Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Video
    Indeks
      About Us
        Social Media

        Pelototi Ribuan Perusahaan, Bagaimana Pengawasan OJK?

        Pelototi Ribuan Perusahaan, Bagaimana Pengawasan OJK? Kredit Foto: Tanayastri Dini Isna
        Warta Ekonomi, Jakarta -

        Kendati terdapat sejumlah masalah di beberapa perusahaan jasa keuangan, pengaturan, dan pengawasan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dinilai sudah berjalan baik. Hal ini tercermin dari berbagai indikator stabilitas sistem keuangan.

        Direktur Eksekutif Asosiasi Asuransi Jiwa Indonesia (AAJI) Togar Pasaribu mengatakan, aturan dan pengawasan yang diterbitkan oleh OJK sudah lebih dari cukup.

        "Secara umum pengawasan OJK sejatinya sudah baik. Walau ada kekurangan tetapi itu masih bisa diperbaiki," kata Togar kepada wartawan di Jakarta, Senin (3/2/2020).

        Baca Juga: Marak Kasus Saham Gorengan, OJK Disuruh Bang Sandi Ngaca!

        Togar mengungkapkan, permasalahan yang terjadi pada beberapa perusahaan asuransi sebaiknya tak menjadi sandungan dalam memandang kinerja pengawasan OJK. Sebab OJK mengawasi ribuan perusahaan jasa keuangan yang secara umum dalam kondisi baik.

        "Ada ribuan perusahaan yang diawasi oleh OJK dan semuanya oke-oke saja," ungkap Togar.

        Terkait pengawasan industri keuangan non-bank (IKNB), Togar mengatakan, pengawasan sebaiknya dilaksanakan secara terintegrasi antara komisaris, pemilik, auditor eksternal, dan OJK.

        "Harus ada komunikasi yang baik di antara mereka. Tidak bisa hanya bergantung pada OJK," paparnya.

        Sementara itu, Direktur Riset Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia Pieter Abdullah mengatakan, secara keseluruhan pengawasan industri jasa keuangan yang dilakukan OJK masuk dalam ketegori baik.

        "Setiap tiga bulan Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) yang terdiri dari BI, OJK, dan LPS selalu menyampaikan laporan stabilitas sistem keuangan. Sejauh ini sudah baik," ujar Pieter.

        Meskipun begitu, regulator tetap memerlukan beberapa perbaikan misalnya bagaimana menindaklanjuti pengawasan dengan tindakan tegas termasuk terhadap badan usaha milik pemerintah.

        Senada dengan Pieter, pengajar di STIE Perbanas Surabaya Abdul Mongid menilai pengawasan industri jasa keuangan khususnya standar pengawasan bank dan bank perkreditan rakyat (BPR) yang diterapkan OJK sudah bagus.

        Abdul menuturkan, dengan jumlah BPR yang cukup banyak, OJK perlu melakukan penertiban sekaligus pemberian insentif. Penertiban dilakukan di Pulau Jawa, dimana BPR sangat banyak dan padat.

        Tindakan tegas dapat dilakukan terhadap BPR di Jawa, misalnya terhadap BPR yang sudah tak dapat mempertahankan kinerja. Adapun untuk wilayah di luar Jawa, dapat diberikan insentif-insentif, termasuk terkait pendirian baru.

        Data OJK menyebutkan berbagai kebijakan pengaturan dan tindakan pengawasan serta pengenaan sanksi telah dikeluarkan di 2019. Untuk sektor perbankan, OJK telah melakukan sejumlah kebijakan untuk memperkuat permodalan perbankan nasional dan mempercepat konsolidasi perbankan.

        Sepanjang tahun lalu, OJK telah memfasilitasi tiga proses merger enam bank umum, menerbitkan 16 persetujuan izin penggabungan usaha BPR, melakukan 229 fit and proper test pengurus bank dengan hasil 204 lulus dan 25 tidak lulus, pencabutan lima izin usaha BPR, serta membangun integrasi pelaporan bank umum dengan BI dan LPS.

        Di industri pasar modal, OJK terus meningkatkan integritas dan kepercayaan investor pasar modal melalui peningkatkan kualitas penerapan governance, transparansi dan penegakan hukum, penyempurnaan ekosistem pasar modal melalui penguatan pengaturan dan pengawasan, proses penawaran emisi, aktivitas perdagangan sampai dengan kewajaran valuasi instrumen.

        Adapun bentuk penegakan hukum dilakukan melalui pembatasan penjualan reksa dana tertentu pada 37 manajer investasi serta memberikan sanksi administratif kepada tiga akuntan publik.

        Baca Juga: Kasus Jiwasraya, DPR: OJK Tak Patut Buang Badan

        OJK juga menjatuhkan 43 sanksi denda dengan nilai denda sebesar Rp11,74 miliar, sanksi pembekuan empat kegiatan usaha, dan sanksi satu pencabutan izin usaha terhadap kasus pengelolaan investasi, transaksi lembaga efek, emiten dan perusahaan publik.

        Di industri keuangan non-bank, OJK sejak 2018 telah menjalankan program transformasi IKNB yang mencakup antara lain perbaikan penerapan manajemen risiko, meningkatkan governance, serta menambah pelaporan kinerja investasi kepada otoritas dan publik.

        Tindakan dan pemberian sanksi pada IKNB antara lain pemberian sanksi denda kepada 164 kegiatan usaha, pembatasan 37 kegiatan usaha,dan pencabutan 31 izin usaha.

        Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

        Penulis: Fajar Sulaiman
        Editor: Rosmayanti

        Bagikan Artikel: