Kredit Foto: Antara/Muhammad Adimaja
Bursa Efek Indonesia (BEI) menegaskan bahwa metodologi indeks Morgan Stanley Capital International (MSCI) harus diterapkan secara universal dan tidak diskriminatif terhadap pasar modal Indonesia. Hal ini menyusul dialog dengan MSCI terkait kriteria saham beredar bebas (free float), yang dinilai lebih ketat diberlakukan di Indonesia dibandingkan negara lain.
Direktur Pengembangan BEI Jeffrey Hendrik mengungkapkan BEI menghormati kewenangan MSCI sebagai penyedia indeks global, namun meminta konsistensi metodologi di seluruh negara.
“Perhatian kami tetap sama. Pertama, kami menghormati kewenangan dari penyedia indeks. Namun, sekali lagi kami minta supaya apa pun metodologi yang akan diterapkan berlaku universal, artinya diterapkan di seluruh negara lain,” ujar Jeffrey, di Gedung BEI, Jakarta, Rabu (17/12/2025).
Baca Juga: BEI Kaji Tampilkan Bid-Ask di Skema Full Call Auction, Target Rampung 2026
Isu utama yang menjadi sorotan BEI dalam dialog tersebut adalah ketentuan free float. Jeffrey menjelaskan bahwa di pasar modal Indonesia, kepemilikan saham oleh satu pihak di atas 5% tidak lagi dihitung sebagai saham beredar bebas. Ketentuan ini dinilai lebih ketat dibandingkan praktik di sejumlah bursa global.
Menurut dia, di beberapa yurisdiksi lain, batas kepemilikan yang masih dikategorikan sebagai free float relatif lebih longgar. Jeffrey mencontohkan London Stock Exchange dan Stock Exchange of Thailand yang masih memperhitungkan kepemilikan saham di atas 10% sebagai bagian dari saham beredar bebas.
Perbedaan pendekatan tersebut, lanjut Jeffrey, berpotensi menciptakan ketidakseimbangan dalam penilaian likuiditas dan keterwakilan saham suatu negara di indeks global. BEI menilai kesetaraan metodologi menjadi penting agar perlakuan terhadap seluruh pasar berjalan adil.
Meski demikian, Jeffrey menyebutkan bahwa dialog yang dilakukan Direktur Utama BEI Iman Rachman bersama perwakilan self-regulatory organization (SRO) ke New York, Amerika Serikat, diharapkan menghasilkan pembahasan yang konstruktif. BEI memilih tidak mengungkapkan secara rinci hasil pertemuan tersebut, mengingat karakter komunikasi MSCI yang tidak selalu memberikan respons langsung.
Baca Juga: BEI Kaji Peluncuran Indeks Baru Bersama Danantara
Ia menambahkan, pengalaman sebelumnya menunjukkan bahwa masukan dari BEI tetap dipertimbangkan oleh MSCI. Jeffrey menyinggung rencana MSCI yang sempat akan mengecualikan saham-saham Indonesia yang masuk papan pemantauan khusus atau full call auction (FCA) selama satu tahun.
“Kami juga menyampaikan perhatian yang sama dan tidak perlu ada respons langsung. Namun responsnya adalah di-exclude hanya untuk yang masuk FCA tiga bulan, tidak lagi satu tahun, dan itu memang lebih relevan,” kata Jeffrey.
Di tengah dinamika metodologi tersebut, MSCI tetap melakukan pembaruan komposisi indeks. Berdasarkan pengumuman resmi MSCI pada 5 November 2025, dua emiten Indonesia masuk dalam MSCI Global Standard Indexes, yakni PT Barito Renewables Energy Tbk (BREN) dan PT Bumi Resources Minerals Tbk (BRMS).
Sementara itu, untuk MSCI Global Small Cap Indexes, tercatat tujuh emiten Indonesia, yaitu PT Dharma Satya Nusantara Tbk (DSNG), PT Energi Mega Persada Tbk (ENRG), PT Kalbe Farma Tbk (KLBF), PT MNC Digital Entertainment Tbk (MSIN), PT Rukun Raharja Tbk (RAJA), dan PT Solusi Sinergi Digital Tbk (WIFI).
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Uswah Hasanah
Editor: Annisa Nurfitri
Tag Terkait:
Advertisement