Pemerintah yang diwakili oleh Kepala Biro Hukum Kemendagri Widodo Sigit Pudjianto meminta Mahkamah Konstitusi untuk menolak permohonan uji materi UU Pilkada yang diajukan oleh Gubernur Provinsi DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok).
"Meminta kepada Majelis Hakim Konstitusi untuk memberikan putusan menerima keterangan pemerintah, dan menolak pengujian pemohon untuk seluruhnya, atau menyatakan pengujian pemohon tidak dapat diterima," ujar Widodo di Gedung Mahkamah Konstitusi Jakarta, Senin (5/9/2016).
Hal itu disampaikan oleh Widodo dalam sidang di MK dengan agenda mendengarkan keterangan Presiden, DPR dan pihak terkait yang dalam hal ini adalah Komisi Pemilihan Umum.
Dalam permohonannya, Ahok menguji Pasal 70 ayat (3) UU Pilkada yang berbunyi: "Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, Wali Kota dan Wakil Wali Kota, yang mencalonkan kembali pada daerah yang sama, selama masa kampanye harus memenuhi ketentuan: a. menjalani cuti di luar tanggungan negara; dan b. dilarang menggunakan fasilitas yang terkait dengan jabatannya".
Ahok beralasan bahwa Pasal 70 ayat (3) UU Pilkada dapat ditafsirkan bahwa selama masa kampanye Pemohon wajib menjalani cuti, padahal selaku pejabat publik, pemohon memiliki tanggung jawab kepada masyarakat Provinsi DKI Jakarta untuk memastikan program unggulan DKI Jakarta terlaksana termasuk proses penganggarannya.
Sementara itu pihak Pemerintah menjelaskan bahwa ketentuan cuti bagi calon petahana merupakan solusi untuk mencegah terjadinya konflik kepentingan dan penyalahgunaan wewenang.
"Petahana mempunyai kebijakan untuk mengalokasikan anggaran dengan motif pribadi, bisa menarik simpati masyarakat melalui dana ghibah atau memberikan fasilitas masyarakat," jelas Widodo.
Selain itu, petahana juga dinilai oleh Pemerintah memiliki lebih banyak akses untuk melakukan mobilisasi, sehingga petahana memiliki peluang kepemilihan yang lebih besar dibandingkan dengan calon lainnya.
"Posisi petahana itu tidak sama dengan calon lainnya karena petahana memiliki lebih banyak akses," tambah Widodo.
Dalam permohonannya, Ahok beralasan bahwa Pasal 70 ayat (3) UU Pilkada dapat ditafsirkan bahwa selama masa kampanye Pemohon wajib menjalani cuti, padahal selaku pejabat publik, pemohon memiliki tanggung jawab kepada masyarakat Provinsi DKI Jakarta untuk memastikan program unggulan DKI Jakarta terlaksana termasuk proses penganggarannya.
Ahok sebagai pemohon berpendapat bahwa seharusnya ketentuan dalam Pasal 70 ayat (3) UU Pilkada ditafsirkan bahwa cuti selama kampanye merupakan hak bagi petahana yang bersifat opsional, dan pihaknya lebih memilih untuk menyelesaikan program unggulan DKI Jakarta serta membahas APBD DKI Jakarta.
Ahok meminta MK untuk menyatakan bahwa materi muatan UU Pilkada Pasal 70 ayat (3) bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat, sepanjang tidak dimaknai bahwa cuti sebagaimana termuat dalam materi muatan pasal tersebut adalah hak yang bersifat opsional dari Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, Wali Kota dan Wakil Wali Kota, yang mencalonkan kembali pada daerah yang sama. (Ant)
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Sucipto
Tag Terkait: