Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Global Connections
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

Banjir Besar di Sumatera dan Pembelajaran untuk Tata Kelola Anggaran Bencana

Oleh: Devi Suhaila, Pegawai KPPN Tebing Tinggi

Banjir Besar di Sumatera dan Pembelajaran untuk Tata Kelola Anggaran Bencana Kredit Foto: Kemendikbud
Warta Ekonomi, Jakarta -

Hujan deras yang mengguyur Aceh, Sumatera Barat, dan Tapanuli Selatan pada awal Desember bukan hanya memutus akses jalan dan merendam ribuan rumah. Ia juga membuka kembali satu pertanyaan klasik yaitu mengapa dari tahun ke tahun, kita masih terasa gagap dalam merespons bencana?

Dari laporan Kompas, ada temuan penting yang tidak boleh diabaikan seperti celah penggunaan anggaran bencana yang rawan diselewengkan, minimnya pengawasan, hingga lambatnya distribusi bantuan ke masyarakat. Di sisi lain, pemerintah daerah terjun langsung ke lokasi, tetapi tetap menghadapi keterbatasan mulai dari logistik, akses jalan, hingga kemampuan fiskal daerah untuk menanggulangi keadaan darurat.

Sebagai pegawai di lingkungan perbendaharaan negara, saya melihat persoalan ini dari sudut pandang berbeda: bencana bukan hanya urusan alam; bencana juga menguji kesiapan tata kelola anggaran kita.

1. Fleksibilitas Anggaran Itu Penting, Tapi Harus Tetap Akuntabel


Dalam situasi bencana, kecepatan adalah segalanya. Namun, percepatan sering tertahan oleh prosedur yang memang dirancang untuk situasi normal. Di titik inilah dilema muncul seperti jika prosedur dilonggarkan terlalu jauh, risiko penyimpangan meningkat.

Tapi jika terlalu kaku, masyarakat menjadi korban keterlambatan. Pemberitaan mengenai indikasi korupsi anggaran bencana di Sumatera seperti pungutan liar dan potensi penyalahgunaan logistik bantuan menjadi alarm keras bahwa desentralisasi anggaran tanpa pengawasan yang kuat bisa berbahaya.

2. Penguatan Peran APBN dan Sinergi Daerah

Sebagian besar pemulihan pascabencana didanai oleh APBN. Namun, efektivitasnya sangat bergantung pada koordinasi di level daerah: bagaimana satker menyiapkan DIPA cadangan bencana, bagaimana Pemda mengaktifkan belanja tidak terduga, dan bagaimana instansi vertikal seperti KPPN memastikan bahwa setiap rupiah yang keluar benar-benar sampai kepada warga.

Banjir Aceh memperlihatkan satu hal: ketika komunitas masyarakat bergerak, respons bisa lebih cepat daripada birokrasi. Tapi negara tetap harus hadir dengan kapasitas fiskalnya yang besar lebih terencana, lebih terkendali, dan lebih strategis.

3. Perlu Sistem Pelaporan Lapangan yang Real-Time

Permasalahan klasik bencana adalah data: Berapa rumah rusak? Berapa fasilitas umum terdampak? Bantuan apa yang paling dibutuhkan hari ini? Dalam banyak kasus, data datang terlambat, tidak seragam, bahkan berbeda antar instansi.

Padahal, keputusan fiskal seperti penyaluran dana siap pakai atau pembukaan akses anggaran bergantung pada data tersebut. Transformasi digital seharusnya menjadi jawaban.

Baca Juga: Bahlil Sampaikan Kondisi Listrik hingga BBM di Pulau Sumatera

Dibutuhkan sistem pelaporan lapangan real-time yang menghubungkan Pemda, BNPB, Kemenkeu, dan masyarakat. Transparansi bisa lahir bukan dari sanksi semata, tapi dari terbukanya informasi di hadapan publik.

4. Bencana Akan Terus Ada, Tata Kelola Kita Harus Lebih Tahan Guncangan


Perubahan iklim membuat bencana hidrometeorologi semakin sering. Aceh hari ini, mungkin Sumatra Utara besok, atau daerah lain bulan depan. Karena itu, kita perlu tiga hal: anggaran respons cepat yang tidak birokratis tapi dikawal ketat, pengawasan terintegrasi antara pusat dan daerah, serta partisipasi masyarakat dalam memantau bantuan agar tidak ada lagi celah penyimpangan.

Banjir besar di Aceh, Sumbar, dan Tapsel bukan sekadar kisah duka. Ia adalah pengingat bahwa negara harus terus memperbaiki diri. APBN harus hadir lebih cepat, tanpa mengabaikan integritas. Masyarakat harus menjadi mitra pengawasan, bukan sekadar penerima bantuan. Dan setiap bencana harus menjadi bahan bakar untuk membangun sistem penanggulangan yang lebih tangguh. Karena pada akhirnya, ketahanan fiskal negara dan ketahanan sosial masyarakat harus berjalan beriringan.

Bencana mungkin tak bisa kita hentikan. Tapi cara kita mengelola dan meresponsnya itulah yang menentukan seberapa cepat kita bangkit.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Amry Nur Hidayat

Tag Terkait:

Advertisement

Bagikan Artikel: