Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkumham) Yasonna Laoly mengemukakan, pidatonya yang memicu kemarahan warga Tanjung Priok, akibat dipelintir oleh orang-orang yang tak bertanggung jawab.
Menurut dia, pernyataannya dalam acara di Lapas Narkotika Cipinang, Jakarta, beberapa waktu lalu merupakan pandangan ilmiah, berdasarkan keilmuan yang dimiliki.
"Mengingat kesalahpahaman serta akibat tidak mendengarkan pidato saya secara utuh di Lapas Narkotika Cipinang, pidato ini kemudian dipelintir oleh orang-orang tertentu, yang pemahamannya tidak benar, dan jauh dari substansi yang dimaksud. Untuk itu, saya ingin meluruskannya," kata Yasonna dalam keterangannya yang diterima, Rabu (22/1/2020).
Baca Juga: Hallo Pak Yasonna, Sudah Baca Pernyataan Istri Harun, Demokrat: Atau Masih Ngotot?
Dia menambahkan, "Acara di Lapas Narkotika Cipinang tersebut juga dihadiri oleh Kepala BNN, Kepala BNPT, yang mewakili Kapolri, dan perwakilan beberapa Kementerian Lembaga."
Menurut Yasonna, penjelasannya saat itu mengenai faktor criminogenic dari kemiskinan justru diapresiasi oleh Kepala BNN dan Kepala BNPT.
"Tujuan saya menjelaskan agar masyarakat tidak mempunyai pandangan yang terlalu punitive terhadap para narapidana, sebab crime is a social product instead of genetic product," ujarnya.
Yasonna menerangkan bahwa ia merupakan doktor dalam bidang kriminologi dari universitas yang cukup reputable dari Amerika Serikat. Disertasinya berjudul The Effectcs of Economic Conditions on Violent and Property Offending Rates.
"Saya sungguh prihatin dengan komentar-komentar yang justru jauh dari nilai-nilai kepatutan, memberi komentar yang jauh dari maksud dan substansi yang sesungguhnya," kata Yasonna.?
Ketika di Lapas Narkotika Cipinang, Yasonna dalam pidatonya sempat menjelaskan crime is a social product, antara lain faktor kemiskinan, pengangguran, kesenjangan pendapatan (faktor ekonomi), disintegrasi sosial, dan lainnya.
Menurut dia, faktor genetik tidak signifikan menentukan kejahatan. Kalaupun ada, menurut Yasonna, faktor determinannya sangat kecil.?
"Maka oleh karena kejahatan adalah product social problems, masyarakat harus turut menyelesaikan faktor-faktor criminogen tersebut. Karena faktor kemiskinan, maka slums areas (daerah kumuh) lebih cenderung melahirkan lebih banyak crime dari daerah elit. Contoh daerah slums (kumuh) di Tanjung Priok dibanding daerah Menteng, lebih cenderung (probalitas) memiliki tingkat kejahatan lebih tinggi. Itu bukan karena faktor genetik atau biologis," ujarnya.
Politikus PDIP itu menerangkan, seorang jahat atau cenderung melakukan kejahatan bukan karena dari genetiknya.
"Itu teori tempo doeloe, yaitu teori Cesare Lombroso. Namun, hasil-hasil penelitian empirik para kriminolog dan sosiolog membuktikan tidak benar. Itu sebabnya, untuk membasmi kejahatan, tidak cukup hanya mengirim orang-orang ke penjara, tapi kita harus menyelesaikan root causes-nya, yaitu memperbaiki daerah-daerah slums (kumuh), miskin, meningkatkan tingkat kesejahteraan masyarakat, meningkatkan pendidikan," kata Yasonna.
Yasonna menilai, ini adalah tanggung jawab bersama karena crime is a social product, maka masyarakat juga turut bertanggung jawab secara sosial dan moral untuk membasmi akar masalahnya (root causes).?
Pidato Dipelintir
"Sangat disayangkan, oleh pihak-pihak tertentu, pidato saya dipelintir sedemikian rupa, seolah-olah orang-orang Tanjung Priok semua adalah penjahat. Menyedihkan sekali mengambil simpulan seperti itu, jumping into conclusion without knowing the whole story."
"Teman-teman anggota DPR tentu punya akses ke Kepala BNN (Komisaris Jenderal Heru Winarko) dan Kepala BNPT (Komisaris Jenderal Suhardi Alius) coba di-cross check. Jangan kita mengambil simpulan tanpa memahami konteks seutuhnya," ujar Yasonna.
Ketika berpidato, menurut Yasonna, ia bahkan membuat contoh ekstrem utuk menunjukan perbedaan penyebab kejahatan antara faktor genetik dan sosial ekonomi. Yasonna contohkan, dua orang bayi. Satu anak bayi yang lahir dari ibu PSK dan ayahnya bandit dari slums areas, misalnya dari daerah slums di Tanjung Priok dan anak orang yang sangat berkecukupan dengan ibu sangat terdidik dan ayah pengusaha, misalnya dari Menteng.
Baca Juga: Pak Yasonna, Tolong Cabut Pernyataan Anda, Atau Kita Desak Jokowi untuk Copot Bapak?
Kemudian ditukar, bayi yang dari Tanjung Priok dipelihara oleh orangtua di Menteng, dan anak dari Menteng dipelihara di daerah kumuh oleh orangtua yang bermasalah tersebut.
"Lihat 20 tahun lagi, siapa yang punya kecenderung (propensity) to commit crime? Saya yakin justru anak terlahir dari Menteng tersebut yang lebih cenderung terekspos pada perbuatan-perbuatan kriminal ketimbang anak yang terlahir dari ayah dan ibu dari Tanjung Priok tersebut," ujar Yasonna.
Karena crime is determined by socioeconomic factors rather than genetic factors. Ini, kata Yasonna, inti penjelasannya yang dipelintir itu. "Jadi, itu bukan menunjukkan daerahnya, tapi socioeconomic conditions, dan sudah tentu tidak mengeneralisasi daerah Tanjung Priok. Memang apa yang saya sampaikan adalah penjelasan ilmiah ketimbang penjelasan politik, saya berharap ditanggapi secara ilmiah, bukan secara politik," ujarnya.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Rosmayanti