Nasib baik akhirnya berpihak kepada nilai tukar rupiah pada perdagangan spot Rabu (2/10/2019). Kendati pada pembukaan pasar rupiah terdepresiasi 0,04%, mata uang Garuda itu kini dapat dengan lantang mengucapkan sayonara?alias selamat tinggal kepada dolar AS.
Bertepatan dengan perayaaan Hari Batik Nasional, rupiah merebut kejayaan dolar AS dan seketika menjelma sebagai mata uang terbaik di dunia. Terhitung hingga pukul 09.46 WIB, rupiah terapresiasi 0,16% dan menggeser dolar AS hingga ke posisi Rp14.190.?
Baca Juga: OMG! Sapu Bersih Rupiah, Dolar AS: The Real Big Boss Dunia!
Mata uang utama dunia lainnya pun tak luput dari tekanan rupiah, yakni dolar Australia (0,01%), euro (0,10%), dan poundsterling (0,22%). Asal tahu saja, penguatan rupiah kali ini didukung oleh sentimen?technical rebound, di mana dalam sepekan terakhir rupiah melemah hingga 0,34%. Selain itu, situasi domestik yang mulai kondusif juga turut membangkitkan gairah pelaku pasar untuk kembali mengoleksi rupiah.?
Baca Juga: Huft! Demo Tak Berkesudahan, Rupiah Kena Getahnya!
Dengan begitu, keperkasaan rupiah jelas bukan kaleng-kaleng. Sebab, di kandang sendiri pun, rupiah perkasa tiada tanding. Di kala mayoritas mata uang Benua Kuning tengah tertekan di hadapan dolar AS, rupiah justru menyabet gelar juara Asia.?
Jajaran mata uang Asia yang paling tertekan di hadapan rupiah, di antaranya adalah won (-0,25%), baht (-0,24%), ringgit (-0,21%), yen (-0,17%), dolar Taiwan (-,15%), dolar Singapura (-0,13%), yuan (-0,10%), dan dolar Hongkong (-0,06%).
Baca Juga: Investigasi Penyelidikan Mueller, Trump Minta Bantuan Scott Morrison
Sementara itu, pergerakan dolar AS pada pagi ini cenderung melemah. Dolar AS tertekan di hampir semua mata uang, seperti dolar Australia, euro, dolar New Zealand, dolar Kanada, yuam, dolar Hongkong, dan dolar Singapura.
Bak terkena karma, setelah beberapa hari ke belakang dolar AS menjadi momok yang menakutkan, kini nyali dolar AS seketika ciut lantaran data manufaktur AS yang mengecewakan. Per September 2019, manufacturing PMI AS versi Institute for Supply Management (ISM) tercatat mengalami kontraksi menjadi level 47,8, jauh di bawah konsensus yang berada di level 50,4.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Lestari Ningsih
Editor: Lestari Ningsih
Tag Terkait: