Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Video
    Indeks
      About Us
        Social Media

        Marak Demo dan Kerumunan FPI, JK Bersuara: Kita Jangan Balik ke Demokrasi Jalanan

        Marak Demo dan Kerumunan FPI, JK Bersuara: Kita Jangan Balik ke Demokrasi Jalanan Kredit Foto: Antara/Nando
        Warta Ekonomi -

        Wakil Presiden ke-10 dan 12 Jusuf Kalla menyoroti kondisi politik yang terjadi belakangan ini. Menurut JK, pemimpin itu harus bisa mendengarkan aspirasi rakyat. Kalau tidak, rakyat akan kecewa sehingga kembali ke demokrasi jalanan.

        Pesan tersebut disampaikan JK saat menjadi pembicara di acara webinar menyambut Munas PKS kelima dengan tajuk Partisipasi Masyarakat Sipil dalam Membangun Demokrasi yang Sehat yang disiarkan PKSTV, Jumat (20/11/2020) malam. JK mendapat undangan khusus dari Presiden PKS, Ahmad Syaikhu, untuk memberikan tausiah politik tentang kondisi saat ini.

        Baca Juga: Berandai-Andai Tuntaskan Konflik Papua, Jusuf Kalla: Saya Siap! 

        Apa yang disampaikan JK? Mantan Ketum Golkar itu mengawali pidato dengan bicara soal demokrasi. Kata dia, demokrasi adalah sistem terbaik dari sistem yang ada. Saat ini, negara-negara otoriter sudah menuju ke arah demokrasi. Meski begitu, ada sejumlah catatan.

        Demokrasi, kata dia, belum tentu menghasilkan pemimpin terbaik. Amerika Serikat sebagai negara dengan demokrasi tertua contohnya. Karena itu, butuh proses demokrasi yang baik untuk menghasilkan pemimpin yang baik sehingga jangan terjadi otoriter.

        JK lalu mengomentari perkembangan demokrasi di Tanah Air. Kata dia, sistem demokrasi di Indonesia sekarang ini rancu lantaran tidak menghasilkan sesuatu yang rakyat harapkan.

        "Rakyat tidak terlalu didengarkan," kata JK.

        Contoh paling anyar adalah munculnya fenomena pemimpin FPI Rizieq Syihab dengan permasalahannya yang begitu hebat. Polisi hingga TNI, turun tangan seperti menghadapi kegoncangan. Menurut JK, fenomena Rizieq ini indikator bahwa ada proses yang perlu diperbaiki dalam proses demokrasi karena menunjukkan rakyat tidak percaya DPR. Partai, termasuk partai-partai Islam tidak dipercaya rakyat untuk menyuarakan aspirasinya.

        "Ini menurut saya adanya kekosongan kepemimpinan yang dapat menyerap aspirasi masyarakat secara luas," kata Ketua Dewan Masjid Indonesia (DMI) ini. 

        JK mengaku khawatir dan takut dengan cara demokrasi jalanan seperti demo sehingga merusak macam-macam, kembali terulang. Untuk mencegahnya, JK meminta para pemimpin melakukan evaluasi. Misalnya, memperbaiki proses demokrasi tidak hanya formalistik saja. Para wakil rakyat, perhatikan aspirasi rakyat diwakilinya.

        "Sehingga tidak kembali ke demokrasi jalanan. Seperti yang terjadi pada Reformasi atau tahun 66," ungkapnya.

        Jika para pemimpin dan wakil rakyat tidak mewakili pemilihnya, bisa saja rakyat kembali mengambil mandatnya saat pemilu kemarin. Kalau itu terjadi maka pembangunan ekonomi akan terhambat. Begitu juga upaya menangani pandemi. Rakyat menjadi tidak disiplin karena pemimpinnya tidak memberi contoh yang baik.

        Menurut JK, fenomena seperti ini sudah muncul di berbagai negara di antaranya Thailand dan negara-negara di kawasan Amerika Selatan. Penyebabnya adalah demokrasi yang sangat formalistik. Prosedur tapi hasilnya tidak sesuai harapan. 

        Baca Juga: Ancam Bubarkan FPI, Anak Buah Habib Rizieq Nasihati TNI: Jangan Mau Diadu Domba

        Pernyataan JK itu dikomentari beragam. Politisi PDIP, Budiman Sudjatmiko menyinggung demokrasi yang telah menjadikan JK sebagai wapres dalam dua periode.

        "Saat generasi kami memperjuangkan demokrasi, kami tak berandai-andai kesempurnaan, tapi terus memperbaiki. Bahkan bisa mengantar Bapak (JK) dua kali menjadi wapres. Jika ukuran baiknya demokrasi itu dengan mendukung orang-orang kesayangan Pak JK yang tak cakap, kami bukan demokrat yang 'baik'," cuit Budiman.

        Politisi Partai Solidaritas Indonesia (PSI) Guntur Romli menilai pernyataan JK itu kritik yang ditujukan untuk Anies Baswedan.

        "Kalau menurut saya, TNI turun tangan bukan karena cuma kekosongan kepemimpinan di Jakarta. Tapi Gubernur DKI sudah berkoalisi dengan FPI," kata Guntur lewat akun @GunRomli.

        Baca Juga: TNI 'Serang' Pasukan Habib Rizieq, Rocky Gerung Merasa Aneh

        "Wah parah anak didiknya sendiri di DKI disindir," timpal Direktur Eksekutif Charta Politika, Yunarto Wijaya.

        Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

        Editor: Cahyo Prayogo

        Bagikan Artikel: