Sosialisasi terus-menerus tentang ancaman longsor perlu dilaksanakan terhadap masyarakat yang tinggal di daerah rawan guna mengurangi risiko, kata peneliti Pusat Penelitian Geoteknologi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Adrin Tohari.
"Transfer informasi harus lebih efektif melalui edukasi-edukasi masyarakat secara terus-menurus," kata Adrin saat dihubungi Antara di Jakarta, Senin (6/3/2017).
Dia menilai pemerintah pusat maupun pemerintah daerah serta berbagai lembaga terkait telah banyak melakukan pemetaan dan memiliki informasi mengenai peta daerah rawan longsor.
Namun berbagai informasi tersebut akan lebih berguna apabila disampaikan kepada masyarakat yang tinggal di daerah rawan bencana longsor dan warga dibekali dengan pengetahuan untuk antisipasi.
"Masyarakat agak sulit mencegah terjadinya pergerakan tanah. Tapi kalau mereka bisa melakukan antisipasi, identifikasi ancaman sehingga mereka bisa lakukan evakuasi dini itu akan sangat menguntungkan untuk mengurangi risiko bencana," ujar Adrin.
Dia menjelaskan antisipasi longsor dalam hal meminimalkan korban jiwa sudah dilakukan oleh Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) dengan memasang alat pemantauan terjadinya longsor. Namun, menurut Adrin, pemasangan alat tersebut hingga saat ini masih sangat terbatas karena banyaknya titik daerah rawan longsor dan lokasinya yang menyebar.
"BNPB memang sudah melakukan itu, tiap tahun memasang 10 alat. Tapi karena daerah longsor itu cukup banyak dan tersebar, jadi pengurangan risiko bencana pergerakan tanah memang belum terlihat efektif dari aspek pengurangan korban jiwa," tutur Adrin.
Dia menyarankan apabila memang sosialisasi antisipasi bencana longsor masih sulit menjangkau daerah rawan longsor di daerah-daerah, bisa menggunakan media lain seperti leaflet, melalui radio, atau televisi. (Ant)
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Sucipto