Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Video
    Indeks
      About Us
        Social Media

        Cekal Anak Soeharto, Sri Mulyani Mau Cuci Tangan dari Kasus Century. Jangan Sewenang-wenang Bu!

        Cekal Anak Soeharto, Sri Mulyani Mau Cuci Tangan dari Kasus Century. Jangan Sewenang-wenang Bu! Kredit Foto: Antara/Muhammad Iqbal
        Warta Ekonomi, Jakarta -

        Keputusan Menteri Keuangan (Menkeu) Nomor 108/KM.6/2020 tanggal 27 Mei 2020 tentang Penetapan Perpanjangan Pencegahan Bepergian Ke Luar Wilayah Republik Indonesia kepada Ketua Konsorsium Mitra Penyelenggara Sea Games XIX Tahun 1997, Bambang Trihatmodjo terus dilawan. 

        Pengamat Ekonomi & Politik Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Keuangan Negara (LPEKN), Sasmito Hadinagoro menduga keputusan itu sebagai bentuk pengalihan isu terhadap sejumlah kasus skandal keuangan negara yang terjadi selama ini. 

        "Saya mensinyalir, ini untuk mengalihkan isu-isu besar kerugian keuangan negara yang secara kasat mata jelas belum kedaluwarsa. Misalnya, kasus mega skandal korupsi bail out illegal Bank Century Rp7,9 triliun yang patut diduga ada peran Ketua KSSK waktu itu, Sri Mulyani," ujar Sasmito di Jakarta, Minggu (20/9/2020).

        Baca Juga: Faisal Basri Nyinyirin Anggaran Covid-19, Anak Buah Sri Mulyani Gak Terima

        Baca Juga: Anak Soeharto Belum Juga Bayar Utang Negara, Sri Mulyani Langsung Cekal

        Menurutnya, peran Ketua KSSK dalam kasus bail out Bank Century sebenarnya tidak dapat dikesampingkan. Pasalnya, Ketua KSSK patut diduga sebagai komandan bail out illegal atau actor intellectualist. Karena itu, Ketua KSSK pada waktu itu wajib dimintai pertanggunjawaban secara hukum.

        "Jadi, peran dia (Menkeu) bukan hanya beri talangan kepada bankir nakal, tetapi memberi bail out illegal bertriliunan rupiah dengan memakai dana dana publik (APBN) tanpa penuntasan penegakan hukumnya. Jadi, mumpung belum kedaluwarsa, apakah Menkeu tidak bisa introspeksi diri?" jelasnya.

        Sasmito pun menantang pemerintah untuk tidak mendiskriminasi warga negara. Karena itu, dia meminta Menkeu untuk mengungkap secara terbuka ke publik siapa saja pengutang negara ini. Hal ini penting agar prinsip persamaan di hadapan hukum (equality before the law ) benar-benar terpenuhi.

        "Jangan tebang pilih. Pencekalan Pak Bambang saja yang diungkap ke publik. Padahal banyak pengutang negara yang lainnya. Mestinya, para pengemplang uang negara wajib hukumnya diungkap ke publik dong," pintanya. 

        Sasmito mengaku heran dengan sikap Menkeu yang mempersoalkan dana talangan Rp35 miliar yang diberikan kepada konsorsium penyelenggara pesta SEA Games XIX-1997. Padahal dana talangan ini diberikan kepada konsorsium lantaran biaya penyelenggaraan SEA Games tidak tercantum dalam APBN.

        Perlu diketahui, pelaksanaan SEA Games 1997 sebenarnya jatah Brunei Darussalam sebagai tuan rumah event dua tahunan tersebut. Namun, Brunei keberatan lantaran belum siap menjadi tuan rumah. Karena itu, hak penyelenggaraan SEA Games 1997 diserahkan kepada Indonesia dulu. 

        "Lantaran biaya penyelenggara SEA Games 1997 ini tidak ada dalam APBN sebagaimana biasa, maka untuk mengantisipasinya diputuskan mengundang pihak konsorsium swasta untuk berperan sebagai mitra pemerintah dalam penyelenggaraan SEA Games," jelasnya. 

        Berdasarkan perhitungan Kantor Menteri Negara Pemuda dan Olahraga, biaya perhelatan SEA Games 1997 ini mencapai Rp70 miliar. Konsorsiumpun menyanggupi biaya tersebut, termasuk biaya persiapan kontingen Indonesia.

        Surat pernyataan tersebut tercantum dalam butir pertimbangan penerbitan Kemenkokesra nomor 14 tahun 1996 sebagai tindak lanjut dari Inpres nomor 5 tahun 1996. Di luar rencana semula, konsorsium dibebani tambahan untuk persiapan kontingen Indonesia Pelatnas sebesar Rp32 miliar. Sementara kegiatan Pelatnas tidak melekat pada biaya penggandaan SEA Games.

        "Biaya pelaksanaan SEA Games seharusnya menjadi tanggung jawab pemerintah Indonesia sebagai peserta dalam mempersiapkan keikutsertaan kontingen Indonesia dan bukan termasuk ke dalam biaya penyelenggaraan SEA Games oleh konsorsium," jelasnya.

        Konsorsium yang dipimpin Bambang Trihatmodjo ini sukses menyelenggarakan event internasional bergengsi tersebut. Bahkan Indonesia berhasil mempersembahkan gelar juara umum SEA Games 1997.

        Namun, anehnya, putra Presiden RI ini malahan dicemarkan nama baiknya gara-gara talangan biaya persiapan dan pelatnas atlet SEA Games.

        "Nah sekarang dengan kasus ecek-ecek urusan dana talangan Rp35 miliar yang bukan untuk kepentingan pribadi Bambang Trihatmojo, kok untuk urusan yang belum pernah diklarifikasi kebenaran penggunaan dana SEA Games yang menelan biaya Rp156 miliar tidak mengundang langsung yang bersangkutan guna memberikan penjelasannya, tetapi malahan dengan wewenangnya selaku Bendahara Umum Negara menerbitkan keputusan Menkeu mencegah seorang WNI yang belum jelas legal standing-nya. Apakah kebijakan itu bukan suatu sikap sewenang-wenang?" tanyanya.

        Sasmito menegaskan, keputusan pencekalan berpergian ke luar negeri ini sangat tidak masuk akal. Hal ini bentuk penzaliman.

        "Sebagai seorang pengusaha pribumi asli, apa yang dilakukan Menkeu ini bentuk sikap zalim. Mas Bambang benar-benar dirampas hak-hak keperdataannya. Di manakah keadilan hukum di Bumi Pertiwi NKRI ini," terangnya.

        Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

        Penulis: Fajar Sulaiman
        Editor: Rosmayanti

        Bagikan Artikel: