Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) mengakui sejak program sejuta rumah digelar April 2015, baru 2,5 persen pekerja sektor informal menerima fasilitas likuiditas pembiayaan perumahan (FLPP).
"Ya, baru sebesar itu dari realisasinya untuk MBR (masyarakat berpenghasilan rendah) sektor pekerja informal, khususnya untuk program KPR (kredit pemilikan rumah) bersubsidi FLPP," kata Dirjen Pembiayaan Perumahan Kementerian PUPR Lana Winayanti kepada pers di Jakarta, Jumat (19/5/2017).
Ia menjelaskan peserta dari pekerja informal ini pun adalah hasil binaan perbankan syariah sekitar satu atau dua tahun sudah mencicil. "Ketika mereka sudah terbiasa, bank itu itu kemudian menawarkan program KPR FLPP," katanya.
Menurut dia, hambatan terbesar pekerja informal sulit menerima KPR FLPP, karena tidak mempunyai penghasilan tetap dan kebiasaan menabung yang masih kurang. "Mereka umumnya siap ditagih cicilan per hari dan untuk itu diperlukan sebuah lembaga penjamin yang dipercaya mereka untuk menagih dan lembaga itu menyetor ke bank, " katanya.
Oleh karena itu, tegasnya, diperlukan keterlibatan pemerintah daerah untuk memetakan para pekerja informal seperti nelayan, buruh tani, dan pemilik warung. "Model lembaga penjamin seperti di Palembang itu harus dikembangkan di daerah lain juga. Tentu sesuai dengan regulasi OJK (Otoritas Jasa Keuangan). Ini salah satu terobosan agar mereka ikut menikmati fasilitas pembiayaan ini," katanya.
Untuk merealisasikan program sejuta rumah bagi MBR, pemerintah telah dan sedang menyiapkan aneka kebijakan dan program pembiayaan seperti KPR bersubsidi FLPP dan SSB (subsidi selisih bunga) dengan bunga terjangkau lima persen per tahun dan tenor bisa 20 tahun.
Selain itu, juga SBUM (subsidi bantuan uang muka) senilai Rp4 juta untuk MBR kelompok sasaran, serta penyediaan pokok pinjaman KPR dengan bunga rendah lewat FLPP dengan tarif 0,3 persen per tahun dan kebebasan menentukan besaran uang muka untuk perbankan.
Pelaksanaan KPR bersubsidi melibatkan perbankan, baik bank umum maupun bank pembangunan daerah (BPD). Sejak KPR FLPP bergulir sedikitnya sudah delapan bank umum dan 22 BPD menyatakan siap melaksanakan program KPR Bersubidi pada 2017. Secara operasional, penyaluran KPR bersubsidi dilakukan oleh Pusat Pengelolaan Dana Pembiayaan Perumahan (PPDPP) yang bertanggung jawab kepada Menteri PUPR melalui Direktorat Jenderal Pembiayaan Perumahan.
Sejak KPR FLPP dijalankan pada 2010, secara total realisasinya mencapai hampir 500.000 unit. Sementara untuk target KPR bersubsidi pada 2017 adalah KPR FLPP sebesar 120.000 unit dengan anggaran sebesar Rp9,7 triliun, KPR SSB untuk 225.000 unit dengan anggaran sebesar Rp3,7 triliun dan SBUM untuk 550.000 unit dengan anggaran sebesar Rp1,3 triliun. (ant)
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Ferry Hidayat