Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Video
    Indeks
      About Us
        Social Media

        Buruh Anak Tewas di Kongo, 5 Raksasa Teknologi AS Digugat

        Buruh Anak Tewas di Kongo, 5 Raksasa Teknologi AS Digugat Kredit Foto: REUTERS/Mike Segar
        Warta Ekonomi, Jakarta -

        Apple, perusahaan induk Google, Alphabet, Tesla, Microsoft, dan Dell digugat secara perdata di pengadilan federal Washington DC. Mereka dituduh mengeksploitasi pekerja anak di Republik Demokratik Kongo (DRC).

        RT, Selasa (17/12/2019), melaporkan, gugatan diajukan atas nama lima anak yang tewas dan 11 anak yang terluka ketika bekerja di tambang DRC. Mereka berusia antara 13 dan 17 tahun ketika insiden tersebut terjadi.

        Menurut pengaduan, perusahaan-perusahaan tersebut merupakan bagian dari sistem kerja paksa yang diduga menyebabkan kematian dan cedera serius pada anak-anak. Gambar-gambar dalam dokumen pengadilan yang diajukan menunjukkan anak-anak dengan anggota tubuh yang cacat atau hilang.

        Baca Juga: Analis: Apple Masih Jadi Vendor Smartphone Paling Untung 2019

        Enam dari 14 anak dalam kasus ini terbunuh dalam terowongan yang runtuh. Sementara yang lainnya menderita cedera yang mengubah hidup mereka, termasuk lumpuh.

        Penambang usia anak-anak itu bekerja dengan upah US$2-3 per hari, "Di bawah kondisi Zaman Batu untuk upah remeh dan dengan risiko yang besar," sebut gugatan itu.

        Raksasa teknologi AS itu juga dituduh mengetahui hal itu dan mengetahui secara signifikan jumlah waktu yang digunakan pekerja anak di tambang berbahaya di mana kobalt berasal.

        "Perusahaan-perusahaan ini, yang merupakan perusahaan terkaya di dunia, perusahaan pembuat gadget mewah ini, telah membuat anak-anak menjadi cacat dan terbunuh untuk mendapatkan kobalt murah mereka," ungkap Terrence Collingsworth, pengacara yang mewakili keluarga korban, kepada Thomson Reuters Foundation.

        Kobalt adalah logam langka untuk membuat baterai listrik yang ringan dan awet. Lebih dari separuh kobalt dunia diproduksi di Kongo. Mineral ini bagian penting dari baterai lithium yang digunakan di hampir semua produk perusahaan.

        Baca Juga: Gebrak Microsoft, Gaji Nadella Naik Jadi Rp602 Miliar

        Sebuah studi yang dilakukan Komisi Eropa menunjukkan bahwa permintaan global untuk kobalt diperkirakan akan meningkat 7 persen menjadi 13 persen setiap tahun selama dekade berikutnya.

        Menurut Walk Free dan Organisasi Buruh Internasional, lebih dari 40 juta orang diperkirakan ditawan dalam perbudakan modern, termasuk kerja paksa dan pernikahan paksa.

        Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

        Penulis: Lili Lestari
        Editor: Rosmayanti

        Bagikan Artikel: