WE Online, Jakarta - Asosiasi Rumput Laut Indonesia (ARLI) kembali menolak rencana pemerintah membatasi ekspor rumput laut. Pasalnya, serapan di dalam negeri dinilai masih rendah, sedangkan produksi budidaya petani rumput laut masih tinggi. Rencana tersebut juga bisa menghambat rencana Indonesia untuk membangun industri rumput berdaya saing.
Ketua Umum ARLI Safari Azis Safari mengatakan, pembatasan ekspor rumput laut memiliki dampak sosial ekonomi yang cukup serius, terutama bagi kesejahteraan petani karena rumput laut merupakan salah satu alat jaring pengaman sosial.
"Kalau ekspornya dibatasi, tentu akan merusak harga rumput laut di tingkat petani dimana pihak-pihak tertentu dapat menekan harga ke tingkat yang lebih rendah. Jika sudah begitu, petani tidak akan berminat lagi mengembangkan rumput laut," kata Azis di Jakarta, Kamis (18/2/2016).
Mengutip data Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), produksi rumput laut Indonesia pada 2015 mencapai 10,34 juta ton basah. Jika dikonversi setara 1,03 juta ton kering. Sementara itu, serapan industri dalam negeri tercatat 87.429 ton kering.
Dia mengatakan, terlepas dari krisis global yang ikut memperparah pemasaran dan penyerapan rumput laut dan produk olahannya, nyatanya Indonesia masih mampu meningkatkan volume ekspornya dari 200.706 ton di tahun 2014 menjadi 206.305 ton di tahun 2015.
"Volume ekspornya memang naik, walaupun nilainya menurun karena rendahnya harga pembelian akibat adanya rencana pengenaan bea keluar (BK) dan larangan ekspor pada tahun 2015," jelasnya.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Boyke P. Siregar
Editor: Cahyo Prayogo
Tag Terkait:
Advertisement