Koordinator Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) Haris Azhar mengatakan kasus tulisannya yang dilaporkan oleh BNN, TNI dan Polri ke Bareskrim, akan menghabiskan energi pemerintah.
"Lebih baik energinya dialihkan untuk mengentaskan masalah narkoba," ujar Haris di Jakarta, Jumat (5/8/2016).
Menurut Haris, dirinya sama sekali tidak gentar terhadap laporan tiga institusi negara yang mengadukannya dengan sangkaan melanggar Undang-Undang Nomor 11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) tersebut.
Dia juga sama sekali tidak mempersoalkan jika dirinya dilaporkan karena itu adalah hak warga negara. Namun, lanjutnya, hal itu justru akan membawa bangsa semakin jauh dari permasalahan sebenarnya, yaitu narkoba itu sendiri.
Oleh karena itu, akan lebih baik jika semuanya bekerja sama menuntaskan masalah narkoba yang sudah bertahun-tahun menggerogoti bangsa.
"Sebaiknya kita semua tarik napas dulu. Masalah narkoba ini bukan hanya tentang institusi ataupun seseorang. Ini adalah masalah bangsa, sebab yang diracuni itu kebanyakan anak muda," kata Haris.
Sementara itu, sosiolog Universitas Indonesia Robertus Robet menambahkan, pemerintah, khususnya lembaga negara, seharusnya bisa memaknai bahwa di dalam demokrasi, kelompok masyarakat seperti Kontras yang bergerak di bidang HAM dapat mengeluarkan informasi apapun kepada publik seperti mafia narkoba.
Apalagi, tutur Robertus, sebelum mengeluarkan tulisan yang berisi wawancara dengan terpidana mati kasus narkoba Freddy Budiman itu, Kontras sudah memberitahukannya ke Presiden Joko Widodo melalui Juru Bicara Johan Budi. Namun pemberitahuan tersebut tidak mendapat tanggapan yang berarti.
"Mari kita dudukkan lembaga-lembaga itu di tempatnya masing-masing. Kontras yang bergiat di bidang HAM dalam pekerjaannya memberikan yang terbaik untuk masyarakat dilindungi undang-undang," ujar Robertus.
Adapun Haris Azhar sendiri saat ini berstatus terlapor di Bareskrim Polri setelah tiga institusi negara yaitu BNN, Polri dan TNI mengadukannya dengan sangkaan melanggar Undang-Undang Nomor 11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).
Laporan itu berawal dari tulisan Haris hasil wawancaranya dengan terpidana mati Freddy Budiman yang berjudul "Cerita Busuk dari Seorang Bandit: Kesaksian bertemu Freddy Budiman di Lapas Nusa Kambangan (2014)".
Dalam tulisan yang telah menyebar luas melalui media sosial itu, Freddy mengaku memberikan uang ratusan miliar rupiah kepada penegak hukum di Indonesia untuk melancarkan bisnis haramnya di Tanah Air.
"Dalam hitungan saya selama beberapa tahun kerja menyelundupkan narkoba, saya sudah memberi uang Rp450 miliar ke BNN. Saya sudah kasih Rp90 miliar ke pejabat tertentu di Mabes Polri. Bahkan saya menggunakan fasilitas mobil TNI bintang dua," kata Freddy seperti dikutip dari laman Facebook Kontras. (Ant)
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Vicky Fadil