Realisasi penerimaa pajak tahun ini bisa dibilang hancur lebur. Pasalnya per 30 September 2020 saja jumlah pajak yang berhasil ditarik Kementerian Keuangan (Kemenkeu) baru sebesar Rp750,62 triliun. Angka ini baru menyentuh 62,61%, jauh dari target akhir tahun sebesar Rp1.198,82 triliun.
Bahkan, penerimaan pajak periode Januari–September tahun ini juga terkontraksi sebesar 16,86% (yoy) dibandingkan dengan realisasi pada periode yang sama tahun lalu. Artinya, hingga akhir tahun nanti, pajak senilai Rp448,2 triliun mesti dikumpulkan Direktorat Jenderal Pajak (DJP).
Di sisi lain, pemerintah sudah mengantongi pajak digital dari pelaku usaha Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (PMSE) sekitar Rp96 miliar hingga akhir September 2020. Perusahaan yang dimaksud antara lain Spotify, Netflix, dan Amazon.
Baca Juga: Digital Banking dalam Bayang-bayang Kejahatan Siber
"Dalam waktu beberapa bulan, kami dapatkan hampir Rp96 miliar dari beberapa perusahaan yang sudah dimintakan dari PPN," kata Menteri Keuangan (Menkeu), Sri Mulyani Indrawati dalam diskusi virtual beberapa waktu lalu.
Potensi Pajak Digital
DJP Kemenkeu telah mencatatkan penerimaan pajak pertambahan nilai (PPN) atas transaksi digital dari raksasa teknologi global sudah menembus angka Rp97 miliar.
Jumlah ini berasal dari enam perusahaan yang sudah ditunjuk sebagai pemungut digital pada Juli dan memungut PPN sebesar 10% dari konsumen Indonesia mulai Agustus 2020. Keenamnya ialah Amazon Web Service Inc, Google Asia Pacific Pte Ltd, Google Ireland Ltd, Google LLC, Netflix International BV, dan Spotify AB.
"Mereka sudah menyetor PPN yang dipungutnya secara keseluruhan sekitar Rp97 miliar," ujar Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat DJP Hestu Yoga Saksama seperti dilansir dari Republika.co.id.
Di tahap kedua, per September, ada 10 perusahaan yang terdaftar sebagai pemungut PPN atas produk dan layanan digitalnya. Di antaranya Facebook Ireland Ltd, Facebook Payments International Ltd, Facebook Technologies International Ltd, Amazon.com Service LCC, Audible Inc, Alexa Internet, Audible Ltd, Apple Distribution International Ltd, Tiktok Pte Ltd, juga The Walt Disney Company (Southeast Asia) Pte Ltd.
Pada tahap ketiga, perusahaan yang ditunjuk ialah LinkedIn Singapore Pte Ltd, McAfee Ireland Ltd, Microsoft Ireland Operations Ltd, Mojang AB, Novi Digital Entertainment Pte Ltd, dan PCCW Vuclip (Singapore) Pte Ltd.
Lalu Skype Communications SARL, Twitter Asia Pacific Pte Ltd, Twitter International Company, Zoom Video Communications Inc, PT Jingdong Indonesia Pertama, juga PT Shopee International Indonesia.
Sementara per 1 November lalu, yakni tapah keempat, DJP menunjuk delapan perusahaan, yakni Alibaba Cloud (Singapura) Pte Ltd, GitHub Inc, Microsoft Corporation, Microsoft Regional Sales Pte Ltd, UCWeb Singapore Pte Ltd, To The New Pte Ltd, Coda Payment Pte Ltd, dan Nexmo Inc.
Pajak digital sebagai sumber pemasukan baru ini disebut bakal membantu DJP mengejar target penerimaan pajak 2020 yang kini masih seret.
Studi Institute for Development of Economics and Finance (Indef) menyebut bahwa potensi pajak dari transaksi digital bisa mencapai Rp530 miliar dengan asumsi tingkat kepatuhan pajak 50%.
"Potensi pajak digital memang cukup besar," ujar ekonom Indef Bhima Yudhistira saat dihubungi Warta Ekonomi.
Pajak digital ini memang berpeluang mengerek penerimaan pajak RI. Namun, menurut hitungan Bhima, sebetulnya kontribusinya masih kecil bagi pos andalan pemasukan negera tersebut. "Jika dibandingkan dengan target PPN di 2020 sebesar Rp507,5 triliun, maka kontribusi pajak digital hanya 0,1% atau jauh di bawah 5%."
Ia pun menyarankan DJP untuk memperluas obyek pajak guna meningkatkan penerimaan pajak digital. "Contohnya soal aplikasi streaming berbayar tidak hanya Netflix, dan media sosial yang mengandung iklan harus dipastikan membayar PPN 10%," tandasnya.
Menurut data eMarketer, belanja iklan digital di Indonesia tahun lalu saja diperkirakan menembus US$639,9 juta. Posisi ini menempatkan Indonesia sebagai pasar digital terbesar kedua di Asia Tenggara setelah Thailand. Tentunya angka ini bisa lebih besar seiring dengan meningkatnya belanja iklan digital di negeri ini setiap tahunnya.
Mampuhkan Pajak Digital Kejar Target Penerimaan Pajak 2020?
Lesunya penerimaan pajak tahun ini disebut Menkeu Sri Mulyani lantaran perekonomian Indonesia, bahkan global, babak belur dihajar pagebluk Covid-19.
"Tingginya tingkat penyebaran Covid-19 dan diterapkannya langkah-langkah antisipasi penyebaran seperti Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) serta instruksi bekerja dan sekolah dari rumah menimbulkan gangguan terhadap ekonomi sehingga besaran output ekonomi menjauh dari output potensialnya," kata Sri Mulyani dalam konferensi pers di Jakarta.
Alhasil, Ani, sapaan karib Sri Mulyani, memperkirakan penerimaan pajak tahun ini bakal tak mencapai target lagi atau menciptakan shortfall seperti tahun sebelumnya. "Ada risiko shortfall akibat pelemahan ekonomi lebih dalam."
Baca Juga: Sri Mulyani Sebut Tarik Pajak di Tengah Pandemi Penuh Tantangan
Diperkirakan pos penerimaan pajak akan anjlok sebesar 15% dari target perubahan APBN dalam Perpres 72/2020 yakni Rp1.404,5 triliun. Demikian diungkap Ani seperti dikutip dari Antara.
"Pendapatan kami turun sangat signifikan yang kami perkirakan awalnya hanya turun 10% mungkin sekarang kita akan mendekati penurunan pendapatan 15% dari perpajakan," ujarnya.
Pernyatan serupa diamini oleh ekonom Center of Reform on Economics (CORE) Piter Abdullah bahwa tahun ini sudah bisa dipastikan pajak tidak akan bisa mencapai target meski potensi pajak digital memanglah besar.
"Saya belum punya hitungan nilai potensinya, tetapi tentunya jauh di atas 97 miliar. Potensi pajak digital menurut saya memang besar, tetapi untuk merealisasikan potensi juga tidak mudah," bebernya kepada Warta Ekonomi belum lama ini.
Piter bilang bahwa potensi pajak digital bisa diidentikasi dari pengenaan PPN terhadap transaksi melalui digital yang sejauh ini belum dilakukan. Demikian juga dengan pengenaan PPh perusahaan-perusahaan digital yang melakukan bisnis lintas negara dan menjadikan Indonesia sebagai pasar.
"Kalau kita asumsikan nilai transaksi digital mencapai 10 triliun, maka potensi pajak PPN-nya saja minimal 1 triliun. Tahun ini sudah bisa dipastikan tidak mencapai target," tukasnya.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Rosmayanti
Editor: Rosmayanti