Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Video
    Indeks
      About Us
        Social Media

        Mobil Listrik Banjir Investasi Asing, Bisakah Ekonomi RI Bangkit Lagi?

        Mobil Listrik Banjir Investasi Asing, Bisakah Ekonomi RI Bangkit Lagi? Kredit Foto: Antara/M Risyal Hidayat
        Warta Ekonomi, Jakarta -

        Investasi dinilai sebagai salah satu solusi untuk mempercepat pemulihan perekonomian Indonesia di tengah melambatnya pertumbuhan ekonomi nasional pada saat pandemi Covid-19 sekarang ini. Investasi Indonesia sendiri mengalami peningkatan pada Juli-September 2020.

        Dari catatan Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), realisasi investasi selama kuartal III-2020 mencapai Rp209 triliun atau meningkat sebesar 8,9% (qoq) atau 1,6% (yoy) dibandingkan kuartal sebelumnya yang kontraksi hingga -8,9% (qoq) atau -4,3% (yoy).

        Secara kumulatif, realisasi investasi di periode tersebut menembus angka Rp611,6 triliun, yang terdiri dari penanaman modal dalam negeri (PMDN) sebesar Rp309,9 triliun dan penanaman modal asing sebesar Rp301,7 triliun.

        Baca Juga: Penjualan Mobil Listrik Bantu Dongkrak Penjualan Volvo Tahun 2020

        Salah satu investasi yang tengah digencarkan pemerintah Indonesia ialah investasi kendaraan listrik. Keseriusan pemerintah terhadap pembentukan industri kendaraan listrik pun telah dituangkan melalui Perpres Nomor 55 tahun 2019 tentang Percepatan Program Kendaraan Bermotor Listrik Berbasis Baterai untuk Transportasi Jalan.

        Menteri Koordinator bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan berharap keseriusan pemerintah dalam mendorong implementasi kebijakan kendaraan bermotor listrik berbasis baterai (KBLBB) akan menjadi salah satu langkah strategis pemerintah dalam pemulihan ekonomi di tengah pandemi.

        "Ini sekaligus sebagai upaya dalam meningkatkan kualitas kesehatan melalui lingkungan hidup yang bebas polusi," ujar Ketua Tim Koordinator Percepatan KBLBB itu pada acara Public Launching KBLBB (17/12/2020).

        Rayuan RI Banjir Investasi Asing

        Perpres Nomor 55 tahun 2019 mengatur sejumlah insentif yang diberikan pemerintah kepada investor atau produsen mobil dan baterai listrik. Dalam payung hukum tersebut, insentif itu di antaranya tax holiday bagi produsen otomotif yang menanam modal untuk kendaraan dan baterai listrik, tax allowance bagi industri suku cadang, juga bea masuk ditanggung pemerintah untuk impor bahan baku dan atau bahan penolong yang digunakan dalam rangka proses produksi.

        Tak berhenti di sana, pemerintah juga memberikan insentif super deductible tax yakni pengurangan pajak 200-300% bagi perusahaan atau investor yang menggelar pendidikan vokasi dan research and development (R&D) terkait mobil listrik.

        Beragam 'rayuan' ini rupanya membuahkan hasil yang menggembirakan. Pasalnya, sejumlah produsen mobil listrik luar negeri mulai berbondong-bondong tertarik menanamkan duitnya di Indonesia. Sebut saja Hyundai. Tahun lalu perusahaan asal Korea Selatan itu menginvestasikan sejumlah US$1,549 miliar atau setara dengan Rp21,8 triliun.

        Kabar terbaru, Hyundai Asia Pasifik bakal memindahkan markasnya dari Malaysia ke Indonesia. Anggota Komite Investasi Bidang Komunikasi dan Informasi BKPM Rizal Calvary Marimbo berpendapat pemindahan itu punya dasar yang kuat, yakni daya saing Indonesia di industri mobil listrik yang jauh lebih hebat.

        "Di sini kita punya nikel, akan punya pabrik baterai terbesar dunia. Regulasi investasi makin mantap pasca-UU Cipta Kerja, perizinan dan lahan tak masalah, BKPM urus semua dari A sampai Z. Ini yang bikin daya saing kita terdepan di industri listrik ke depan," kata dia seperti dilansir dari Sindonews di Jakarta, Rabu (13/1/2021).

        Belum lama ini produsen mobil asal Jepang, Toyota, juga menyiapkan investasi hingga US$2 miliar atau setara dengan Rp28,29 triliun untuk mengembangkan 10 jenis kendaraan listrik di Indonesia. Pimpinan delegasi Toyota, Yoichi Miyazaki menyebut, "Setidaknya dalam lima tahun ke depan, Toyota sudah menyiapkan 10 jenis kendaraan listrik bagi konsumen Indoensia."

        Terbaru perusahaan Elon Musk, Tesla, bakal menyambangi Indonesia awal Januari tahun ini untuk membahas kemungkinan investasi di Tanah Air, usai ditelepon langsung oleh Presiden Jokowi, beberapa waktu lalu. Kabarnya, produsen otomotif asal Amerika Serikat itu siap membangun pabrik baterai mobil listrik di Kawasan Industri Batang, Jawa Tengah.

        Dibocorkan oleh Direktur Jendela Industri Logam Mesin Alat Transportasi dan Elektronika (Ilmate) Kemenperin, Taufiek Bawazier, sejumlah produsen mobil lain juga menunjukkan minatnya berinvestasi di Indonesia.

        "Tesla, mereka menunjukkan ketertarikan membangun pabrik di Batang. Selain itu, ada juga Volkswagen. Sebelumnya Hyundai sudah menunjukkan komitmennya membangun pabrik di Indonesia," ujar dia di Jakarta, seperti dikutip dari laman Okezone.

        Tak tanggung-tanggung, Indonesia bahkan disebut akan memberikan pembebasan pajak (tax holiday) kepada Tesla hingga 20 tahun. Dengan catatan, jika pabrikan otomotif ternama itu benar-benar berkomitmen untuk menanamkan investasinya di Indonesia.

        "Indonesia sudah menyiapkan tax holiday lima sampai 20 tahun untuk Tesla, kalau mereka mau investasi di Indonesia," kata Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita sebagaimana dikutip dari CNBC Indonesia.

        Baca Juga: Elon Musk Jadi Orang Terkaya Dunia, Tesla Luncurkan Varian Model Y Versi Murah

        Meski begitu, besaran tax holiday yang bakal diberikan pemerintah bergantung pada nilai komitmennya. Indonesia bakal mengecek apakah nilai tersebut besar atau sangat besar. Nilai itu juga bakal menandakan bagaimana keseriusan investasi Tesla. "Tentu fasilitas ini tergantung dari nilai investasi mereka," imbuh Agus.

        Produsen baterai kendaraan listrik asal China dan Korsel pun ikut melirik Indonesia. Contemporary Amperex Technology Co Ltd (CATL) dilaporkan akan berinvestasi sebanyak USS5,1 miliar atau sekira Rp71 triliun. Demikian diungkapnya Kepala BKPM Bahlil Lahadalia dalam video virtual (16/11/2020). "Kemarin kita dari China sudah tanda tangan perjanjian kerja sama, 2021 sudah mulai ground breaking CATL"

        Sementara LG Energy Solution asal Negeri Gingseng menanamkan investasi jauh lebih besar yakni mencapai US$9,8 miliar atau sekitar Rp142 triliun. Perusahaan ini akan bekerja sama dengan konsorsium BUMN untuk membangun industri sel baterai kendaraan listrik yang terintegrasi dengan pertambangan, peleburan (smelter), pemurnian (refining), serta industri prekursor dan katoda di Kawasan Industri Batang, Jateng.

        Ekonom Indef Bhima Yudhistira berpandangan bahwa soal investasi mobil listik, sebaiknya orientasi fokusnya diarahkan untuk ekspor dalam jangka pendek. Begitupun dengan pemberian insentif untuk menarik investasi, harusnya diberikan kepada produsen yang berorientasi ekspor.

        "Insentif, harusnya ada diskon lebih besar untuk orientasi ekspor. Kemudian mendorong pemain lokal untuk mengisi komponen-komponen dari mobil listrik yang bisa dipasok dari dalam negeri. UMKM juga pasti sangat butuh. Mulai dari charging station, bengkel spare-part, perawatan, harus melibatkan pemain UMKM," beber dia kepada Warta Ekonomi belum lama ini.

        Dia pun menyarankan Indonesia untuk masuk dalam supply chain atau rantai pasok dari komponen mobil listrik. Contohnya baterai. Pasalnya, Indonesia sejauh ini hanya mengisi komponen yang bersifat karet, misalnya ban, karena kebetulan Indonesia merupakan produsen karet mentah. Namun, untuk komponen-komponen elektrikal seperti baterai dan mesin, Indonesia belum mampu masuk dalam rantai pasoknya.

        "Itu mungkin yang bisa dilakukan Indonesia karena selama ini kontribusinya dalam mobil listrik terbilang sangat kecil, kurang dari 5%," ujarnya.

        Kalau pun Indonesia mau mengembangkan mobil listrik yang skalanya untuk konsumsi dalam negeri, Bhima membocorkan ide yang menarik. Sarannya mobil listrik nasional untuk kebutuhan pedesaan, yang untuk mengangkut hasil pertanian atau perkebunan. Dia menilai kendaraan jenis itu jauh lebih dibutuhkan saat ini. Segmentasinya pun belum banyak digarap oleh pemain pabrikan besar.

        "Sebaiknya jangan bersaing dengan pabrikan-pabrikan dari Jepang, dari Amerika, dari Eropa, tapi harus juga melihat segmentasi," ujarnya.

        Asa Investasi Pulihkan Perekonomian

        Bhima bilang peluang dari mobil listrik ini cukup besar. Di pasar luar negeri saja, pemain dari mobil listrik ini makin meningkat, semakin banyak. Ada negara-negara produsen baru misalnya China, juga negara-negara dari Eropa. Sehingga kebutuhan komponen mobil listrik juga akan semakin besar.

        Apalagi Indonesia sedang membangun kawasan industri di Batang dengan harapan bakal terjadi percepatan produksi untuk mobil listrik dan komponennya.

        "Syukur-syukur Indonesia bisa langsung mengekspor completely built-up (CBU) atau langsung komplit, bukan hanya sekadar komponennya," harapnya.

        Meski peluangya begitu besar, pemulihan ekonomi melalui investasi mobil listrik ini tentu butuh waktu. Tidak ada proses yang instan. Saat ini pun kawasan industri Batang yang disiapkan untuk pabrik baterai atau komponen mobil listrik masih dalam tahap pembangunan, sehingga hasilnya tidak bisa dilihat pada tahun 2021.

        "Mungkin membutuhkan waktu, tapi dengan adanya proyek konstruksi pabriknya, realisasi investasi, pembebasan lahan, ini sudah mulai menunjukkan adanya tren positif bagi pemulihan ekonomi. Tapi ini intinya untuk jangka menengah panjang," tukasnya.

        Menanggapi investasi LG Energy, Bahlil secara tegas menyatakan bahwa kerja sama investasi ini adalah kolaborasi antara perusahaan asing, konsorsium BUMN, pengusaha nasional, pengusaha nasional di daerah, dan UMKM. Artinya bakal membawa dampak positif bagi perekonomian nasional, juga secara lokal di Kabupaten Batang.

        "Tidak lagi bicara untuk sendiri-sendiri. Pengusaha lokal dan UMKM harus dilibatkan karena tujuan investasi selain percepatan pertumbuhan ekonomi, juga pemerataan pertumbuhan ekonomi. Pemerintah sudah menyiapkan lahan, sarana, dan prasarana infrastrukturnya yang memadai, serta ketersediaan tenaga kerja yang diperlukan," jelas Bahlil.

        Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

        Penulis: Rosmayanti
        Editor: Cahyo Prayogo

        Bagikan Artikel: