Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
    Indeks
      About Us
        Social Media

        IHW Tuding BPJPH Tak Mampu Laksanakan Sertifikasi Halal

        IHW Tuding BPJPH Tak Mampu Laksanakan Sertifikasi Halal Kredit Foto: Indonesia Halal Watch
        Warta Ekonomi, Jakarta -

        Indonesia Halal Watch (IHW) menegaskan Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) tak mampu menyelenggarakan sertifikasi halal.

        Direktur Eksekutif Indonesia Halal Watch Ikhsan Abdullah mengatakan kinerja BPJPH sangat kurang optimal sehingga mengakibatkan keterhambatan di proses sertifikasi halal bagi dunia usaha dan industri.

        "Walaupun Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP) BPJPH dibuka pada tanggal 17 Oktober 2019, tetapi pelaksanaannya sangat jauh dari harapan masyarakat. Bahkan, ketidaksiapan tersebut mengakibatkan delay dan terhambatnya proses sertifikasi halal," katanya dalam keterangan yang diterima di Jakarta, Rabu (8/7/2020).

        Baca Juga: Indonesia Halal Watch Gugat BPJPH ke PTUN

        Ikhsan Abdullah mengingatkan bahwa pada tanggal 12 November 2019, Kementerian Agama telah mengeluarkan Keputusan Nomor 982 Tahun 2019 tentang Layanan Sertifikasi Halal (KMA 982/2019). Dalam putusan tersebut Kemenag memberikan kewenangan kepada LPPOM MUI untuk menyelenggarakan sertifikasi halal di Indonesia.

        "KMA dimaksud diterbitkan sebagai jawaban Kementerian Agama terhadap keluhan dari dunia usaha dan masyarakat akan ketidakmampuan BPJPH sebagai badan yang menyelenggarakan sertifikasi halal," paparnya.

        Ikhsan menuturkan bahwa saat ini LPPOM MUI juga telah menutup pendaftaran, namun pendaftaran yang dibuka oleh BPJPH tidak mampu melayani masyarakat khususnya UKM. IHW bekerja sama dengan media nasional melakukan investigasi di mana letak persoalannya.

        "Dari investigasi tersebut, diperoleh jawaban ternyata ada beberapa hal penting yang belum disiapkan oleh BPJPH dan itu menjadi kendala utama," jelasnya.

        Ikhsan memaparkan beberapa hal penting yang belum disiapkan oleh BPJPH, yakni pertama petugas PTSP yang tidak dibekali dengan cukup pemahaman proses tahapan registrasi sampai dengan sertifikat halal diterbitkan.

        Kedua, form yang tidak disiapkan karena mereka memiliki form yang berbeda untuk registrasi halal perusahaan dan untuk UKM. Ketiga, ketika diajukan pertanyaan, petugas PTSP tidak mampu memberikan jawaban ke mana UKM melakukan registrasi.

        "Ada yang menjawab UKM dapat mendaftar di kantor wilayah Kementerian Agama setempat, tetapi ketika mendaftar di kantor wilayah Kementerian Agama ternyata petugasnya sama sekali tidak siap," paparnya.

        Melihat kejadian ini, sambung Ikhsan, Kementerian Agama tidak ingin dianggap sebagai institusi yang menghambat proses pertumbuhan industri halal yang saat ini sedang didorong oleh Presiden Jokowi dan Wapres Ma'ruf Amin melalui Komite Nasional Keuangan Syariah (KNKS) yang telah diperbarui dengan Komite Nasional Ekonomi dan Keuangan Syariah (KNEKS) melalui Peraturan Presiden RI No 28 Tahun 2020 untuk memperluas dan memajukan keuangan serta ekonomi syariah dalam rangka memperkuat ketahanan ekonomi nasional.

        "Itulah yang melandasi Kementerian Agama kemudian harus mengembalikan sementara sertifikasi halal kepada MUI dengan sistem pendaftaran yang pararel, artinya BPJPH membuka registrasi online dan LPPOM MUI tetap menjalankan fungsinya mulai proses registrasi sampai dengan penerbitan sertifikat halal," jelasnya.

        Ikhsan menilai KMA Nomor 982/2019 ini dapat memulihkan kembali proses sertifikasi halal yang sempat mandek (stagnan) selama bulan September/Oktober/November 2019. Apalagi KMA Nomor 982/2019 pada dasarnya merupakan pemberian kewenangan kepada MUI untuk menyelenggarakan sertifikasi halal.

        Dengan demikian, BPJPH diharapkan dapat menjalankan fungsi-fungsi penting dalam proses sertifikasi halal seperti proses pembentukan Lembaga Pemeriksa Halal (LPH), proses pembentukan penyelia halal, proses pembentukan auditor halal, proses akreditasi dan pengakuan lembaga sertifikasi halal luar negeri.

        "Keempat instrumen itu penting dalam penyelenggaraan sertifikasi halal," tandasnya.

        Ikhsan mengungkapkan adanya KMA Nomor 982/2019 belum tentu BPJPH mampu menyelenggarakan proses registrasi dan sertifikasi halal. Oleh karena itu, BPJPH harus menginstropeksi diri dengan membangun kemampuan menata infrastruktur dan organisasi bukan selalu berhadap-hadapan dengan MUI-LPPOM MUI. Padahal, saat ini dunia internasional telah menjadikan MUI sebagai kiblat dari sertifikasi halal.

        Setidaknya ada 45 lembaga sertifikasi halal asing yang berkiblat ke MUI di antaranya Asia Pasifik dari China, Korea Selatan, Taiwan, Sri Lanka, India, Thailand, Jepang, Selandia Baru, dan Australia. Kemudian Eropa seperti Belanda, Belgia, Perancis, Norwegia, dan Finlandia. Amerika dan negara-negara Amerika Latin serta beberapa negara di Afrika. Empat puluh lima Lembaga Sertifikasi Halal Asing dari 26 negara itu selalu ingin mendapatkan pengakuan atau recognition dari MUI.

        "Artinya, Indonesia bisa menjadi negara utama rujukan negara internasional dalam standar halal di dunia," paparnya.

        Ikhsan melanjutkan, upaya tersebut tentu dibangun cukup lama serta konsisten dari MUI dan telah mendapatkan kepercayaan dari dunia internasional. Oleh karenanya, pengakuan dan penetapan standar dari Lembaga Sertifikasi Halal Luar Negeri tersebut harus dilakukan sesuai dengan standar kesyariahan yang mendasarkan pada prinsip Maqashid Syariah Sertifikasi Halal. 

        "Maka, pelibatan MUI dalam melakukan akreditasi Lembaga Sertifikasi Halal Luar Negeri mutlak diikutsertakan karena halal bukan semata-mata persoalan teknologi dan pengetahuan akan tetapi berkaitan dengan kepercayaan Lembaga Sertifikasi Halal Luar Negeri kepada MUI bahwa standar halal MUI adalah menentramkan umat," tegasnya.

        Oleh karenanya, sambung Ikhsan, peran penting MUI dan LPPOM MUI harus tetap dipertahankan dan tidak boleh terabaikan dengan keadaan apapun sampai Keputusan Menteri Agama Nomor 982 Tahun 2019 perihal Layanan Sertifikasi Halal tanggal 12 November 2019, Keputusan Menteri Agama Nomor 519 Tahun 2001 tentang Lembaga Pelaksana Pemeriksaan Pangan Halal tanggal 30 November 2001, dan Keputusan Menteri Agama Nomor 518 Tahun 2001 tentang Pedoman dan Tata Cara Pemeriksaan dan Penetapan Pangan Halal dicabut.

        "Selama belum dicabut maka MUI dan LPPOM MUI tetap dapat menyelenggarakan proses sertifikasi halal dan menerbitkan fatwa halal tertulis karena pada dasarnya sertifikat halal adalah fatwa tertulis dari Komisi Fatwa MUI atas produk yang dinyatakan halal," pungkasnya.

        Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

        Editor: Cahyo Prayogo

        Bagikan Artikel: