Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Video
    Indeks
      About Us
        Social Media

        Seberapa Dalam Jurang Resesi Indonesia?

        Seberapa Dalam Jurang Resesi Indonesia? Kredit Foto: REUTERS/Edgar Su
        Warta Ekonomi, Jakarta -

        Pembatasan sosial yang diberlakukan pada kuartal kedua ditambah dengan kasus Covid-19 yang belum mencapai titik puncaknya hingga awal kuartal ketiga, berpeluang besar menyeret Indonesia ke dalam resesi ekonomi.

        Direktur Eksekutif Centre of Reform on Economics (Core)  Indonesia Mohammad Faisal mengatakan tren jumlah kasus baru Covid-19 yang meningkat lebih pesat mengakibatkan seluruh sumber pertumbuhan ekonomi Indonesia mengalami tekanan berat.

        Ia mengatakan konsumsi rumah tangga, konsumsi pemerintah, dan investasi mengalami tekanan paling dalam, khususnya pada kuartal kedua. Adapun kinerja ekspor meskipun tetap positif, namun ikut turun akibat belum pulihnya perekonomian negara-negara mitra dagang utama Indonesia.

        Baca Juga: Ogah RI Terpeleset ke Jurang Resesi, Sri Mulyani Kencangkan Sabuk

        "Kami berpendapat, jika puncak pandemi terjadi pada kuartal ketiga dan pemerintah tidak memberlakukan kembali pembatasan sosial berskala besar (PSBB), ekonomi Indonesia akan terkontraksi di kisaran -1,5%. Namun, jika angka kasus baru terus meningkat sepanjang tahun ini dan pemerintah kembali memberlakukan PSBB, diperkirakan kontraksi ekonomi Indonesia bisa mencapai -3%," ucapnya di Jakarta, Selasa (21/7/2020).

        Faisal menambahkan bahwa ancaman resesi ekonomi tidak hanya menimpa negara-negara maju, tapi juga negara-negara berkembang. Pada Juni, IMF dan World Bank memproyeksikan ekonomi global akan tumbuh -4,9% dan -5,2%.

        "Namun, ketidakpastian mengenai rentang waktu dan intensitas pandemi ini berpotensi mengerek ekonomi global turun lebih dalam," tambahnya.

        Di samping itu, beberapa isu geopolitik internasional, seperti perang dagang antara AS dan Tiongkok dan perubahan status hukum Hong Kong ikut menekan pertumbuhan ekonomi global tahun ini.

        Lesunya pertumbuhan ekonomi tahun ini tercermin dari perdagangan global yang tumbuh negatif, gejolak sektor keuangan yang meningkat, dan harga komoditas yang lebih rendah dibandingkan dengan tahun lalu.

        "Berdasarkan skenario optimis WTO, perdagangan global mengalami pertumbuhan -12,9%. Sementara untuk skenario pesimisnya mencapai -31,9%," pungkasnya.

        Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

        Penulis: Boyke P. Siregar
        Editor: Rosmayanti

        Tag Terkait:

        Bagikan Artikel: