Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Global Connections
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

Butuh Penanganan Ekstra, BRR Tsunami 2004 Sebut Bencana Banjir-Longsor Sumatera 2025 Lebih Kompleks

Butuh Penanganan Ekstra, BRR Tsunami 2004 Sebut Bencana Banjir-Longsor Sumatera 2025 Lebih Kompleks Kredit Foto: Rahmat Saepulloh
Warta Ekonomi, Jakarta -

Para ahli dan pelaku utama Badan Rehabilitasi dan Rekonstruksi (BRR) Aceh-Nias Pascatsunami 2004 memperingatkan bahwa bencana hidrometeorologi yang melanda Sumatera akhir November 2025 lalu menuntut kepemimpinan dan pendekatan yang lebih mendalam serta kompleks dibanding penanganan tsunami dahsyat 21 tahun silam. 

Peringatan ini disampaikan dalam Sarasehan Daring Pemulihan Andalas bertajuk “Pembelajaran dari Aceh-Nias: Rekoleksi Pengetahuan”, Sabtu (6/12/2025).

Dalam acara tersebut dihadiri oleh para eks-pegawai BRR, seperti hadir Heru Prasetyo, William Sabandar, Amin Subekti, Sudirman Said, dan Nannie Hudawati. hadir juga Avi Mahaningtyas sebagai eks-mitra BRR dan dipandu oleh Yanuar Nugroho eks-pegawai UKP4.

Sarasehan ini menjadi bentuk kepedulian atas penanganan bencana banjir dan tanah longsor di Sumatera. Selain itu, acara ini juga sebagai wadah untuk berbagi pengalaman dan pengetahuan.

Bencana yang dipicu Topan Senyar tersebut telah menewaskan hampir 900 jiwa. Selain itu, menurut data Badan Nasional Penanggulangan Bencana, per 4 November 2025, ada sekitar 500 orang hilang dan jutaan mengungsi di Aceh, Sumatera Utara, dan Sumatera Barat. Infrastruktur seperti listrik, komunikasi, jalan, dan jembatan banyak yang terputus sehingga menghambat distribusi bantuan.

Heru Prasetyo, mantan Direktur Hubungan Luar Negeri & Donor BRR Aceh-Nias, menyatakan bahwa bencana ini bukan sekadar soal manajemen bencana alam. 

"Yang kita hadapi saat ini menuntut leadership yang barangkali lebih dalam. Yang ditangani di depan mata bukan semata soal bencana alam, tapi juga bencana lingkungan hidup, dan lain-lain," ujarnya. 

Baca Juga: Menhut Siap Tindak Tegas Pelaku di Balik Kayu Gelondongan Banjir Sumbar–Sumut

Pada 21 tahun silam, Indonesia dilanda bencana nasional gempa bertsunami. Aceh hingga Nias luluh lantak dan kehilangan 130.000-an jiwa. Melalui BRR yang dibentuk Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada 16 April 2005, Aceh dan Nias dapat pulih bahkan bangkit lebih baik dari sebelumnya.

Sementara itu, ia menegaskan, "Bencana Sumatera lebih dalam daripada tsunami, karena merupakan kombinasi dari tsunami Aceh, Covid-19, Lapindo, dan perubahan iklim."

Sudirman Said, mantan Deputi Kelembagaan dan SDM BRR, mengungkapkan skala kerusakan yang luar biasa. 

"Ditinjau dari luas landaannya, bencana Sumatera 2025 ini sudah melampaui tsunami 2004. Kalau di-impose, wilayahnya setara dengan Pulau Jawa, Madura, dan Bali," paparnya. 

Sudirman, yang juga pengurus Pusat PMI, menekankan prinsip universalitas kemanusiaan. "Nyawa manusia harus diutamakan ketimbang kepentingan politik," tegasnya.

Para mantan petinggi BRR kemudian membagikan resep keberhasilan pemulihan Aceh-Nias, yang dianggap relevan untuk kondisi saat ini.

William Sabandar, mantan Kepala BRR Nias, menekankan pentingnya pemimpin yang turun langsung dan menanamkan crisis mindset serta sense of urgency. "Leadership itu kemampuan untuk mengombinasikan pendekatan jangka pendek (tanggap darurat) dengan jangka panjang (rehabilitasi-rekonstruksi)," ujarnya.

Amin Subekti, mantan Deputi Keuangan BRR, menyoroti dua kunci utama: kecepatan (speed) dan keluwesan (flexibility). Ia mengungkapkan, sekitar dua pertiga dari dana pemulihan Aceh-Nias yang mencapai USD 7 miliar berasal dari luar APBN. "Bagaimana hal tersebut bisa dilakukan? Ya karena dua hal tadi: speed dan flexibility," jelas Amin.

Nilai integritas juga dikemukakan Sudirman dengan mengutip pesan mantan Kepala BRR Kuntoro Mangkusubroto, "Jangan pernah kotori tanganmu dengan tindakan yang tidak terpuji di mata Tuhan.".

Leadership Kuntoro dipuji Avi Mahaningtyas, mantan mitra BRR, sebagai kepemimpinan yang merangkul dan dibangun oleh tanggung jawab tinggi.

Baca Juga: Perkuat Dapur Umum, PMI Kirim Satu Ton Abon untuk Pengungsi Banjir Sumatera dan Aceh

Nannie Hudawati, mantan pegawai BRR, menyerukan terobosan kepemimpinan. "Justru saat inilah kita butuh sekali terobosan dalam leadership, bukan birokrasi yang menghambat. Jangan pada jalan sendiri-sendiri."

Sarasehan yang diselenggarakan oleh sejumlah institusi pemikir ini diharapkan menjadi kanal untuk mengintervensi cara berpikir para pemangku kebijakan. 

"Kita harus menyuarakan ini. Jangan sampai too late and too little," kata Sudirman. 

"Ide, pengalaman, dan pengetahuan, kita sudah punya. Yang tidak kita punya hanya otoritas. Andai itu bisa diagregasi menjadi satu platform kerja untuk didorong kepada yang punya otoritas, ini akan menjadi sesuatu yang positif," lanjutnya

Forum ini menjadi refleksi kritis sekaligus seruan agar pembelajaran berharga dari salah satu proses pemulihan bencana terbesar di dunia tidak sia-sia, dan dapat diadaptasi untuk menghadapi bencana multidimensi yang sedang melanda Sumatera.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Amry Nur Hidayat

Tag Terkait:

Advertisement

Bagikan Artikel: