Mantan Wakil Ketua DPR RI, Fahri Hamzah melihat era demokrasi di Indonesia menjadi momok menakutkan bagi para pejabat publik. Sebab, gerak-gerik pejabat selalu dipelototi oleh masyarakat pada era demokrasi.
Fahri menyampaikan pernyataan ini ketika diwawancarai oleh Deddy Corbuzier yang diunggah ke YouTube pada Sabtu, 26 Oktober 2019. Fahri blak-blakan soal KPK. Dikenal sebagai salah satu sosok yang?paling kencang mengkritisi kinerja dan mengusulkan pembubaran KPK, Deddy pun bertanya siapa nanti yang akan menangkap koruptor jika KPK dibubarkan?
"Jadi, demokrasi begitu Anda buka, semua kelakuan pejabat ketahuan. Sekarang ini pejabat salah pakai kaca mata aja, kan disemprot oleh publik. Salah pakai jam mahal, dipotret dan dikirim ke sosmed," kata Fahri dalam saluran YouTube Deddy Corbuizer, dikutip Senin 28 Oktober 2019.
Oleh karena itu, Fahri menganggap pada dasarnya demokrasi bagi pejabat sebenarnya siksaan. Sebab, kata dia, hidup seorang pejabat itu sudah tidak ada lagi yang namanya privasi.
"Saya hampir 20 tahun jadi pejabat publik, yang personal hilang. Karena itu, sebetulnya inheren dalam demokrasi, sudahlah orang bersih sebenarnya," ujarnya.
Tapi, kata dia, kalau mengintip kejanggalan dari setiap juta orang pejabat atau pegawai negeri lalu diumumkan ke publik. Maka, seolah-olah itu semua yang ada di negeri ini penuh dengan penjahat. "Padahal, BPK (Badan Pemeriksa Keuangan) misalnya mengatakan itu lembaganya bersih tapi orang-orangnya tetap saja. Ya namanya manusia," jelas dia.
Dengan begitu, Fahri mengingatkan tidak boleh terlalu mengagung-agungkan satu lembaga di era demokrasi. Karena, kata dia, dalam demokrasi pada prinsipnya semua lembaga itu sama serta harus ada sistem?check and balances.
Di samping itu, Fahri mengatakan semua harus taat pada hukum seperti yang termaktub dalam Pasal 27 UUD RI 1945. Bahwa segala warga negara sama kedudukan dalam hukum dan pemerintahan serta wajib menjunjung tinggi hukum dan pemerintahan, tanpa terkecuali.
"Artinya, gak boleh ada lembaga atas nama ingin memberantas korupsi, mau jadi pahlawan publik lalu dia boleh melanggar hukum," katanya.
Fahri menuturkan, dalam konstitusi seharusnya yang ditugaskan itu adalah Badan Pemeriksa Keuangan. Namun, kata dia, KPK tidak suka pakai badan pemeriksa tersebut.
"Karena badan ini juga melakukan pemeriksaan kepada KPK, banyak masalahnya di KPK itu. Gaji pegawai seenaknya, mengelola aset sita terjadi penyelewengan dalam pengelolaan aset sita, aset orang disita dijual sendiri uangnya dikelola sendiri. Itu terjadi dalam temuan BPK," tandasnya.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Cahyo Prayogo
Tag Terkait: