Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
    Indeks
      About Us
        Social Media

        Rencana Menristekdikti Rekrut Rektor Asing Tidak Main-main

        Rencana Menristekdikti Rekrut Rektor Asing Tidak Main-main Kredit Foto: Tri Yari Kurniawan
        Warta Ekonomi, Jakarta -

        Menteri Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Menristekdikti), Mohammad Nasir bakal tetap teguh pada wacana untuk merekrut rektor asing. Namun, agar dapat menjadi rektor di Indonesia nampaknya harus melalui tahap seleksi yang sangat ketat.

        Pemerintah menginginkan ada perguruan tinggi Indonesia dapat masuk ranking 200 besar dunia. Wacana ini, selain menggenjot ranking di tingkat dunia, adalah langkah untuk meningkatkan sumber daya manusia (SDM) dan perguruan tinggi supaya bisa berkelas dunia.?

        Mohammad Nasir menegaskan dua kriteria utama yang harus dipenuhi calon rektor adalah punya pengalaman atau rekam jejak yang baik dan punya jaringan. Lebih dari itu, calon rektor mampu memberikan kontribusi bagi perguruan tinggi di Indonesia agar dapat bersaing di level internasional.?

        ?Pertama yang harus kita lihat adalah dia punya networking. Kedua experience (pengalaman) dia dalam mengelola perguruan tinggi seperti apa. Mampukah dia meningkatkan ranking satu perguruan tinggi menjadi lebih baik,? tukas Nasir seusai konferensi pers Perizinan Perguruan Tinggi di Kantor Kemenristekdikti, Jakarta, kemarin.

        Menristekdikti menganggap bahwa mendatangkan rektor asing adalah salah satu jalan keluar untuk meningkatkan kualitas pendidikan. Dia berharap, dengan dipimpin rektor asing, maka akan ada perguruan tinggi yang bisa naik peringkat menjadi 200 besar dunia. Mengenai berapa kampus yang akan diisi rektor asing, dia hanya menargetkan ada 2-5 kampus.

        Menurut dia, kampus-kampus yang akan diisi rektor asing di negara lain itu bukan suatu barang asing. Dia mencontohkan, di Arab Saudi di kampus King Fahd University of Petroleum and Minerals sebelum tahun 2005 rankingnya di atas 800 besar dunia. Namun, saat ini peringkatnya bisa masuk 500 besar dunia. Ternyata, ungkapnya, naiknya peringkat kampus tersebut karena dosen dan pejabat di kampusnya hampir 40% berasal dari orang asing.

        Mengenai kapan wacana ini terwujud, dia mengatakan, pemerintah meminta dukungan dari berbagai pihak dan elemen. Pemerintah juga meminta kesempatan agar wacana ini dapat diterapkan dengan baik.

        ?Berilah kesempatan pemerintah untuk mengerjakan ini,? sebut Nasir.

        Guru Besar UI Hikmahanto Juwana meminta presiden untuk mempertimbangkan dua hal jika tetap ingin mengundang rektor luar negeri. Pertama, jika kebutuhan saat ini adalah rektor yang punya jejaring luas ke dalam maupun luar negeri, ada baiknya mencari rektor dari dalam negeri yang memiliki tiga kriteria utama.

        Menurut Juwana, rektor yang ideal untuk memimpin sebuah perguruan tinggi adalah yang tidak ikut campur pada politik praktis.?

        ?Figur seperti itu ada banyak di Indonesia. Namun mereka biasanya enggan berpolitik untuk meraih jabatan rektor. Ini yang menjadi penghambat mengingat politik baik yang berasal dari dalam maupun luar kampus sangat kental untuk mendapatkan jabatan rektor,? ungkapnya.

        Kedua, tujuan mendatangkan rektor asing itu apakah untuk masuk dalam ranking atau proses di mana ranking hanyalah konsekuensi. Sebab, jika ranking saja yang dipentingkan, maka dia khawatir kampus akan mencari jalan pintas. Mengelola PTN, ujarnya, sama seperti menanam tanaman keras yang proses berbuahnya lama.

        Menurut dia, meski ada rektor asing namun tidak mungkin dalam sekejap bisa mengubah pola pikir dosen yang merasa tugasnya hanya mengajar dan menjadi dosen pengajar serta peneliti di mana hasil penelitiannya dimasukkan dalam jurnal internasional bereputasi. Selain itu, katanya, bila melihat universitas yang masuk dalam ranking 10 dunia, maka universitas tersebut sudah menawarkan program studi untuk mahasiswa asal mancanegara.

        Sedangkan universitas yang ada di Indonesia masih berkutat dengan mahasiswa asal Indonesia saja. Belum lagi universitas di Indonesia belum mampu menawarkan remunerasi yang sangat memadai bagi para pengajar mancanegara untuk mau datang dan juga infrastruktur kampus yang memadai agar mereka bisa terus meneliti.

        Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

        Editor: Muhammad Syahrianto

        Bagikan Artikel: