Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
    Indeks
      About Us
        Social Media

        Diterpa Isu Negatif, Berikut Saran Bungaran Saragih terkait Diplomasi Sawit

        Diterpa Isu Negatif, Berikut Saran Bungaran Saragih terkait Diplomasi Sawit Kredit Foto: Antara/Aswaddy Hamid
        Warta Ekonomi, Jakarta -

        Sejumlah studi menunjukkan bahwa permintaan minyak nabati dunia akan terus tumbuh terutama di negara-negara berkembang. Dari empat jenis minyak nabati utama, sawit diperkirakan memiliki peluang paling besar untuk mengisi peningkatan pertumbuhan tersebut.

        Kendati demikian, sawit masih dibombardir dengan berbagai tuduhan dan kampanye negatif, terutama dalam aspek sustainability. Terkait hal ini, Guru Besar IPB University, Bungaran Saragih dalam JGC C.A.L.M Forum, mengatakan, pada masa mendatang, diplomasi ekonomi sawit harus diperbaiki, ditingkatkan, juga modelnya diubah dengan memperbanyak diplomasi publik untuk menghadapi situasi ini.

        Baca Juga: Kehadiran Minyak Sawit Untungkan Seluruh Kelas Ekonomi Masyarakat Dunia

        Diplomasi ekonomi sawit pada masa mendatang perlu terus memelihara dan mempertahankan daya saing dengan meningkatkan produktivitas dan kualitas tanpa merusak lingkungan. Sawit bisa seperti sekarang karena diplomasi ekonomi yang mengubah dari keunggulan komparatif menjadi keunggulan kompetitif.

        Image sawit juga harus terus diperbaiki, khususnya di negara-negara berkembang karena merupakan pasar yang paling besar. Dikatakan Bungaran, Amerika Serikat dan Eropa meskipun ribut terus, permintaannya tetap tinggi. Ternyata, yang ribut hanya kelompok kecil, sedangkan kelompok yang lebih besar justru membutuhkan sawit.

        Lebih lanjut Bungaran menjelaskan, ISPO juga harus terus diperbaiki agar tidak menjadi cemoohan dan ejekan negara lain. Dia mengatakan, luas sertifikasi ISPO yang baru 30 persen menjadi bahan untuk melihat kekurangan ISPO; punya sistem sustainability, tetapi belum bisa mencapai seluruh pelaku industri.

        "Masa sudah sekian tahun masih seperti itu? Pembuat kebijakan harus serius memperbaiki. Konsep absolut sustainability yang dipakai ISPO menjadi penyebabnya. Kalau tidak memenuhi kriteria A misalnya, langsung tidak sustainable. Harusnya konsepnya relatif sustainability dengan menunjukkan sawit lebih baik dari kedelai misalnya, sawit sekarang lebih baik dari yang lalu dan ke depan akan lebih baik lagi. Prinsip dan kriteria ISPO yang salah dan ini pekerjaan rumah untuk diperbaiki," katanya.

        Beberapa masukan lain dari Bungaran Saragih terkait diplomasi sawit di antaranya, pertama, kantor perwakilan diplomasi ekonomi di negara-negara pasar utama sawit harus ditingkatkan kemampuannya agar mampu menjadi fasilitator dan meningkatkan image sawit. Kedua, perbaiki koordinasi dan komunikasi pelaku sawit antara pemerintah pusat, pemerintah daerah, LSM, peneliti, petani, dan pengusaha. Perbedaan pendapat antarpelaku ini sering menjadi gemuruh yang dipakai pihak luar negeri untuk menyerang sawit.

        Ketiga, data sawit harus diperbaiki agar tidak ada lagi perbedaan perspektif dan interest dari pelaku diplomasi ekonomi sawit. Untuk mempertahankan posisi sawit dan mengembangkannya, koordinasi dalam konsep Indonesia Incorporated sangat penting.

        Keempat, membentuk pusat koordinasi antarpelaku sawit yang memiliki otoritas kuat dan didukung think thank yang kuat juga. Indonesia memiliki banyak pusat studi sawit, organisasi, asosiasi, tetapi sering tidak sepaham satu sama lain. Pusat koordinasi ini akan memperkuat diplomasi ekonomi sawit sehingga bisa mempertahankan posisi saat ini, bahkan memberikan sumbangan lebih besar. Diplomasi sawit harus menjadi bagian dari diplomasi ekonomi politik Indonesia.

        Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

        Penulis: Ellisa Agri Elfadina
        Editor: Puri Mei Setyaningrum

        Tag Terkait:

        Bagikan Artikel: