Institut Teknologi Bandung (ITB) menyampaikan hasil riset yang memprediksi sepanjang pantai selatan Jawa Barat dan selatan Jawa Timur berpotensi digulung tsunami.
Riset tersebut pun memperkirakan tinggi tsunami yang akan mencapai 20 meter di pantai selatan Jawa Barat dan 12 meter di selatan Jawa Timur.
Baca Juga: Selatan Jawa Bakal Dihantam Tsunami 20 Meter, BMKG: Jangan Panik, Tak Tahu Kapan Terjadi
Tak mau kalah, Tim Peneliti Universitas Gadjah Mada (UGM) pun ikut mengembangkan sistem peringatan dini gempa bumi. Sistem peringatan dini ini mampu mendeteksi dan memberikan peringatan aktivitas gempa bumi.
Bahkan, sistem ini dapat memprediksi gempa bumi satu hingga tiga hari sebelumnya dengan daerah prediksi dari Sabang hingga Nusa Tenggara Timur.
"Dari EWS gempa alogaritma yang kami kembangkan bisa tahu 1 sampai 3 hari sebelum gempa," ujar Ketua tim riset Laboratorium Sistem Sensor dan Telekontrol Departemen Teknik Nuklir dan Teknik Fisika UGM, Ir. Sunarno, Minggu 27 September 2020 dikutip Pikiran-Rakyat.com dalam rilis UGM.
"Jika gempa besar di atas 6 SR sekitar 2 minggu sebelumnya alat ini sudah mulai memberikan peringatan," tambahnya.
Ia juga menjelaskan sistem peringatan dini gempa yang dikembangkannya ini bekerja berdasarkan perbedaan konsentrasi gas radon dan level air tanah yang merupakan anomali alam sebelum terjadinya gempa bumi.
Sehingga jika akan terjadi gempa di lempengan, akan muncul fenomena paparan gas radon alam dari tanah meningkat secara signifikan. Permukaan air tanah naik turun secara signifikan pun terdeteksi.
"Dua informasi ini dideteksi oleh alat EWS dan akan segera mengirim informasi ke handphone saya dan tim. Selama ini informasi sudah bisa didapat dua atau tiga hari sebelum terjadi gempa di antara Aceh hingga NTT," ungkap Sunarno.
Menurutnya, sistem yang dikembangan terdiri dari alat EWS yang tersusun dari sejumlah komponen seperti detektor perubahan level air tanah dan gas radon, pengkondisi sinyal, kontroler, penyimpan data, sumber daya listrik.
Lalu, lanjut Sunarno alat ini memanfaatkan teknologi internet of thing (IoT) di dalamnya.
Pada tahun 2018 Sunarno dan timnya telah melakukan penelitian untuk mengamati konsentrasi gas radon dan level air tanah sebelum terjadinya gempa bumi.
Pengamatan yang telah dilakukan dikembangkan sehingga dirumuskan dalam suatu algoritma prediksi sistem peringatan dini gempa bumi.
Sistem ini terbukti telah mampu memprediksi terjadinya gempa bumi di Barat Bengkulu M5,2 pada 28 Agustus 2020, Barat Daya Sumur-Banten M5,3 pada 26 Agustus 2020, Barat Daya Bengkulu M5,1 pada 29 Agustus 2020.
Serta Barat Daya Sinabang Aceh M5,0 pada 1 September 2020, Barat Daya Pacitan M5,1 pada 10 September 2020, Tenggara Naganraya-Aceh M5,4 14 September 2020, dan lainnya.
Sistem peringatan dini gempa ini telah digunakan untuk memprediksi gempa. Ada 5 stasiun pantau atau EWS yang tersebar di Yogyakarta yang dalam setiap lima detik mengirim data ke server melalui IoT.
"Lima stasiun EWS ini masih di sekitar DIY. Jika seandainya terpasang di antara Aceh hingga NTT kita dapat memperkirakan secara lebih baik, yakni dapat memprediksi lokasi lebih tepat atau fokus," terangnya.
Posisi Indonesia yang berada di 3 lempeng tektonik dunia menjadikannya rentan terjadi gempa bumi.
Sehingga Sunarno mengaku mengembangkan sistem deteksi ini untuk kesiapsiagaan masyarakat untuk menghadapi gempa.
Dia mengatakan bahwa sistem peringatan dini gempa bumi ini akan terus dikembangkan hingga mampu memprediksi waktu terjadinya gempa secara tepat, lokasi koordinat episentrum gempa, hingga magnitudo gempa.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Fajria Anindya Utami
Tag Terkait: