Kredit Foto: Rahmat Dwi Kurniawan
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Bahlil Lahadalia, mengonfirmasi langkah strategis pemerintah untuk memangkas volume produksi pertambangan mineral dan batu bara nasional pada tahun 2026 mendatang. Kebijakan kontraksi produksi ini diambil guna menjaga keseimbangan pasokan (supply) dan permintaan (demand) di tengah tren penurunan harga komoditas global.
Bahlil menyoroti posisi tawar Indonesia sebagai pemain kunci dunia, di mana pasokan batu bara asal Indonesia saat ini menguasai hampir 50% pangsa pasar global. Menurutnya, intervensi pasar melalui pembatasan produksi menjadi krusial agar harga tidak semakin terdepresiasi.
"Semuanya kita pangkas. Bukan hanya nikel, batu bara pun kita pangkas. Kenapa? Karena kita akan mengatur supply and demand. Hari ini harga batu bara anjlok semua," tegas Bahlil dalam konferensi pers Kesiapan Nataru di Jakarta, Jumat (19/12/2025).
Baca Juga: Bahlil Akui Pemulihan Listrik Pascabencana Belum Maksimal, Backbone Sumatera Jadi Kunci
Upaya Mengerem Laju Produksi
Langkah ini menjadi titik balik setelah dalam lima tahun terakhir produksi batu bara RI terus meroket. Berdasarkan data KESDM, tren produksi nasional menunjukkan grafik yang konsisten meningkat:
2020: 564 juta ton
2021: 614 juta ton
2022: 687 juta ton
2023: 775 juta ton
2024: 836 juta ton
Baca Juga: Bahlil Jelaskan Posisi BBM, LPG dan Kelistrikan Nasional Jelang Nataru
Anjloknya harga komoditas ini tidak hanya memukul neraca keuangan para pelaku usaha pertambangan, tetapi juga mengancam target penerimaan negara dari sektor non-pajak (PNBP). Untuk itu, pemerintah akan menggunakan instrumen Rencana Kerja dan Anggaran Biaya (RKAB) sebagai alat kendali utama.
"Nah caranya bagaimana mengontrol? Lewat RKAB," tambah Bahlil.
Disiplin Lingkungan Jadi Syarat Mutlak
Selain aspek ekonomi, Kementerian ESDM juga akan memperketat persetujuan RKAB dengan menekankan pada perbaikan tata kelola lingkungan. Bahlil menegaskan bahwa perusahaan tambang wajib disiplin dalam menjalankan Analisis Dampak Lingkungan (Amdal) demi menjaga keberlanjutan ekosistem.
Pemerintah tidak segan-segan memberikan sanksi administratif bagi korporasi yang mengabaikan regulasi hijau tersebut.
Baca Juga: Bahlil Ungkap Devisa Rp500 T Lenyap Tiap Tahun buat Impor Energi
"Bagi perusahaan-perusahaan yang tidak menaati aturan. Ya mohon maaf, RKAB-nya juga mungkin akan dilakukan peninjauan," pungkasnya.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Rahmat Dwi Kurniawan
Editor: Djati Waluyo
Tag Terkait:
Advertisement