Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
    Indeks
      About Us
        Social Media

        KOL Stories: Mengatur Keuangan Keluarga Baru di Tengah Resesi

        KOL Stories: Mengatur Keuangan Keluarga Baru di Tengah Resesi Kredit Foto: Unsplash/Micheile Henderson
        Warta Ekonomi, Jakarta -

        Banyak pasangan yang sudah jauh-jauh hari merencanakan untuk menggelar pernikahan pada 2020 ini. Akan tetapi, Indonesia dilanda bencana kesehatan sejak awal tahun. Tidak berhenti sampai di situ. Imbasnya, bencana ekonomi ikut melanda Indonesia.

        Rencana pernikahan yang sudah disiapkan jauh-jauh hari terpaksa harus disesuaikan. Tentunya perencanaan keuangan sebelum dan sesudah menikah menjadi berbeda.

        Warta Ekonomi berinisiatif mengundang salah satu financial planner Melvin Mumpuni untuk berbincang membahas strategi keuangan untuk pasangan baru di tengah pandemi.

        Baca Juga: Tips Keuangan: Beli Produk Diskon Jelang Resesi, Buntung atau Untung?

        Melvin adalah financial planner yang kerap berbagi ilmu tentang bagaimana mengatur keuangan. Melvin juga seorang CEO dan Founder dari Finansialku.com. Berikut hasil wawancara Warta Ekonomi dengan Melvin Mumpuni pada program KOL Stories.

        Dari sisi perencanaan keuangan, apa sih perbedaan menikah di masa normal dengan menikah di musim pandemi dan resesi?

        Ada hal yang berbeda. Beberapa klien yang sudah mulai merencanakan keuangan pernikahan dari satu atau dua tahun mereka happy banget karena biayanya turun. Kalau sebelumnya bisa 500 undangan atau 300 undangan, sekarang mungkin cuma 100 undangan. Itu pun cuma boleh orang-orang terdekat.

        Perbedaannya, banyak di pricing (bujet) untuk pesta pernikahan. Mereka yang sudah menyiapkan bujet pernikahan, uang yang sudah disiapkan berlebih, happy mereka. Antara uangnya dipakai untuk nambah-nambah (biaya) apartmen atau properti pertama, atau juga dipakai untuk tabungan dulu.

        Bagaimana cara menyiapkan dana pernikahan di musim pandemi dan resesi seperti saat ini?

        Katakanlah butuh Rp120 juta, terus mau nikah tahun depan. Berarti kita punya 12 bulan untuk mengumpulkan uang itu dari awal. Kalau sudah mepet, tapi uangnya belum ada, ya itu karena tidak merencanakan nikah dari jauh-jauh hari. Mau tidak mau, bujetnya dikurangi atau bujetnya dibagi dua. Misalnya yang laki-laki membayar 60 persen, perempuan 40 persen.

        Bagaimana cara mengelola keuangan bagi keluarga yang baru saja menikah?

        Kalau di Finansialku, kita ada piramida perencana keuangan, dan fokus pada keamanan keuangan. Artinya kebutuhan pasangan muda ini dalam setahun ke depan sudah terpenuhi. Ciri-cirinya apa kalau kita aman keuangan? Satu, pemasukan keluarga lebih besar dari pengeluaran. Yang kedua, usahakan punya dana darurat. Biasanya pasangan muda belum punya dana darurat, ya begitu menikah jangan buru-buru punya anak, amanin dulu keuangannya. Paling tidak kalau sudah menikah, tapi belum punya anak, itu sembilan kali pengeluaran bulanan. Jadi kalau pengeluaran bulanannya Rp5 juta, berarti dana daruratnya Rp45 juta.

        Kemudian, kalau punya utang, ya sudah open saja ke pasangannya, dan cari solusi untuk selesaikan utang. Yang keempat, pasangan muda itu perlu review insurance-nya. Ketika seseorang sudah menikah, artinya ada orang yang bergantung hidup ke pemasukkan cowok juga. Berarti ada yang harus di-protect. Asuransi kesehatan, penyakit kritis, asuransi jiwa perlu di-review kembali. Baru setelah itu mereka punya mimpi bersama seperti punya anak atau berlibur.

        Apa saja problem-problem keuangan yang biasa menjerat pasangan baru?

        Masalah yang biasanya diceritakan ketika pasangan baru menemui financial planner, mereka tidak membuka masalah keuangan mereka kepada pasangan dari awal. Jadi, ketika menikah, pasangannya baru tahu kalau pasangannya punya utang atau baru tahu kalau pasangannya sandwich generation atau boros. Jadi dari awal tidak open.

        Yang kedua itu bisa jadi karena beda perspektif dan beda ekspektasi. Misal, cowoknya ini cuek banget. Sementara si cewek mikir masalah keuangan harus dipikir berdua. Apalagi kalau perempuan background-nya bukan keuangan. Hal itu ditambah ketika komunikasinya deadlock. Masalah keuangan ditambah masalah komunikasi. Kemudian ini yang sering banget jadi ribut. Yang satu ngerti investasi, yang satu enggak ngerti. Terus yang satu rugi, yang satunya ribut.

        Apakah kedua pasangan harus bekerja mengingat kondisi sedang resesi?

        Kalau aku memang tipikal realistis. Jadi, kalau memang income-nya kurang, ya perlu nambah. Pasangannya bisa bantu, ya bagus. Tapi bukan masalah benar atau enggak, harus dan tidak, tapi itu sesuatu yang bisa diobrolkan. Misal cowok income-nya tidak bermasalah, tapi perempuan masih ingin kerja karena passion, ya enggak masalah.

        Bagaimana cara terbaik menyiapkan dana darurat bagi pasangan baru?

        Kalau dana darurat itu aku selalu menyarankan untuk setiap orang memiliki dana darurat sebelum menikah. Seenggaknya enam kali pengeluaran bulanan karena kalau perempuannya juga punya dana darurat, ketika menikah, mereka tidak mulai dari nol.

        Tapi, ketika mereka tidak punya dana darurat ketika menikah, misal income-nya Rp10 juta, pengeluarannya Rp5 juta, berarti dana darurat Rp45 juta. Berarti berapa yang harus disisihkan setiap bulan untuk dapat Rp45 juta. Itu kan jadi berat. Kalau income-nya Rp10 juta, pengeluarannya Rp8 juta, lebih berat lagi. Maka walaupun berat, ada strateginya. Penambahan income-nya untuk dana darurat dulu. Kalau aku saranin paling gampang pakai rekening tabungan, masukkin deposito. Atau bisa beli logam mulia, bisa beli emas digital atau emas fisik. Terakhir, reksa dana pasar uang paling simpel.

        Bagaimana resolusi keuangan yang ideal di musim pandemi dan resesi seperti saat ini?

        Kalau di saat ini ya bisa survive dulu di masa sulit. Apalagi kalau income-nya terdampak, mau tidak mau ya cari solusi. Di Oktober, tepatnya 7 Oktober ada perayaan World Financial Day, temanya bagus Live for Today, Plan for Tomorrow. Yang masuk akal ya Live for Today, kita bisa hidup layak sampai sekarang. Nah, Plan for Tomorrow ya kalau sudah berkeluarga, jelas harus keluar uang untuk kebutuhan anak. Nah, kalau belum berkeluarga, bisa planning dulu apakah mau punya anak atau menunda punya anak.

        Bagaimana cara jitu mengelola keuangan untuk membeli hunian pertama?

        Ini sebenarnya program bagus dari pemerintah. Pemerintah sudah memberikan rumah subsidi, KPR-nya pun subsidi. Subsidinya seharga mobil Jepang. Itu hanya boleh dibeli oleh orang dengan UMR 1 sampai 1,5 kali. Tapi, memang masalahnya jauh.

        Kalau misal harganya agak tinggi, pertama lihat dulu harga. Kalau tidak pernah lihat harga, tidak pernah tahu. Kedua, kamu hitung, misal rumah Rp800 juta, DP Rp300 juta, nah gimana ngumpulin Rp300 juta dalam lima tahun ke depan? Pertama tambah income. Kedua investasi, investasinya juga enggak asal, harus dihitung. Contoh, aku pernah hitung targetnya sekiar 12 persen per tahun, invest kurang lebih Rp4,4 juta per bulan, itu bisa beli. Tapi, ngejar return 12 persen per tahun itu enggak sembarangan.

        Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

        Penulis: Bernadinus Adi Pramudita
        Editor: Rosmayanti

        Bagikan Artikel: