KLB Bodong Demokrat di Sumut, Pengamat: Kalau Moeldoko Gak Terlibat Harusnya Protes
Pengamat politik dari Universitas Negeri Jakarta Ubedilah Badrun mengaku tak habis mikir dengan langkah ugal-ugalan bekas kader Partai Demokrat yang tetap memaksakan diri menggelar kongres luar biasa (KLB) di Sibolangit, Deli Serdang, Sumatera Utara.
Ubedilah menegaskan ada agenda terselubung lebih besar di balik ngototnya terselenggaranya KLB ilegal alias abal-abal tersebut. Dia menilai KLB itu ilegal karena tidak memenuhi syarat-syarat AD/ART Partai Demokrat yang sah.
"Saya heran dengan ngototnya upaya melakukan KLB illegal oleh mantan-mantan kader Demokrat walaupun jelas menyalahi AD/ART partai yang legal” kata Ubed dalam keterangan persnya dikutip dari Warta Ekonomi, Jumat (5/3).
Baca Juga: Marzuki Alie Ditunjuk Jadi Ketua Dewan Pembina Demokrat Versi KLB Sumut: Saya Bersedia...
Tak bisa disalahkan, lanjut Ubed, jika ditetapkannya Moeldoko menjadi Ketua Umum Partai Demokrat bodong itu bertujuan untuk melemahkan partai oposisi guna memuluskan sejumlah agenda politik termasuk presiden tiga periode.
"Yang jelas, ini terlihat sebagai upaya yang sistematis dan cukup masif untuk melemahkan Partai Demokrat yang notabene berada di luar pemerintahan dan selama ini tidak segan menolak kebijakan pemerintah, seperti walk out saat menolak RUU Ciptaker September lalu," tambahnya.
Mantan pentolan aktivis mahasiswa 1998 ini kemudian melanjutkan, "Kalau kita analisis siapa yang paling diuntungkan dengan melemahnya oposisi seperti Partai Demokrat, lalu kita hubungkan dengan pencapresan 2024, kita bisa melihat benang merahnya," pungkasnya .
Terus disebutnya Moeldoko dalam isu KLB ilegal juga menimbulkan pertanyaan. Teguran Presiden Jokowi pada Kepala KSP Moeldoko agar tidak turut campur dalam urusan internal, terkesan diabaikan.
"Sebagai orang dekat Presiden, Pak Moeldoko harusnya patuh, tunduk dan taat pada Presiden Jokowi. Jika memang tidak terlibat, harusnya pak Moeldoko keberatan namanya terus dibawa-bawa dalam kisruh KLB ilegal ini," tanyanya.
Analisa serupa dikemukakan Pangi Syarwi Chaniago, Direktur Eksekutif Voxpol Research Center and Consulting menjelaskan variabel siapa yang paling diuntungkan dari sebuah rekayasa politik KLB itu bisa membantu memetakan aktor mana yang terlibat, yang sering kali luput dari pengamatan yang bersifat permukaan.
"Dalam kasus KLB ilegal ini, tidak ada yang diuntungkan oleh melemahnya oposisi seperti Partai Demokrat kecuali rezim yang berkuasa, apalagi jika bercampur dengan kepentingan pribadi tokoh non partai untuk mencari kendaraan politik pada tahun 2024,” terang Pangi.
Pangi mengingatkan bahwa dalam dua kali pernyataan persnya, Kepala KSP Moeldoko sudah menegaskan komitmen untuk tidak ikut campur urusan Partai Demokrat.
"Jika memang pak Moeldoko tidak terlibat, jangan biarkan namanya terus dibawa-bawa oleh pengusung KLB ilegal ini," jelasnya.
Baik Ubedilah Badrun maupun Pangi Syarwi sepakat bahwa upaya KLB illegal Partai Demokrat bukanlah semata-mata persoalan Partai Demokrat, tapi bentuk yang telanjang dan intervensi kekuasaan untuk melemahkan oposisi apalagi jika bercampur dengan ambisi politik pribadi tokoh tertentu untuk menyongsong pemilu 2024.
Mereka khawatir jika ini dibiarkan, kualitas demokrasi Indonesia yang sudah menurun akan makin memburuk.
"Pola politik elit yang membelah partai oposisi ini sesungguhnya adalah bencana besar demokrasi, karena politik menjadi tidak sehat yang akan berdampak pada tidak sehatnya demokrasi" pungkas Ubedilah.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Ferry Hidayat