- Home
- /
- New Economy
- /
- Energi
Lapangan Kepodang Belum Efisien, Saka Energi Terancam Rugi seperti Petronas
Pengoperasian kembali Lapangan Kepodang, Blok Muriah, Jawa Tengah belum efisien. Hasil temuan SKK Migas mendapati adanya ketidaksesuaian antara perkiraan cadangan terambil dengan aktual realisasi angka-angka produksi atau kumulatif dan parameter-parameter teknis operasional seperti temperature, tekanan, dan lainnya.
"Meski data cadangan yang ada sudah tersertifikasi namun kondisi lapangan berbeda. Inilah situasi yang biasa terjadi di industri migas," jelas Julius.
Sebelumnya pada 2019 Petronas Carigali Muriah Ltd menutup operasionalisasi Lapangan Kepodang akibat produksi yang terus menurun. Bahkan sejak pertama beroperasi di 2015, pasokan gas dari Lapangan Kepodang selalu di bawah target.
Baca Juga: Pacu Produksi, SKK Migas Lirik Sumur Tua
Imbas dari penutupan operasi tersebut membuat PT Kalimantan Jawa Gas (KJG) mengalami kerugian. Bahkan Petronas masih memiliki kewajiban denda akibat pasokan gas di bawah kontrak selama periode 2015-2017 sebesar US$32,2 juta atau sekitar Rp460 miliar. Denda ini belum memperhitungkan kontrak pasokan gas tahun 2018 dan 2019 yang juga di bawah kontrak.
Julius menambahkan, untuk mengoperasikan kembali Lapangan Kepodang seharusnya diperlukan langkah-langka antisipatif atau korektif, sehingga biaya operasi dapat ditekan serendah mungkin. Misalnya dengan menekan biaya operasi sampai titik yang bisa dikatakan fly.
Terkait investor migas yang tidak patuh aturan, SKK Migas memastikan akan memberikan tindakan tegas. Apalagi saat ini regulasi sudah mengatur secara ketat hak dan kewajiban para investor yang akan beroperasi di Indonesia.
Julius mengatakan banyak kebijakan yang telah dan sedang dilakukan SKK Migas untuk membenahi industri migas nasional. Contohnya, penerapan Komitmen Kerja Pasti (KKP) terhadap setiap kontraktor pengelola blok migas. Aturan ini memungkinan eksplorasi di sektor migas menjadi lebih terukur dan disiplin.
"Kalau enggak committed ya harus didenda dan atau enggak bisa loncat melaksanakan agenda lainnya," ujar Julius.
Pengamat energi yang juga Guru Besar Universitas Indonesia, Iwa Garniwa menilai kegagalan pengiriman gas sesuai kontrak kesepakatan, seharusnya tidak boleh terjadi. Kalau kontraknya soal tidak terpenuhinya kewajiban, tentu berpengaruh terhadap sisi kepastian hukum.
Agar kasus serupa tidak terulang, dan industri nasional tidak dirugikan, Iwa menilai, sudah seharusnya ketika kerja sama dilakukan, dipastikan betul dari sisi pasokan. Karena kapasitas pipa dibangun berdasarkan rencana pasokan.
"Jangan sampai salah satu pihak membangun pipa dengan investasi besar, justru pasokan tidak tersedia. Harus diinvestigasi kemampuan pasokan sebenarnya," paparnya.
Baca Juga: Indonesia Punya Surga Minyak, Potensi Produksinya Sentuh 1 Juta Barel Per Hari
Sementara itu, PGN melalui Saka Energi Muriah Ltd, kini juga telah mengambil alih 80% hak partisipasi production sharing contract (PSC) Muriah dari Petronas Carigali Muriah Ltd. Kini, Saka Energi menjadi operator blok gas di wilayah kerja di Lapangan Kepodang, lepas pantai Jawa Timur tersebut dengan kepemilikan 100%.
Aksi korporasi ini resmi disepakati pada 31 Januari 2020 melalui penandatanganan Deed of Assignment (DoA) antara Saka Energi Muriah dengan Petronas Carigali.
"Petronas Carigali tetap bertanggung jawab atas kewajiban yang timbul sebelum pengunduran dirinya sebagai operator dan penyerahan kepemilikannya atas 80% hak partisipasi," jelas Sekretaris Perusahaan PGN Rachmat Hutama.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Agus Aryanto
Editor: Rosmayanti