Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra) mengaku sama sekali tak cemas dengan melorotnya elektabilitas Ketua Umum Prabowo Subianto di bursa Pilpres 2024 versi Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC). Sebabnya, pesta demokrasi itu masih sangat jauh.
"Masih jauh banget ya 2024. Saya bingung, lembaga survei bikin sesuatu yang masih sangat gaib," kata Wakil Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Partai Gerindra, Habiburokhman, di Jakarta, belum lama ini.
Baca Juga: Hasil Survei Makin Melorot, Bye... Bye... Prabowo Subianto
Hasil survei SMRC teranyar menyebutkan elektabilitas Prabowo turun dari posisi puncak ke peringkat kedua dengan prosentase 14,9 persen. Menteri Pertahanan (Menhan) itu kalah tipis dengan Gubernur Jawa Tengah (Jateng) Ganjar Pranowo yang persentasenya mencapai 15,7 persen.
Habib menilai, terlalu dini menyimpulkan Prabowo bakal keok lagi kalau maju di Pilpres 2024. Makanya, anggota Komisi III DPR ini tidak ambil pusing dengan hasil survei SMRC.
"Pemilu Indonesia itu seringkali ditentukan pada detik-detik terakhir. Yang paling penting, para anggota dewan bekerja maksimal di dapilnya masing-masing. Kami belum ada rencana apa-apa di 2024," ujarnya.
Sementara Ketua DPP Partai Gerindra, Vasco Ruseimy, justru meyakini publik yang mencintai Prabowo semakin meningkat. Indikasinya terlihat saat pelaksanaan Pilkada Serentak 2020. Saat turun ke basis massa, masih banyak yang mengidolakan Prabowo dan Partai Gerindra. Bahkan, setelah Prabowo menjadi Menhan diklaim pendukungnya semakin luas.
"Yang tadinya tidak mendukung, sekarang mencintai beliau. Yang awalnya di Pilpres ya. Semua orang bisa lihat kok di survei, kita masih di atas," kata Vasco.
Hal senada diungkapkan Wakil Sekretaris Jenderal (Wasekjen) Partai Gerindra, Kawendra Lukistian. Dia meyakini Prabowo tetap memiliki tempat di hati masyarakat. Tidak hanya sebagai calon presiden di Pilpres 2019, tapi juga saat menjabat sebagai Menhan sekarang.
Di tempat terpisah, Direktur Eksekutif Y-Publica, Rudi Hartono, menilai bergabungnya Prabowo Subianto dan Sandiaga Uno ke Kabinet Indonesia Maju menandakan sistem multipartai yang diterapkan Indonesia belum efektif.
Sebagaimana diketahui, dua pasangan itu merupakan kontestan di Pilpres 2019 punya gagasan politik yang berbeda. Jokowi-Ma'ruf dengan liberalisasi ekonomi dan Prabowo-Sandi dengan proteksionisme dan nasionalime ekonomi. Namun, pertarungan gagasan itu seolah redup setelah bergabungnya Prabowo-Sandi ke pemerintahan Joko Widodo-Ma'ruf Amin.
Baca Juga: Pasang Badan untuk Habib Rizieq, Tokoh Tionghoa Surati Jokowi: Prabowo dan Sandi...
Rudi menyesalkan banyaknya jumlah parpol pada Pemilu 2019 tidak dibarengi dengan sumbangan gagasan politik. Dari 16 partai politik di tingkat nasional sebagai peserta Pemilu 2019, hanya satu partai di Senayan yang memilih oposisi.
"Padahal, multipartai bertujuan untuk mencegah penumpukan kekuasaan di tangan segelintir kekuatan politik," paparnya.
Apakah Partai Gerindra yang bergabung ke pemerintahan Jokowi-Ma'ruf Amin akan tetap kritis? Rudi bilang, kemungkinan itu bisa terjadi. Asalkan, kadernya diberi kebebasan mengkritik pemerintah.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Cahyo Prayogo