda kini merakit HR-V e:HEV di pabriknya di Karawang, Wuling Indonesia memproduksi Almaz Hybrid di Bekasi. Yang terbaru New Toyota Veloz HEV yang diproduksi secara lokal di Pabrik Karawang dengan TKDN 80% lebih. Kehadiran New Toyota Veloz HEV menambah jajaran kendaraan HEV Toyota yang produksi lokal di Indonesia. Sebelumnya, Toyota Indonesia sudah memproduksi Toyota Kijang Innova Zenix HEV pada 2022 dan Toyota Yaris Cross HEV pada 2023 di pabrik Karawang Jawa Barat.

Menurut Riyanto, bertambahnya model HEV lokal tersebut telah menyerap ribuan tenaga kerja di lini manufaktur, rantai pasok komponen, hingga distribusi dan penjualan. Rantai pasok hybrid yang cenderung lebih panjang dibanding kendaraan impor utuh dinilai memberikan kontribusi ekonomi yang signifikan, sehingga memperkuat argumen perlunya kebijakan insentif yang lebih berimbang.

Riyanto memperkirakan permintaan kendaraan hybrid pada 2026 akan meningkat setelah insentif BEV CBU berakhir. “Yang jelas tahun depan HEV akan lebih baik dari tahun ini, karena tahun ini BEV CBU yang penjualannya menggerus pasar BEV CKD dan juga HEV. Estimasi saya kalau HEV bisa 5% market share-nya,” katanya.

Ia menilai BEV dan hybrid akan melayani segmen pasar berbeda, terutama karena kesiapan infrastruktur pengisian daya belum merata. “Ya kalau BEV pasti konsumen di kota karena perlu SPKLU. Untuk hybrid perlu lebih banyak sosialisasi ke daerah terutama luar Jawa,” ucapnya.

Baca Juga: PT Toyota-Astra Motor (TAM) Luncurkan New Veloz HEV (Hybrid), Harga Spesial di GJAW Rp299 Juta

Pengamat otomotif Bebin Djuana juga menilai kendaraan hybrid seharusnya mendapat perhatian fiskal lebih besar. “Jika fokus kita pada emisi tentunya hybrid perlu diperhitungkan, bukan hanya BEV. BEV memang tidak menyumbang emisi, sedangkan hybrid mengurangi emisi, pada saat yang sama juga mengurangi pemakaian BBM. Sudah sepatutnya pajaknya dikurangi,” ujarnya.

Menurutnya, pertumbuhan pasar hybrid sangat bergantung pada besaran insentif pajak dan kecepatan produsen menghadirkan model-model baru. “Besarnya peningkatan tergantung berapa besar potongan pajak dan kecepatan pabrik menyerahkan model-model terbaru,” katanya.

Lebih jauh, ia menilai dinamika pasar kendaraan listrik dan hybrid tahun depan akan ditentukan oleh kemampuan industri dalam negeri memproduksi kendaraan secara efisien dan kompetitif. “(Pasar BEV dan Hybrid tahun depan) Tergantung kesiapan produksi BEV dalam negeri, mampukah produksi dengan efisien dengan kualitas setara,” ujarnya.

Sebelumnya, Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita menegaskan bahwa sektor otomotif memiliki dampak turunan besar terhadap berbagai sektor ekonomi. Ia menyatakan Kemenperin sedang merampungkan usulan insentif fiskal untuk 2026 dengan fokus utama perlindungan tenaga kerja sekaligus percepatan investasi. “Harapan kami, sektor otomotif mendapat perhatian khusus, sehingga ada perlindungan terhadap tenaga kerja yang sudah ada dan menciptakan lapangan kerja baru,” kata Agus.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Annisa Nurfitri
Editor: Annisa Nurfitri

Advertisement

Bagikan Artikel: