Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
    Indeks
      About Us
        Social Media

        Kisah Perusahaan Raksasa: Sony, Konglomerat Teknologi Jepang yang Dulang Cuan Berkat PlayStation

        Kisah Perusahaan Raksasa: Sony, Konglomerat Teknologi Jepang yang Dulang Cuan Berkat PlayStation Kredit Foto: Reuters/Thomas Peter
        Warta Ekonomi, Jakarta -

        Sony Corporation adalah konglomerat elektronik konsumen papan atas asal Jepang. Perusahaan ini beroperasi sebagai produsen dari sejumlah produk seperti konsol video game terbesar, rekaman suara, dan salah satu media terlengkap. 

        Ketenaran namanya didapat setelah Sony memperkenalkan sejumlah produk revolusioner. Hasil produknya meliputi radio transistor, televisi triitron, pemutar CD, pemutar kaset portabel, dan yang terakhir adalah konsol permainan. 

        Baca Juga: Kisah Perusahaan Raksasa: Boeing, Pabrikan Dirgantara Terbesar yang Miliki Kapital USD172,3 Miliar

        Sony menjadi salah satu perusahaan terkaya asal Jepang yang masuk dalam daftar Fortune Global 500. Di tahun 2020, perusahaan ini menempati peringkat ke-122 dunia, dengan total pendapatan tahunan sebesar 76,93 miliar dolar AS.

        Pendapatan perusahaan didukung oleh keuntungan perusahaan yang didapat sebesar 8,67 miliar dolar. Sayangnya, nilai pasar Sony sedikit merosot dari 189,58 miliar dolar menjadi 128,90 miliar dolar di tahun 2020.

        Seperti apa perjalanan perusahaan raksasa Sony? Pada Senin (8/2/2021), Warta Ekonomi bakal mengulas secara ringkas kisah perusahaan raksasa asal Jepang itu dalam artikel sebagai berikut.

        Perusahaan Jepang Sony didirikan oleh Ibuka Masaru dan Mirota Akio pada 1946 sebagai Tokyo Tsushin Kogyo. Jika diterjemahkan, Tokyo Tsushin Kogyo berarti Tokyo Telecommunications Engineering Corporation. 

        Ibuka adalah seorang kontraktor pertahanan, sedangkan Mirota berprofesi sebagai purnawirawan angkatan laut Jepang. Keduanya bertemu untuk pertama kalinya pada Perang Dunia II saat mengembangkan sistem pemandu rudal pencari panas dan teropong senjata mode malam (night-vision).

        Setelah perang, Ibuka bekerja sebagai tukang reparasi radio untuk toko swalayan di Tokyo yang rusak akibat bom. Uniknya, Morita menemukannya lagi ketika dia membaca di koran bahwa Ibuka telah menemukan konverter gelombang pendek. Pada Mei 1946, kedua pria itu menjalin kemitraan dengan modal pinjaman 500 dolar, dan mendaftarkan perusahaan mereka sebagai Tokyo Tsushin Kogyo.

        Morita dan Ibuka memindahkan perusahaan mereka ke fasilitas minyak mentah di sebuah bukit di selatan Tokyo tempat mereka mengembangkan produk konsumen pertama. Produk pertamanya adalah penanak nasi, yang hanya memperoleh keuntungan 300 dolar dari penjualan kurang dari 7.000 dolar.

        Seiring dengan pertumbuhan ekonomi Jepang yang lebih kuat, permintan barang-barang konsumen meningkat. Morita dan Ibuka akhirnya meninggalkan pasar peralatan rumah tangga. 

        Keduanya, dengan suntikan modal dari ayah Morita, berkonsentrasi pada pengembangan barang elektronik baru. Ibuka mengembangkan tape recorder dengan model Amerika yang dilihatnya di Japan Broadcasting Corporation.

        Permintaan untuk mesin, yang diperkenalkan pada tahun 1950 dan merupakan tape recorder Jepang pertama. Permintaanya tetap rendah sebelum ditemukannya buklet militer AS+ berjudul Nine Hundred and Ninety-Nine Uses of the Tape Recorder. 

        Usai diterjemahkan dalam bahasa Jepang, buklet tersebut menjadi alat pemasaran yang efektif. Usai mengetahui banyak kegunaannya, pelanggan dari Acedemy of Art di Tokyo membeli sangat banyak alat perekam, sehingga perusahaan terpaksa pindah ke gedung yang lebih besar di Shinigawa.

        Perusahaan Ibuka dan Mirota memulai produksi massal radio transistor pada 1955. Radionya diberi nama Sony, yang diambil dari kata "sonus" dalam bahasa Latin berarti "suara". Radio Sony memiliki potensi penjualan yang luar biasa, tidak hanya di pasar Jepang yang terbatas, tetapi juga di AS, yang ekonominya jauh lebih kuat.

        Meningkatnya popularitas nama Sony membuat Morita dan Ibuka mengubah nama perusahaan menjadi Sony Kabusihiki Kaisha (Sony Corporation) pada Januari 1958. 

        Tahun berikutnya Sony mengumumkan bahwa mereka telah mengembangkan televisi transistor, yang diperkenalkan pada tahun 1960. Perkenalan itu terjadi setelah perselisihan bisnis dengan Delmonico International. Delmonico pada saat itu berperan sebagai perusahaan untuk menangani penjualan internasional yang ditunjuk langsung oleh Morita. Di tahun ini pula, Sony mendirikan kantor cabangnya Sony Corporation of America di New York City dan Swiss dengan nama Sony Overseas.

        Pada Pameran Dunia New York 1964, Sony memperkenalkan MD-5. Ini adalah kalkulator desktop semua transistor pertama. 

        Pada tahun 1968 perusahaan mengirimkan televisi berwarna Trinitron pertamanya. Sekitar 40 persen rumah tangga Jepang memiliki televisi berwarna pada 1971. Atas data ini, Sony memperkenalkan perekam kaset video berwarna (VCR) pertama, yang kemudian disusul oleh penerbitan Betamax VCR tahun 1975. 

        Pada tahun 1979 pemutar kaset portabel Sony Walkman mulai beredar di jalan. Meskipun para insinyur Sony skeptis tentang merancang perangkat yang hanya dapat diputar dan tidak merekam, Morita bersikeras mengembangkan produk tersebut, dengan mengatakan dia akan mengundurkan diri jika Walkman tidak berhasil. Walkman pun menjadi sensasi internasional dan akhirnya terjual ratusan juta unit.

        Pemutar CD (compact disc) pertama muncul pada tahun 1982 dari perjanjian pengembangan antara Sony dan pabrikan Belanda Philips Electronics NV. Sony menyediakan teknologi modulasi kode-pulsa dan menggabungkannya dengan sistem laser Philips.

        Sementara itu, karena semakin banyak studio dan toko video beralih ke VHS, Betamax kehilangan pangsa pasar, dan Sony akhirnya memperkenalkan VHS-nya sendiri pada tahun 1988. Kegagalan Betamax telah memberi Sony pelajaran. 

        Pada akhir 1980-an, presiden perusahaan dan ketua Sony Corporation of America, Norio Ohga, ingin menambahkan konten hiburan ke dalam operasi Sony. Pada 1988 ia membeli CBS Records Group dari CBS Inc, sehingga memperoleh perusahaan rekaman terbesar di dunia, dan tahun berikutnya membeli Columbia Pictures Entertainment Inc.

        Akuisisi Columbia, yang terbesar pada saat itu dari sebuah perusahaan AS oleh sebuah perusahaan Jepang, memicu kontroversi di AS. Kontroversi itu dipicu oleh tulisan Morita dengan klaim bahwa, "Jepang tidak lagi bergantung pada Amerika Serikat dan menjadi bangsa yang lebih kuat dan lebih baik daripada sekutunya setelah perang."

        Sony hampir compang-camping selama 1990-an. Perekonomian Jepang memasuki resesi selama satu dekade. Ibuka dan Morita menderita stroke masing-masing di tahun 1992 dan 1993. Morita secara resmi pensiun pada tahun 1994 dan meninggal pada tahun 1999.

        Setelah ditinggal pendirinya, Sony menyatakan kerugian pertamanya, lebih dari 200 juta dolar tahun 1993. Di samping semua kesedihan itu, Sony membangkitkan kebahagiaannya lewat konsol video game PlayStation-nya ke pasar Jepang di tahun 1994.

        Yang fantastisnya lagi, tahun 2002, unit permainan tersebut menyumbang lebih dari 10 persen pendapatan tahunan perusahaan. Pusat laba besar lainnya adalah Sony Online Entertainment, terutama game realitas virtual Internetnya, EverQuest.

        Sony memperkenalkan jajaran komputer pribadi VAIO pada 1997. VAIO adalah sistem berkualitas tinggi dan mahal yang dipasarkan perusahaan kepada pengguna yang tertarik untuk mengembangkan atau memainkan program multimedia.

        Menyusul laporan keuangan tahunan yang semakin mengecewakan di tahun 2005, Howard Stringer diangkat dari chairman dan chief executive officer Sony Corporation of America menjadi chairman dan chief executive officer Sony Corporation. Meskipun penunjukan orang non-Jepang untuk memimpin perusahaan induk mengejutkan banyak orang, sekitar dua pertiga dari karyawan Sony di seluruh dunia adalah non-Jepang.

        Dalam upaya menghidupkan kembali Sony, Stringer berfokus pada perampingan operasi dan penurunan biaya. Namun, perusahaan terus berjuang, mencatat rekor kerugian karena sektor elektronik konsumen utama Sony menurun. 

        Pengunduran diri Stinger diterima perusahaan pada 2012. Untuk mengisi jabatannya, ditunjuklah seorang eksekutif dari divisi video game bernama Hirai Kazuo. 

        Di bawah kepemimpinan Kazuo, Sony berkonsentrasi pada barang elektronik konsumen sambil melakukan berbagai langkah pemotongan biaya, termasuk menjual berbagai kepemilikan real estat. Khususnya, pada 2013 Sony menjual kantor pusatnya di AS di New York City dengan harga lebih dari 1 miliar dolar.

        Dalam beberapa bulan setelahnya, Sony menjual dan mengurangi beberapa departemen dan kepemilikan untuk meningkatkan keuntungan. Pada bulan Februari 2014, Sony mengumumkan penjualan divisi Vaio PC-nya ke perusahaan baru yang dimiliki oleh dana investasi Japan Industrial Partners. Selain itu, korporasi memutar divisi TV-nya menjadi perusahaannya sendiri agar lebih gesit untuk membalikkan unit dari kerugian masa lalu sebesar 7,8 miliar dolar lebih dari satu dekade.

        Pada Mei 2014, perusahaan mengumumkan akan membentuk dua usaha patungan dengan Shanghai Oriental Pearl Group. Rencana itu digarap untuk memproduksi dan memasarkan konsol game PlayStation Sony dan perangkat lunak terkait di China.

        Pendapatan akhir tahun perusahaan pada Maret 2014 lebih dari 7,5 miliar dolar, dengan kerugian operasional untuk tahun itu lebih dari 1,2 miliar dolar. Sebagian besar kerugian itu berasal dari keputusan perusahaan untuk menutup operasi manufaktur PC yang bermasalah, serta menurunkan penjualan ponsel pintar dari yang diharapkan.

        Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

        Penulis: Muhammad Syahrianto
        Editor: Muhammad Syahrianto

        Bagikan Artikel: