Potensi Upside Risk pada Ekonomi 2026 Diproyeksikan Lebih Tinggi dari Downside Risk
Kredit Foto: Youtube Sekretariat Presiden
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto memproyeksikan potensi upside risk pada pertumbuhan ekonomi Indonesia di 2026 lebih tinggi daripada downside risk.
Hal tersebut terlihat dari situasi Indonesia dalam menangani krisis global, khususnya tenatang tarif respirokal yang ditetapkan Amerika Serikat (AS). Ditambah dengan perekonomian Indonesia yang tetap tumbuh di tengah ketidakpastian global.
Baca Juga: Manufaktur dan Pertanian Kembali Jadi Motor Ekonomi RI
Pada Triwulan III-2025, perekonomian nasional tumbuh sebesar 5,04% (yoy). MI Manufaktur ekspansif di level 53,3 pada November 2025. IHSG mencapai 8.640, menjadi prospek untuk pengembangan sektor riil. Inflasi November 2025 sebesar 2,72% (yoy). Pertumbuhan Kredit Oktober 2025 sebesar 7,36% (yoy).
Keyakinan konsumen meningkat signifikan, dimana IKK 121,2 pada Oktober 2025. Belanja masyarakat juga terus menguat, dimana Mandiri Spending Index Mid sebesar 312,8 pada November 2025.
Ini disampaikan Menko Airlangga dalam acara Metro TV Top CEO Awards 2025 di Jakarta, Kamis (4/12/2025).
“Kita melihat dengan situasi seperti ini, serta geopolitik di kuartal pertama, dimana ketidakpastian tinggi dan di kuartal kedua Presiden AS Donald Trump mengenakan tarif tinggi namun Indonesia berhasil negosiasi dari 32 turun ke 19 persen. Maka hampir seluruh isu headwind di tahun 2025 sudah price in di nilai rupiah kita, di saham kita, di tingkat suku bunga kita. Maka kami melihat pertumbuhan 2026 itu potensi upside risk lebih tinggi daripada downside risk. Indonesia melihat bahwa baseline daripada pertumbuhan 5,4 dari APBN. Sehingga tentu there is not much bad news will coming up in the next few years,” ujarnya, dikutip dari siaran pers Kemenko Perekonomian, Jumat (5/12).
Menko Airlangga juga menyampaikan bahwa berbagai lembaga internasional seperti Bank Dunia dan IMF dalam pertemuan G20 di Afrika Selatan menilai prospek perekonomian global tahun depan lebih optimistis dibandingkan tahun-tahun sebelumnya. ASEAN, khususnya Indonesia, disebut sebagai bright spot dalam pasar global, terlebih karena Indonesia memimpin ASEAN yang saat ini menjadi kawasan dengan pertumbuhan ekonomi tertinggi di tingkat regional.
Sehingga, pertumbuhan ekonomi global ke depan banyak bergantung pada dinamika di kawasan Indo-Pasifik, dimana Cina sebagai ekonomi besar di kawasan, bersama ASEAN, Jepang, dan Korea, diharapkan menjadi penggerak utama perekonomian dunia.
Dalam rangka menuju negara berpendapatan tinggi, salah satu sektor kunci yang sedang didorong Pemerintah adalah transformasi ekonomi, mulai dari hilirisasi industri, ekonomi hijau, dan digitalisasi. Investasi hilirisasi Indonesia sepanjang Januari-September 2025 sudah mencapai Rp413,4 triliun.
Ke depan, hilirisasi diperluas ke bauksit, tembaga, timah, rumput laut, pertanian modern, dan terutama EV battery ecosystem. Terkait ekonomi hijau, Indonesia memiliki potensi CCS hingga 600 gigaton.
Sedangkan, dari sisi digitalisasi, nilai ekonomi digital Indonesia mencapai USD90 miliar di 2024 dan diproyeksikan meningkat menjadi USD360 miliar di tahun 2030. Berbagai program peningkatan kapasitas talenta digital juga digalakkan, seperti Digital Talent Scholarship, HUB ID, dan Program Magang.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Ulya Hajar Dzakiah Yahya
Editor: Ulya Hajar Dzakiah Yahya
Tag Terkait:
Advertisement