Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
    Indeks
      About Us
        Social Media

        Dana Bos Bisa Buat Beli Kuota, Gimana Pengelolaannya?

        Dana Bos Bisa Buat Beli Kuota, Gimana Pengelolaannya? Kredit Foto: WE
        Warta Ekonomi, Jakarta -

        Pemerintah telah memutuskan jika dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) di masa pandemi Covid-19 dapat digunakan secara lebih fleksibel, termasuk untuk mendukung kegiatan belajar mengajar secara online, antara lain untuk pembelian kuota internet oleh guru dan siswa, pengadaan desinfektan, dan sarana pendukung lainnya.

        Namun dari sisi pertanggungjawaban, penggunaan dana pendukung pendidikan ini tetap harus memenuhi aspek transparansi dan akuntabilitas. Apalagi dari pengalaman selama ini, risiko kecurangan pengelolaan dana BOS dapat terjadi di semua lini.

        Direktur Investigasi IV BPKP, Mohamad Risbiyanto mengatakan, kasus-kasus fraud atas pengalokasian dan penggunaan dana BOS melibatkan banyak pihak, mulai dari sekolah, dinas pendidikan, hingga pemerintah kabupaten/kota. Hal itu dikatakannya ketika menjadi narasumber dalam webinar KASP IAI Online Discussion bertema Pengelolaan dana BOS Menyongsong Era New Normal, yang diselenggarakan oleh Kompartemen Akuntan Sektor Publik Ikatan Akuntan Indonesia (KASP IAI), beberapa waktu lalu.

        Webinar virtual ini dibuka oleh Ketua KASP IAI, Hery Subowo, dan menghadirkan narasumber dari Kementerian Keuangan, Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, BPKP dan Dinas Pendidikan Kabupaten Tuban. Webinar diikuti oleh lebih dari 350 peserta yang berasal dari pengurus KASP IAI, akuntan sektor publik, aparat pemerintahan, akademisi, hingga kalangan umum.

        Risbiyanto mengatakan, berdasarkan hasil audit BPK, fraud atau kecurangan dalam pengelolaan dana BOS ini terdapat di hampir semua proses, mulai dari perencanaan, pelaksanaan, pelaporan, bahkan pengawasan/monitoring. Pada tahap perencanaan, fraud atas dana BOS berupa perencanaan yang tidak sesuai dengan kondisi riil, kolusi dalam pemenuhan kriteria penerima BOS, suap, dan gratifikasi pengajuan BOS.

        Baca Juga: Rencana Nadiem Makarim Buka Sekolah Bikin Geleng Kepala

        Pada tahap pelaksanaan, kecurangan yang ditemukan berupa pengaturan pihak tertentu sebagai vendor, gratifikasi dalam proses pengadaan, penggelembungan harga, kegiatan fiktif, hingga penggunaan dana BOS untuk kepentingan pribadi. Kecurangan lain dalam tahapan ini adalah berupa penggunaan yang tidak sesuai dengan ketentuan, penggelapan dana BOS, dan pungutan liar dalam penyaluran dana.

        Pada proses pelaporan, terjadi pertanggungjawaban yang tidak sesuai dengan regulasi, bukti pertanggungjawaban fiktif, pembiayaan ganda, hingga pemalsuan bukti pertanggungjawaban. Sementara pada tahap pengawasan, pelanggaran berupa suap dan gratifikasi dalam proses pengawasan BOS.

        Untuk pengendalian kecurangan, semua pihak yang terkait dengan pengelolaan dana BOS diminta melaporkan kasus-kasus yang ditemui kepada pihak berwenang, atau mengefektifkan whistleblower’s system menuju tata kelola pemerintahan yang bersih. Akuntan sektor publik juga diharapkan peran optimalnya dalam mengawal akuntabilitas dana BOS ini.

        Alokasi dana BOS untuk tahun 2020 mencapai Rp54,32 triliun atau naik 6,03% untuk sasaran 45,4 juta siswa. Ini merupakan bagian dari total anggaran fungsi pendidikan yang mencapai 20% dari APBN, atau setara dengan Rp508,08 triliun. Seperti dijelaskan oleh Kresnadi (Kasubdit DAK non Fisik, Dirjen Perimbangan Anggaran Kementerian Keuangan) dan Sutanto (Sekretaris Direktorat Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini Kemendikbud), pemberian dana BOS ditujukan untuk mendukung konsep Merdeka Belajar dengan besaran dana 70% pada semester I 2020.

        Alokasi dana BOS pada provinsi digunakan untuk operasional pendidikan Satuan Pendidikan Dasar (Satdikdas), Satuan Pendidikan Menengah (Satdikmen), Satuan Pendidikan Khusus (Satdiksus) yang diselenggarakan oleh pemerintah daerah (negeri) maupun oleh masyarakat (swasta).

        Dana BOS tahun anggaran 2020 merupakan bagian dari Dana Transfer ke Daerah, terdiri dari BOS Reguler, BOS Kinerja, dan BOS Afirmasi. BOS Reguler digunakan untuk pembelian alat multimedia pembelajaran, pemeliharaan dan perawatan sarana sekolah dan penerimaan peserta didik baru. BOS Kinerja diberikan kepada sekolah yang berkinerja baik dalam meningkatkan rapor mutu pedidikan agar mencapai standar nasional pendidikan. BOS Afirmasi untuk mendukung operasional rutin sekolah di daerah 3T (tertinggal, terluar, transmigrasi).

        Baca Juga: Kemendikbud Harusnya Beri Panduan Pendidikan Virtual

        Berdasarkan data Kementerian Dalam Negeri, kondisi aktual saat ini, dana BOS belum dikelola secara tertib, efisien, ekonomis, efektif, transparan dan bertanggungjawab pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Provinsi dan Kabupaten/Kota. Beberapa persoalan regulasi yang muncul dalam pengelolaan dana BOS, antara lain masih terdapat alokasi dana BOS untuk satuan pendidikan yang tidak sejalan dengan ketentuan otonomi daerah. Hibah dari provinsi untuk Satdikdas juga tidak sejalan dengan ketentuan hibah pemerintah daerah.

        Selain itu, penggunaan langsung hibah dana BOS pada satuan pendidikan di provinsi, banyak yang tidak sesuai dengan ketentuan pengelolaan keuangan daerah. Persoalan lain yang muncul terkait dengan belanja sekolah yang tidak efektif dan efisien, serta persoalan terbatasnya kompetensi sumber daya dalam pengelolaan keuangan daerah. Lemahnya mekanisme pelaporan sekolah juga menyebabkan seringkali pelaporan tidak tepat waktu. Masalah lainnya adalah belum adanya alat bantu yang dapat digunakan dalam pengelolaan dan BOS berbasis sistem informasi.

        Bahri menambahkan, keterlambatan penyaluran dana BOS juga menjadi masalah dimana sekolah sering terlambat menerima penyaluran dana BOS sehingga banyak kepala sekolah terpaksa menalangi biaya operasional sekolah di awal tahun. Keterlambatan dana BOS ini mengganggu proses pembelajaran siswa. Kondisi ini ditengarai terjadi karena pemerintah provinsi juga terlambat menetapkan alakasi dana BOS per sekolah, serta tidak adanya unit organisasi di provinsi yang menangani urusan pendidikan dasar yang menjadi urusan kabupaten/kota.

        Untuk meminimalkan risiko pada pengelolaan dana BOS, pemerintah saat ini berupaya menyederhanakan birokrasi penyaluran dana BOS. Mulai tahun ini, mekanisme penyaluran dana BOS dilakukan dari Kas Umum Negara langsung ke sekolah, sehingga bisa memangkas birokrasi, meminimalkan keterlambatan, menjaga akuntabilitas, serta penyaluran serentak di 34 provinsi.

        Di samping itu, BOS Reguler di masa kedaruratan Covid-19 dapat digunakan untuk pembelian pulsa, paket data, dan/atau layanan pendidikan daring berbayar bagi pendidik dan/atau peserta didik dalam rangka pelaksanaan pembelajaran di rumah. Dana BOS ini juga dapat digunakan untuk pembelian cairan atau sabun pembersih tangan, pembasmi kuman, masker, atau penunjang kebersihan dan kesehatan lain.

        Baca Juga: Inikah Sistem Pendidikan Ideal di Masa New Normal?

        Sutanto mengatakan, berdasarkan Permendikbud Nomor 19 Tahun 2020 tentang Juknis BOS Reguler, alokasi pembiayaan kegiatan administrasi sekolah dapat digunakan untuk pembelian cairan atau sabun pembersih tangan, pembasmi kuman, masker atau penunjang kebersihan lainnya.

        Dana BOS juga bisa dialokasikan untuk kembiayaan langganan daya dan jasa, untuk pembelian pulsa, paket data, dan/atau layanan pendidikan daring berbayar bagi pendidik dan/atau peserta didik dalam rangka pelaksanaan pembelajaran dari rumah. Sementara pembiayaan pembayaran honor, persentase honor 50% tidak berlaku selama masa darurat Covid-19.

        Dari sisi tahapan penyaluran, perubahan kebijakan dana BOS 2020 menyangkut perubahan periode dan besaran penyaluran akan memberikan keleluasaan fiskal bagi sekolah dalam rangka mendukung konsep Merdeka Belajar. Perubahan ini akan lebih akurat karena rekomendasi penyaluran berdasarkan hasil inputan yang dilakukan sekolah sendiri melalui aplikasi dana BOS yang disediakan oleh Kemendikbud.

        Proses penyaluran menjadi lebih cepat karena dilakukan langsung ke rekening sekolah sehingga sekolah dapat lebih cepat menyampaikan laporan melalui aplikasi tanpa menunggu sekolah lain meskipun dalam wilayah yang sama. Penyaluran langsung ke rekening sekolah diadministrasikan dalam APBD Provinsi/Kabupaten/Kota melalui mekanisme pengesahan belanja sehingga akuntabilitas tetap terjaga.

        Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

        Penulis: Annisa Nurfitri
        Editor: Annisa Nurfitri

        Bagikan Artikel: